2 | Percuma

22 1 0
                                    

"Res, nyaman jadi kuncen sekre?"

Aku yang sedang mengurusi data himpunan di ruang sekretariat pun menoleh pada orang yang masuk.

Itu Dani, teman sekelas Delyn.

"Yoi, formalitas. Kalo gue kerjain di rumah nanti disangka gue gak pernah kerja." Jawabku sarkas.

"Hahaha gila parah juga jawaban lu." Dani duduk di sebrang, kemudian menegak minuman bewarna merah pekat, hampir bewarna hitam.

"Katanya berhenti minum." Ucapku masih mengurusi data.

"Lagi banyak pikiran."

"Hahaha bacot lu. Kapan lu serius mikir?"

"Asli, brad. Gue salah ambil pilihan. Nyesel tapi gak mau berakhir."

Aku menyimpan pulpen dan memilih bicara empat mata dengan Dani, "Ada masalah sama Jane?"

Dani menaikkan bahunya, "Lebih rumit-"

Aku mengerutkan dahi, tumben sekali orang yang-masa bodoh- seperti Dani bisa memiliki masalah cinta juga. Tapi jika dibandingkan denganku, Dani jauh lebih baik dariku sebagai lelaki dalam urusan cinta.

"-gue suka sama adik tingkat, dan adik tingkat itu juga."

"Serius? Apa kabar Jane?"

"Itu dia. Gue gak mau nyakitin hati Jane, juga adik tingkat itu, Tara namanya-"

Aku merasa tertampar. Sedangkan aku dan Delyn bisa dengan mudahnya berpisah.

"-jadi gue lagi coba mengembalikan keadaan. Gue baikan lagi sama Jane dengan cara gak nyakitin hati Tara. Makanya gue lagi pusing."

Aku mengangguk. Menandakan aku paham dengan masalah Dani. Aku tak mengatakan apapun, karena aku tau Dani tidak membutuhkan saran atas semua masalahnya. Dia lebih terobsesi untuk menyelesaikannya sendiri.

"Terus gimana kamu sama Delyn?"

Pertanyaan yang sedikit menyetrum.

"Oh, gue pisah sama dia."

Dani menoleh dan bergeming sementara, "Oh ya?" Ia lalu mengangguk pelan, "Pada akhirnya lu milih pilihan itu."

Giliran aku yang mengangkat bahu, "Gue merasa udah gak cocok aja. Delyn juga beranggapan gitu kayaknya."

"Hahaha mana ada Delyn beranggapan kayak gitu."

Aku mengerutkan dahi, "Maksud lu?"

"Lu tau sendiri Delyn bukan cewek yang kayak gitu. Pasti ada penyesalan juga. Tapi Delyn cewek yang tangguh. Itu bukan bermaksud buat lu menyesal. Itu pilihan lu, yah, memang semua hal gak bisa di paksakan."

Aku kembali bergeming. Mencerna kata-kata Dani. Ah, benar-benar mengganggu pikiran.

"Minta,"

Dani terkekeh, dia berhasil menularkan stress-nya padaku. Ia pun memberikanku minumannya padaku. Rasa kecut campur pahit samar-samar manis kering itu membuat aku merasa hidupku juga begitu. Dasar, manusia penuh filosofi bernama Dani.

"Res, hari ini anniv ke 3."

"Terus?"

"Gak ada hadiah?"

"Gak."

"Yaudah."

"Ih, kok nyerah?"

"Emang mau maksa apa? Nih, aku kasih kamu syal rajutan aku sendiri. Pake kalo kamu ke Aussie."

"Oh, kamu dari kemarin sibuk tuh ngerajut ini?"

Still xx You (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang