29

162 53 129
                                    

"Eh, itu-"

Tulalit! Tut-Tulalit!

Rian merogoh saku celana selutut-nya. Nada dering ponsel yang terdengar menggemaskan sekaligus menyebalkan itu membuat fokus semua orang terpecah.

Axel Feilendra is calling

Adrian menggeser tanda hijau yang terus bergoyang goyang tak sabaran di layar ponsel hitamnya.

"Halo? Apaan cil?"

"Paket udah nyampe belum?"

"Gue?"

"Heh? Apanya? Bukan lo, paket."

"Paket panda ini kan?"

"Iya, udah nyampe berarti. Apa hubungannya sama lo?"

"Kan pandanya imut, kayak gue," jawab Adrian semakin ngelantur.

Mendengar itu, Airra mengangguk sopan pada kurir yang mengantar kue menggemaskan tersebut. Mengucapkan terimakasih. Dan membiarkannya pergi.

"Cece mana?"

"Nggak ada! Ilang ditelan bumi!"

Di seberang sana, terdengar hembusan nafas Axel. Berdecak sebal.

"Kalo telfon sama gue pasti nanyain Airra. Kalo telfon sama Airra mana ada nanyain gue! Dasar pilih kasih!" Adrian memutar bola mata. Kakinya bergerak menyilang. Sedangkan sepasang bola matanya menangkap Airra yang masuk. Tidak menunggunya.

"Woi bocah! Ngapain itu kurir lo suruh gaboleh bilang?"

Tut!

Axel mematikan sambungan telfon. Tanpa menjawab pertanyaan itu.

***

Airra berdiri di deretan rak buku bahasa dan sastra. Dua hari lagi interview. Ia hanya ingin memastikan nanti tidak akan buruk-buruk amat.

Dia mengambil tiga-empat buku yang selama ini sangat menungjangnya belajar. Yang dirasa Airra bukan hanya sekadar kamus dengan isi ribuan kata tak berguna.

Airra melepas gelang simpelnya. Membuatnya menjadi ikat rambut dadakan. Rambut  panjang itu terkuncir tak rapi. Ini perpustakaan. Tapi Airra merasa begitu gerah.

Selesai memilih buku, perempuan itu berjalan ke pojok. Tempat biasanya ia melakukan rutinitas setiap jam istirahat kedua. Surai hitam kecoklatan miliknya menutup sebagian dahi.

Airra mengambil lipatan kertas yang ia selipkan dalam casing ponsel. Membaca list pertanyaan yang diberikan Axel lagi. Mempraktekkan, dan memastikan tidak ada yang terlewat. Berharap esok lusa memang itu yang akan ditanyakan.

Sibuk belajar, Airra tak memperhatikan seorang pemuda yang tengah bersandar di deretan rak buku sampingnya. Dua tangan ia masukjan ke saku celana maroon. Jas berwarna navy tidak ia kenakan. Hanya menggantung indah di bahu sebelah kanan.

Perpustakaan ramai. Ini jam pelajaran, tapi Airra mengambil izin keluar. Bilang bahwa ia akan mengambil surat izin ke BK untuk interview besok lusa. Tidak salah memang. Karena Airra benar benar melakukan hal tersebut.

Walaupun akhirnya memutuskan duduk santai di perpustakaan yang dipenuhi kakak kelas. Sebelas IPA satu tepatnya. Mungkin sedang ada tugas yang harus dicari disini? Airra tak peduli.

"Emang yang ini jugak?" Adrian bertanya polos. Juna yang ada ditanya mengangguk. "Ck! Banyak banget sih," keluhnya.

"Eh, Yan! Liat noh temen lo!"

Line of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang