Hanya soal waktu, semua akan berlalu untuk sekadar kembali seperti dulu
***
Dua bulan berlalu cepat. Semua orang sibuk dengan kegiatannya masing masing. Ceritanya. Takdirnya. Dan semua tentang diri mereka sendiri.
Definisi semua orang disini termasuk Airra yang tengah fokus mengejar beasiswa negeri Singa. Airra bahkan tidak sadar bahwa tes tahap kedua akan berjalan minggu depan.
Ya. Tahap pertama, tes berkas. Lebih tepatnya, sertifikat. Airra lolos dengan mudah. Tes itu sudah berjalan setengah bulan yang lalu dan akan dilanjutkan tes tulis dan wawancara minggu depan. Sengaja bersamaan dan diberi rentang waktu yang sangat sempit untuk melihat kesiapan calon penerima beasiswa.
Hari ini hari terakhir UTS. Airra ada rencana bermain ke rumah Riris bersama Maya sepulang sekolah. Orang tua perempuan cerewet itu terlalu sibuk. Jadi rumahnya sering sepi.
Langit lagi lagi mendung. Ini pertengahan Oktober. Hujan mulai sering berdatangan. Airra berjalan malas ke ruangan tempat IPA-3 melaksanakan ujian. Satu-dua orang menyapanya. Ia balas menyebut nama orang itu atau sekadar tersenyum singkat. Dirinya tak terlalu peduli dengan nilai yang akan didapatkannya nanti. Karena bagaimanapun, tadi dan kemarin kemarin Airra bisa mengerjakan. Dan nilai di raport sisipan pastilah itu itu saja. Tidak jauh dari angka delapan.
***
Bukan kafe. Bukan juga taman kota. Atau pantai, puncak gunung, dan sejenisnya.
Ruangan segi lima dengan tembok berwarna pink ini menjadi tempat favorit mereka. Dengan lemari putih di samping tempat tidur, meja belajar di dekat jendela, dan beberapa hiasan dinding berupa foto yang dipigura, polaroid, tumblr light, ataupun sekadar stiker dinding sederhana terlihat sangat rapi.
"Nggak putus putus ih gemes. Andai gue punya kantong ajaib Doraemon yang di dalemnya ada gunting pemutus hubungan, kan seru tuh."
"Mulutnyaaa, biarin lah, sensi bener. Kalian gabisa ya sehari ngga bahas itu?" Airra geram. Heran sendiri. Mana ada kantong ajaib doraemon isinya hal tidak berguna semacam itu. Ia mendengus lelah. Tiap kumpul bersama mereka yang dibahas masih saja sama.
"Ck! Airra nggak asik ah! Nggak ada kontroversinya sama sekali."
"Bukan nggak ada kontroversinya, cuma elo aja yang habis-habisin waktu. Nggak capek apa ngoceh terus? Maya aja sampe capek denger suara lo yang mirip Suneo," Airra menuding Maya yang sedang bersandar di pojok kasur. Perempuan itu hanya mengangguk ngangguk sambil terus mengunyah keripik pisang.
"Kenapa sih lo benci sama dia? Benci beneran atau benar benar cinta nih?" Riris menaik turunkan alis. Memasang wajah menyebalkan. Yang bagi sahabatnya malah semakin menyebalkan dengan suara cemprengnya.
"Nggak perlu gue jelasin, kalian udah paham."
"Yang itungan taun itu?" tanya Maya memastikan. Airra mengangguk perlahan. Menghela nafas.
"Rumit banget si kalian?" lanjutnya lagi.
"Justru itu gue nggak mau bikin semakin rumit. Kak Orion tiba tiba dateng tanpa sebab akibat yang jelas. Dia di hidup gue punya peran sebagai apaan juga gue nggak tau. Yang jelas, gue terganggu. Gue cuma mau hidup normal. Dengan semua yang udah gue jalanin sebelumnya. Dengan semua hal yang udah gue punya. Termasuk sifat gue yang apa adanya. Cuma mau jadi diri sendiri. Udah itu aja."
