"Can you tell me, where is the closest market around here?" Tanya Ginting pada penjaga toilet.
"from here turn left, then you go straight ahead, after a new junction turn left again."
Ginting mengangguk. "Thank you so much."
Ginting lalu mengikuti petunjuk dari penjaga toilet tersebut.
"Belok kiri, terus lurus sampe mentok.."
Ia berjalan lurus terus hingga pertigaan ia kembali belok ke kiri.
Namun ketika ia berbelok kekiri, ia tak melihat terlebih dulu sehingga ia menabrak orang yang didepannya.
"Sorry, i didnt mean it--"
"Loh, Ginting?"
Ginting mengernyit melihat orang yang ada didepannya.
"Meiwa?"
Dengan cepat Meiwa memeluk Ginting.
Ginting tak menghindar ketika Meiwa memeluknya, karena sedikitnya Gintingpun masih memendam perasaan pada Meiwa.
Tapi ia tak membalas pelukannya.
"Ting ya ampun, akhirnya kita ketemu disini!"
"Kamu ngapain disini?"
"Ya nyamperin kamu lah! Udah lama kita gak ketemu kan?"
Ginting terheran-heran dengan ucapan Meiwa barusan, bukankah Meiwa sudah tahu bahwa dirinya telah menikah dengan Lea?
"Maksud kamu nyamperin aku? Kamu dari Indonesia langsung kesini cuma buat ketemu sama Aku?"
Meiwa mengangguk. "Iya, Aku dapet info kamu tanding di swiss, kebetulan aku juga mau ke swiss sama temen aku yaudah deh sekalian ketemu sama kamu."
Ginting hanya tersenyum kecil, jika ia menanggapi lebih lanjut ia tak mau Meiwa merasa Ginting masih menyimpan rasa padanya.
"Disitu tadi aku liat ada food court, kita kesana yuk?"
"Kesana? Hmm kayanya Aku--"
"Ah Lo gak asik gini sih, udah ikut aja!"
Belum sempat meneruskan ucapannya, Ginting ditarik oleh Meiwa menuju food court yang Meiwa beritahu barusan.
"Nih kamu duduk aja disini, Aku tau makanan kesukaan kamu apa. Aku pesenin dulu ya."
"Eh, tapi Mei--"
Kembali saat Ginting belum menjawab, Meiwa sudah pergi terlebih dulu.
"Huft, Lea kelamaan nunggunya gak ya?"
Tak lama kemudian Meiwa kembali dengan membawa beberapa makanan untuknya dan Ginting.
"Nih untuk kamu." Meiwa memberikan makanan itu pada Ginting.
Ginting tersenyum kecil. "Makasih Mei, harusnya kamu gausah repot gini."
"Gak repot kok, apalagi untuk orang yang Aku sayang."
Mendengar ucapan Meiwa, membuat Ginting tertegun untuk beberapa saat.
"Maksud kamu?" Tanya Ginting.
"Yah kamu tau lah." Meiwa menghela nafasnya. "Hubungan kita kan berakhir dengan mendadak, wajarlah Aku masih menyimpan perasaan cinta sama kamu. Akupun yakin kamu masih sayang juga kan sama Aku?"
Ginting bingung harus menjawab apa, sebab ucapan Meiwa benar adanya jika Ginting masih sedikit menyayanginya, tapi karena ia sudah menjadi Suami dari Lea. Ia tak mungkin menjawabnya dengan jujur.
"Ngaco kamu ah."
"Jujur aja Ting, kamu masih sayang kan sama aku?"
Ginting tak menjawab, ia mengalihkan pandangannya pada makanan yang barusan Meiwa berikan.
"6 tahun kita sahabatan, 1 tahun lebih kita pacaran, gamungkin sih Ting semudah itu kamu lupain aku."
"Meiwa.."
"Kita udah sama-sama tahu kehidupan kita masing masing, kamu udah terbiasa jalani hari-hari dengan aku, gamungkin kamu lupain Aku dalam sekejap mata."
"Meiwa cukup."
"Aku ini salah apa sih sama kamu sampai kamu tega khianatin aku kaya gini?!" Meiwa berbicara dengan nada yang cukup tinggi.
"Disaat aku lagi sayang-sayangnya sama kamu, Aku lagi cinta-cintanya sama kamu, Aku yang selalu ada disamping kamu bahkan dari kamu Nol. Tapi kenapa kamu tega ngekhianatin aku dan lebih milih temen lama kamu itu Ting?!" Lanjutnya.
"Meiwa, tolong kontrol emosi kamu, ini di negara orang.." Ginting memegang bahu Meiwa.
"Aku kali ini gabisa nahan unek-unek aku Ting, dari waktu itu kamu selalu menghindar dari aku, dan tiba-tiba kamu kasih kabar kalau kamu mau nikahin temen kamu, gila gak sih kamu ini hah?!"
"Aku minta maaf.."
Meiwa menggeleng. "Kamu gak salah Ting, yang salah si jalang itu! Aku yakin dia ngegoda kamu kan sampai-sampai kamu tergoda sama dia?!"
Ginting mengernyit. "Jalang? Siapa? Jangan bilang maksud kamu--"
"Iya, LEA! Siapa lagi?"
"Wush wush ada yang manggil nama si Cantik nih, ada apa?"
Mendengar pertanyaan itu, Ginting dan Meiwa seketika menoleh pada sumber suara yang barusan mereka dengar.
"Lea?" Tanya Ginting.
"Hey sayang, katanya mau beli makanan buat aku?"
"Maaf Le, tadi aku keburu ketemu sama Meiwa dan--"
"Oh ada Meiwa, Hai Meiwa!" Lea melambaikan tangannya pada Meiwa.
Meiwa tak membalas lambaian tangannya pada Lea, ia justru menatap Lea sinis.
"Haduh Le, kalau jalan jangan cepet amat dong, harus save energi nih Gue!" Ucap Jonatan yang baru datang.
"Idih, Atlet kok kalah sama ibu hamil?"
Lea menghampiri Jonatan, dan mendekatkan wajahnya pada telinga Jonatan.
"Tuh Jo, si Meibelin mau mohoduhus sama laki Gue." Bisik Lea.
"Mohoduhus? Apaan tuh?"
"Modus bego! Ah ga gaul Lo!"
"Kamu jalan cepet? Bahaya loh buat kandungan kamu." Ucap Ginting.
"Ih abisnya aku udah laper tau nungguin makanan dari kamu, kamu sih lama."
Ginting menghela nafasnya. "Maafin aku ya."
"Gapapa kok, yuk cari makananya sekarang? Aku udah laper nih."
"Helloo, disini ada aku loh Ting, kok Aku dicuekin gini sih?" Meiwa berdiri lalu menghampiri Ginting.
"Mei, sorry, ini Lea emang bilang laper dari tadi dan dari berangkat kesini pun dia belum makan, sorry ya Aku sama Lea cari makan dulu."
Ginting lalu menarik Lea untuk pergi dari situ dan mencari makan.
"Dadah Meibelinn~" Ucap Lea.
"Aarghh!" Meiwa menghentakan kakinya. "Awas ya Lea, Gue bakal bikin perhitungan sama Lo!"
"Jangan macem-macem sama cewe itu, dia sakti loh."
Meiwa mengernyit. "Sakti?"
"Iya." Jonatan terkekeh. "Buktinya dia bisa bikin Lo sama Ginting putus hahaha."
Jonatan lalu meninggalkan Meiwa sendiri dan menyusul Lea dan Ginting.
"Arrghh sialan juga Lo Jojo, awas aja kalian!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Rankle
RomantizmEntah apa yang dimimpikannya semalam hingga kedua orangtuanya tega menikahkan anaknya dengan seorang perempuan---berbadan dua. "Udah bunting duluan, gesrek pula" -ASG