Bagimu memang sederhana. Itupun tak terlalu berpengaruh padaku. Tapi sayangnya, aku bukan malaikat yang terlalu mudah melupakan kesalahan orang lain
***
Maya berjalan santai dengan dua tangan tenggelam dalam saku jaket ungunya.
Matanya menyipit kala dilihatnya Orion sedang berdiri di depan kelas X IPA-3. Dengan kaki kanan sibuk menendang angin.
Pikiran Maya mendadak kemana-mana. Mulai dari 'Mengapa wakil ketua OSIS yang begitu terkenal itu ada di depan kelasnya?', hingga 'Mengapa Orion tidak duduk saja di bangku depan kelas? Jelas-jelas bangkunya kosong.'
Maya berhenti. Memperhatikan dari jarak sekitar enam meter. Memindai penampilan Orion dari ujung rambut sampai ujung kaki. Juga memerhatikan gelagat kakak kelasnya yang terlihat sangat cool pagi ini.
'Dia tau, kan, kalo Airra kelas IPA-7?' batinnya bertanya entah pada siapa.
Sahabat Airra itu refleks mengalihkan pandangan ketika Orion sadar akan keberadaannya. Tubuh tegap Orion yang tadi berdiri santai, sekarang buru-buru melangkah ke arah gadis yang semakin kebingungan.
"Lo... Sahabatnya Airra kan?"
"Eh?" Maya celingukan. Memastikan bahwa pria bermata hazel itu sedang berbicara pada dirinya. Sekaligus tidak nyaman juga. Maya tidak pernah berurusan dengan siswa populer di sekolah sebelumnya.
Ya, Terkecuali Adrian. Maya dan Riris memang sudah mengenalnya sejak lama.
"Seinget gue, lo yang waktu itu ninggalin Airra dikantin pas ada gue. Lo juga yang waktu itu ngomongin gue sama Adrian 'kan? Sama temennya Airra satu lagi yang jujur banget itu? Terus nggak sengaja gue denger. Iya nggak?"
Orion kembali memastikan. Perempuan didepannya tak kunjung menjawab.
"Eh, I-iya," Maya malu sendiri mengingat kejadian tersebut. "A-Ada perlu apa ya, Kak?" Lanjutnya.
"Kayaknya, gue butuh bantuan. Yang waktu itu lo omongin sama Adrian," Ia menggaruk tengkuk. Sebenarnya sangat ragu mengatakan hal tersebut. Takut jika sahabat Airra ini tidak merespon. Pasalnya, ia sadar betul bahwa Maya sangat berbeda dengan Riris yang akan dengan semangat membantunya. Tidak perlu orang jenius untuk mengetahui hal itu.
"Aduh. Gimana ya, Tunggu Riris aja deh," jawab Maya akhirnya setelah diam tercenung beberapa lama.
"Apaan panggil-panggil gue? Lah? Ngapain lu nyasar sini, Kak? Belum lupa jalan ke area kelas sebelas kan?" Orang yang namanya baru disebut akhirnya muncul entah dari mana. Berbicara seenaknya tanpa tau situasi seperti biasa.
"Kak Orion minta bantuan."
"Oh, bantuan apa?"
"Yang waktu itu kak Adrian nyuruh kita."
"Wait, wait, wait! Lo sukak Airra, kak?" Riris mulai heboh.
Orion hanya tersenyum. Tidak menjawab. Dan bagi keduanya, jawabannya adalah 'iya'.
"Gampang itu mah. Airra itu benci sama lo, Kak. Jadi kalo cuma buat dia sukak, gampang lah! Lo minta waktu berapa hari?"
Maya melotot mendengarnya. Bagaimana mungkin Riris berkata seringan itu? Seolah itu adalah PR milik anak SD yang minta tolong untuk dikerjakan.
"Secepatnya," Orion menjawab cepat.
"Well, it's okey. To easy to do this," Riris mengedipkan mata.

KAMU SEDANG MEMBACA
Line of Life
Fiksyen RemajaSiapa sangka gadis secerdas Airra akan masuk kelas buangan? Gadis yang membenci kata 'cinta' itu kini harus terperangkap dalam kehidupan yang terlalu banyak drama menurutnya. Sampai kapan drama ini berlangsung?Aku tidak pernah berharap dikenal siapa...