Terimakasih, tuan. Kau telah mengajarkan. Bahwa disini, hanya ada dua pilihan. Pergi, atau terima konsekuensi
***
"Urusan sama pengadilan agama sudah selesai, ma?"
Axel bertanya selepas Airra mencuci piring. Mereka berempat sedang ada di ruang keluarga. Mengobrol santai setelah makan malam. Keyra sudah pulang dan malam ini gantian. Axel yang menginap di rumah kedua kakaknya.
"Belum, panjang prosesnya. Mungkin Adrian beberapa kali bakalan dipanggil ke pengadilan juga,"
"Kok, bang Rian doang? Aku enggak?" Airra protes. Mengambil bantal dan meletakkan di pangkuannya.
"Kamu belum tujuh belas taun," jawab Keyra lagi.
"Emang nggak boleh ya? Aku kan juga pingin ikut,"
"Boleh, tapi mungkin Rian yang lebih banyak ngomong,"
Airra tak menjawab lagi. Hanya diam saling lirik dengan Axel.
"Gimana sekolahmu?" Keyra menatap Axel. Mencari topik pembahasan lain.
"Baik, ma. Dua bulan lagi sudah banyak try out. Gabisa bolos pastinya. Jadi aku ambil izin libur satu minggunya sekarang aja. Sekalian Ko Rian sama Ce Airra bolos sekolah,"
"Eh bocil! Udah kelas sembilan gaboleh kebanyakan bolos!"
Ketiganya menoleh ke asal kalimat. Adrian yang tengah mengoleskan masker berwarna cream sempat-sempatnya ikut berkomentar.
"Itu punya gue kan?" ujar Airra menyadari. "Waktu itu lo ambil masker di laci, liat binder gue nggak? Tadi pas pulang gue liat nggak ada soalnya,"
Adrian teringat buku yang ia curi daei lagi Airra. Masih ada di Orion. Besok ia akan mengambilnya. Setelah berpikir sejenak, Adrian menggeleng. Mencoba terlihat senormal mungkin sambil terus memoles wajahnya dengan masker milik Airra.
"Nggak lo bawa ke rumah gue, Ce?"
"Enggak, waktu itu kan gue sama Adrian habis dari mall langsung kerumah lo, Xel. Pas itu nggak bawa Binder. Apa ketinggalan di sekolah ya?" tanyanya entah pada siapa.
Malam ini udara dingin. Masih pukul tujuh, mereka memutuskan menonton film horor beberapa jam kemudian.
***
Dua orang senior masuk begitu saja ke kelas 10 IPA-7. Sayangnya, adik kelas yang tengah mereka cari sedang tidak ada.
"Nyari Airra, kak?" Vanya bertanya hati hati. Liana mengangguk. Wajahnya terlihat sedikit kusut.
"Airra tadi keluar sama dua temennya yang dari kelas lain. Kayaknya ke kantin," Vanya menjelaskan.
Orion hanya memandangnya datar. Tidak ada senyum ramah seperti biasanya. Vanya sedikit takut. Beberapa saat kemudian, Orion memberikan sebuah buku. Binder tepatnya. Mengatakan bahwa itu milik Airra, dan menitipkannya pada Vanya.
Sedangkan Vanya hanya mengiyakan tanpa banyak bertanya. Memerhatikan kedua senior itu pergi dan hilang dibalik pintu. Kelas yang awalnya hening sejak kedatangan dua sejoli itu kembali ramai. Sibuk dengan bahan pembicaraan masing masing. Termasuk membicarakan Orion dan Liana yang sejak kemarin viral dan mereka melihatnya sendiri sekarang.
***
"Tapi beneran lho, Ra. Gue masih nggak habis pikir sama tuh cowok. Apa cobak tujuannya?" kata Maya sesaat setelah menelan potongan Siomay.
Kedua sahabat Airra masih saja membicarakan hal yang sama. Rasi bintang, Rasi bintang, dan lagi lagi Rasi bintang. Airra hanya menimpali sesekali. Tidak tertarik menanggapi berlebihan. Yang dilakukan perempuan itu sejak tadi hanyalah mengaduk-aduk es jeruk.
