14 | Reuni

6 1 7
                                    

[Maaf]

Pesan yang ku dapat dari Verga.

Aku menyimpan smartphone-ku di meja cabinet kemudian membiarkan tubuhku tenggelam dalam balutan selimut di kasur.

Sebenarnya aku tidak bermaksud menyakiti hatinya. Aku ingin tetap bersamanya tanpa ikatan hubungan apapun. Jika boleh menyalahkan, aku menyalahkan Verga yang menyimpan hati padaku. Tapi tetap saja, cinta tak bisa di salahkan.

"Aku suka sama Kak Ares."

Aku terdiam. Diamku membuat tempat sunyi ini semakin sunyi. Hanya ada angin dan desir dedaunan yang bersorak tak beraturan.

Aku menoleh, menatap sendu wajah canggung Verga yang tak sabaran mendengar jawaban dariku. Ini sebuah kesalahan. Aku tak pernah bermaksud dekat dengannya untuk hal seperti ini.

"Kak...?"

Aku memaksa diriku sendiri untuk tersenyum karena aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Takut untuk menolak, tapi tak ingin terikat dalam sebuah hubungan.

"Kau menyukaiku dengan tujuan apa?" Tanyaku pelan.

Tiba-tiba aku teringat kalau Dani pernah berkata padaku. Jika seseorang menyukaiku, tanyakan tujuannya. Dan jawaban dia bisa membuatku menentukan pilihan.

Benar, aku tidak boleh panik dulu. Mungkin saja bukan rasa suka karena cinta.

"A-aku suka. Karena mungkin pintu hatiku mulai terbuka. Bukan pelampiasan, aku yakin sekali. Aku mulai belajar mencintai semua hal tentang Kak Ares."

Oh tidak.

Aku bergumam panjang, masih dengan senyuman pahit. Kemudian menepuk ujung kepalanya pelan sambil menatapnya dengan sedih.

Ia paham bahasa tubuhku. Ia mencoba memalingkan wajahnya karena matanya mulai berkaca-kaca.

Jadi aku segera mengajaknya pulang. Selama perjalanan kami terdiam tanpa sepatah kata apapun. Bahkan lantunan instrument dari radio tidak berhasil memecahkan kesunyian.

"Terima kasih kak." Setelah sampai di depan rumahnya, aku turun dan mengantarnya sampai pintu pagar.

Aku ingin bicara sesuatu, tapi rasanya bibirku kelu. Jadi aku hanya mengangguk dan tersenyum. Kemudian pulang dengan perasaan kacau.

"Aku harus apa, Tuhan..." Keluhku sambil berguling-guling. Sampai ada pesan masuk lagi. Kupikir Verga, namun lagi-lagi wanita yang entah siapa terus menerus mengganggu.

[Astaga, kamu memblokirku? Itu kejam, Aresta.]

"For the god sake, who the hell is she." Kesalku. Kemudian aku menekan tombol telepon pada nomor tak di kenal itu.

[Akhirnya kau ingat?] Ucap suara nyaring dari sebrang sana.

"Oke, kamu yang bernama Galuh entah apa yang tiba-tiba mengangguku. Aku tidak ingat kamu siapa dan apa mau kamu?"

[Sungguh?! Kau benar-benar kejam Aresta. Padahal aku yang selalu di sisimu ketika SMP]

Aku menaikkan sebelah alisku, kembali mengingat siapa yang selalu di sisiku. Tentu saja selain Delyn.

"Oh. Kayaknya aku ingat." Aku menjawab dengan malas.

[Benarkah? Akhirnya kamu ingat aku. Sudah selama ini ya, akhirnya aku mendapat nomormu. Kau juga terlihat berbeda, lebih keren dari terakhir kali melihatmu]

Astaga, wanita benar-benar menakutkan. Kemampuannya melebihi detektif jika dia membutuhkan informasi.

"Lalu apa mau mu? Reuni?"

Still xx You (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang