Sejenak, harapanku kembali. Kukira semua akan baik baik saja. Namun nyatanya, yang ada hanyalah Fatamorgana semata.
***
Mentari baru menampakkan separuh dirinya. Cahaya remang-remang mulai menembus masuk jendela kamar. Namun sepagi ini, sang pemilik kamar sudah benar-benar siap, bahkan dengan sepatunya sekalipun. Duduk asal diatas meja sambil membolak-balik catatan fisika. Sama sekali tak berniat berpindah ke kursi atau kasur yang jelas-jelas lebih nyaman untuk diduduki. Fokusnya terpecah, kegelisahan terpampang jelas dari raut wajah bersih pemuda itu. Bertanya-tanya tentang perempuan yang sudah tidak masuk sejak hari Senin lalu.
'Kemana dia? Kapan dia akan kembali?'
Beberapa saat berlalu, dirinya memutuskan untuk menelfon seseorang. Lagipula, catatan fisika ditangannya seolah tak berguna.
Jari-jarinya lancar menggeser layar ponsel. Mencari kontak seseorang, kemudian segera menelepon. Dua kali nada panggil, dan suara di seberang sana mulai terdengar.
"Apaan? Gue mau mandi."
"Udah pulang?"
"Belum. Dia janji besok udah masuk sekolah." Terdengar helaan nafas panjang. Seseorang yang ditelfon ya mendesah berat.
"Dia ngga hubungi lo lagi?"
"Engga. Cuma waktu itu. Pertama dan terakhir mulai dia ngilang. Dan dia cuma bilang kalo gue nggaperlu banyak omong, dia besok udah masuk sekolah. Jadi harusnya, hari ini dia pulang,"
"Emang kita sejahat itu ya sampe harus lari dari rumah?"
"Gue ngga tau kalo itu. Kan kita juga belum pernah ada di posisi dia. Yang jelas, ini bukan salah tuh cewek."
"Gue tau. Kalo dia pulang cepetan kabari gue ya?"
"Lah? Ngapain dah? Ada urusannya sama lo? Atau, sekarang Orion udah suka beneran sama adek gue?"
Orion tak menjawab, langsung memutuskan sambungan telepon begitu saja. Mengambil kunci motor, lantas bergegas berangkat. Tidak tidak, dia tidak berangkat sekolah sekarang. Tentu saja masih terlalu pagi. Orion jenuh. Ia akan berlalu lalang sebentar di jalanan kota, mondar-mandir tanpa tujuan beberapa saat, baru nanti berangkat ke sekolah.
***
Seorang perempuan turun dari kereta dengan seragam khas anak SMA. Putih abu-abu. Terlihat sangat manis dengan jaket membungkus tubuhnya dengan begitu pas. Rambut panjang tergerai rapi.Mata coklat gelap miliknya mencari-cari seseorang yang telah mengirim pesan pada mamanya. Pagi ini akan menjemput.
"Axel!" Airra berteriak lantang. Tak peduli bahwa dirinya berdiri di tempat umum. Dan tak perlu diteriaki dua kali, cowok imut yang sudah dikenalnya sejak kecil itu berbalik. Lalu berlari kecil ke tempat Airra berdiri.
"Baju-baju lo taruh di mobil aja, masa iya lo mau olim tapi bawa tas isinya baju?"
"Iya, Uda gue cuci semua kok. Yang semalem gue pake ntar mama yang bawa."
Axel mengangguk, menatap penampilan Airra dari ujung ke ujung. Setelah merasa puas memindai penampilan Airra, ia berdecak sebal. Sebego itukah kakaknya yang satu ini?
"Lo mau ke tempat Olimpiade pakek baju kayak gitu?"
"Iya lah, kalo gue pakek seragam putih-maroon, mereka pasti tau kalo gue siswi Cahaya Pertama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Line of Life
Teen FictionSiapa sangka gadis secerdas Airra akan masuk kelas buangan? Gadis yang membenci kata 'cinta' itu kini harus terperangkap dalam kehidupan yang terlalu banyak drama menurutnya. Sampai kapan drama ini berlangsung?Aku tidak pernah berharap dikenal siapa...