"Gue gemes deh!" ucap Riris lagi. "Ih beneran!" lanjutnya ketika melihat respon Airra yang hanya mengangkat alis.
"Daripada kalian ngoceh sendiri gitu, gue kan capek ya dengernya. Kenapa nggak langsung ngomong aja sama orangnya?"
Keduanya mengikuti arah pandang Airra. Mereka sedang berada di kursi pojok. Lucynda Airra Affanda tersenyum sekilas ketika Pak Samid lewat di samping mereka. Airra menawarkan tempat duduk di sampingnya yang masih kosong. Tapi lelaki tua itu menolah. Mengatakan bahwa masih banyak pekerjaan.
Mata coklat gelap Airra kembali menilik gelagat Riris. Yang sepertinya akan berdiri. Maya senyum senyum di sampingnya. Airra tak terlalu memperhatikan apa yang mereka bicarakan tadi.
Benar saja, Riris berdiri. Rambut pendeknya tergerai sedikit berantakan.
"Kak!"
Riris berteriak keras. Siswa-siswi lain juga menoleh. Tapi rupanya bagi seorang Riris, itu bukan masalah. Selama targetnya juga ikut menoleh.
Liana menatap datar adik kelas bersuara cempreng yang tengah menghampirinya dan Orion. Riris tersenyum sumringah. Liana dan Orion diam. Menunggu apa yang akan Riris ucapkan ketika sampai disini beberapa saat lagi.
Satu detik, dua detik, tiga detik. Akhirnya Riris sampai di depan mereka. Tatapannya berubah kesal. Riris meniup poninya di dahi. Dua senior di depannya memiliki tatapan yang tidak santai sama sekali.
Airra dan Maya memperhatikan dari tempat mereka duduk. Jaraknya sekitar enam meter dari tempat mereka. Mereka saling lirik. Hanya Maya yang tau apa yang akan dilakukan sahabatnya itu. Airra menatap sekitar. Beberapa siswi kelas 10 memperhatikan diam diam. Sedangkan beberapa senior ada yang terang-terangan membicarakan mereka. Riris utamanya. Perempuan tidak terlalu tinggi itu menjadi pusat perhatian. Namun ada juga yang memilih tidak peduli.
Riris berdecak kesal.
"Bisa minggir, nggak? Kantin ini bukan cuma punya kalian, gue mau lewat," ucapnya.
Riris jinjit. Melihat ke balik punggung Orion. Disana ada Adrian dengan seorang senior Osis lain yang Riris tau bernama Malvin.
Mendengar ucapan Riris, Liana dan Orion mengerjap sesaat. Kemudian segera minggir memberi jalan. Siswa berlalu lalang. Ada yang menahan tawa melihat tingkah konyol Orion dan Liana.
"Kak Rian!"
Adrian yang sejak tadi sudah melihatnya terkekeh. "Ganggu aja jadi bocah," ucap Rian. Sangat paham maksud perbuatan Riris.
"Duduk sama kita ya? Biar gue nggak malu-malu amat," kata Riris.
Adrian mengangguk. Berjalan cepat ke pojok kantin yang sudah ditempati Airra dan Maya. Malvin yang merasa tidak mengenal mereka memilih pergi.
"Ra,"
Airra menoleh. Mendapati seseorang bertubuh tegap tengah berdiri menatapnya.
***
Halo halo!
Oh iya, di bagian announcement, aku pernah tanya ke kalian scifi kan? :)
Secepatnya bakalan aku publish!
Mungkin besok atau lusa. Stay tune!Jaga kesehatan ya semua, di rumah aja, gausah kemana mana🙂
Stay save!~helicoprion~

KAMU SEDANG MEMBACA
Line of Life
Teen FictionSiapa sangka gadis secerdas Airra akan masuk kelas buangan? Gadis yang membenci kata 'cinta' itu kini harus terperangkap dalam kehidupan yang terlalu banyak drama menurutnya. Sampai kapan drama ini berlangsung?Aku tidak pernah berharap dikenal siapa...