Airra menjelaskan. Sepasang mata coklat gelapnya menatap bergantian Mata dan Riris.
"Tapi kan sayang. Kak Orion hampir perfect si menurut gue."
"Yaudah lo aja yang sama Orion," jawab Airra sewot. "Gue cuma nggak mau apa yang sebelumnya ada, hilang gitu aja cuma gara-gara satu orang yang bahkan gue nggak tau dia siapa."
"Sayang banget ya?" Maya bertanya. Airra mengangguk yakin.
"Kak Adrian nggak tau?"
"Ck, kalo Rian tau dia gamungkin punya tingkah absurd jodoh-jodohin gue sama Orion. Walaupun tingkahnya dari dulu emang absurd. Gue kira gabakalan sampe kayak gitu."
Airra teringat sesuatu. Matanya menyipit. Menatap sinis dua orang yang sedang bersamanya.
"Rian nggak tau. Tapi kalian tau. Kenapa ikut-ikutan?"
"Selow, nyet! Gausah ngegas."
Riris meniup poni. Kebiasaannya. Sedangkan Maya sudah mengarahkan jempolnya ke Riris. Memberi isyarat bahwa ini semua perbuatan Riris. Dengan mulut yang masih saja sibuk mengunyah keripik pisang.
"Apaan woi! Lu jugak ikutan."
"Lah, kan dulu pas Kak Orion ke kelas, gue nggak jawab apa-apa. Riris, Ra. Demgan gampangnya bilang 'to easy to do this'".
Maya menirukan ucapaj Riris dengan suara yang dibuat se cempreng mungkin.
Airra menoleh lagi pada Riris. Gadis berambut pendek itu menggembungkan pipi.
"Ngapain?"
"Ya kan gue kira seru," jawabannya pelan. "Maaf deh."
"Udah ya, jangan ulangi. Dan jangan bahas lagi. Gue nggak mau semua makin ribet."
***
Seorang remaja berkulit kuning Langsat, rambut acak-acakan, dan kaos navy berjalan keluar rumah. Indra pendengarannya baru saja menangkap seseorang mengetuk pintu.
"Ada apa, mas?"
"Mbak Lucynda-nya ada?"
"Ra! Dicari abang-abang noh!" Teriak Rian membahana.
Airra menyusuk keluar. Kegiatannya menonton film ikut terganggu. Ia tak mengatakan apapun. Hanya memandang dengan tatapan yang seolah bertanya. Apa?
"Wah parah, sama abang-abang juga lo sekarang," ucap Adrian masih didepan orang tersebut. Menyandarkan punggung tegapnya ke daun pintu.
"Mbak Lucynda ya? Ini ada titipan," ucap orang tersebut mencoba ramah. Tak peduli dengan ucapan pedas Adrian –yang memang biasanya begitu.
"Dari siapa?"
Pertanyaan itu diiringi dengan tangannya yang mengambil kardus besar dengan tutup bening tersebut. Kue tingkat dengan hiasan panda. Lengkap dengan bambunya terlihat dari atas. Airra menoleh pada Adrian sekilas, yang juga sedang menatapnya heran.
"Maaf, mbak. Pengirimnya ngga boleh ngasih tau."
"Wah nggak bisa gitu dong mas! Ini isinya makanan, kalo sampe ada racunnya, tempat mas kerja yang bakalan saya tuntut," cecar Adrian.
"Eh, itu-"
***
Halo! Oke dua kali.
Sekali lagi, Selamat puasa!!!By the way, beberapa part terakhir kayaknya konflik ringan amat. Bosen yak? Hehe, maap deh.
Jadi....
Siapkan hati buat terima kenyataan di part 29 :)
Stay tune!!!!
Love
~helicoprion~

KAMU SEDANG MEMBACA
Line of Life
Teen FictionSiapa sangka gadis secerdas Airra akan masuk kelas buangan? Gadis yang membenci kata 'cinta' itu kini harus terperangkap dalam kehidupan yang terlalu banyak drama menurutnya. Sampai kapan drama ini berlangsung?Aku tidak pernah berharap dikenal siapa...