8 | Kenangan

9 1 1
                                    

[Aku ada tempat yang pengen di kunjungi bareng kamu. Sibuk gak? Hari ini.]

Begitu pesan yang kudapat dari Verza. Setelah membalas pesan itu yang berisi persetujuan, aku pun segera bersiap.

"Mau kemana?" Tanya mama yang melihatku berdandan.

"Main." Tidak mungkin kujelaskan.

"Sama Ares?"

"Engga, Ares istirahat."

"Kenapa gak sama dia sekalian?"

Aku menoleh pada mama dengan wajah memelas, "Ayolah ma, gak setiap hari aku sama Ares."

"Lho, kamu kan memang seperti itu."

Setelah diingat lagi, benar kata mama. Setiap aku izin keluar, pasti selalu dengan orang Australia yang satu itu. Ah, suram.

"P-pokoknya gak sama Ares hari ini. Ares lagi istirahat."

Mama mendengus pelan, "Ya udah hati-hati."

"Oke."

Akhirnya aku lolos. Semoga saja tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan karena tidak jujur pada mama.

[Aku tunggu jam 10 di halte.]

Ini masih jam tujuh. Masih sempat untuk membuatkan Ares sarapan. Karena aku sudah sepakat akan memasak untuk Ares karena tabungannya Ia pakai untuk menutupi hutang acara kampus kami kemarin.

Aku ingin membantunya juga karena akhirnya Ares melakukan sesuatu untuk himpunannya setelah menjabat tidak serius sebagai ketua himpunan.

Selama menjadi ketua -ditunjuk begitu saja karena tidak ada yang mencalonkan, Ares hanya melakukan tugasnya sesuai formalitas publik. Dibelakang layar, wakil ketua dan pengurus lain yang bekerja. Namun tidak ada yang bisa protes karena itu akibat mereka memilihnya walaupun Ares sudah menolak mati-matian.

Mereka juga tidak kuasa untuk membencinya. Memang cinta buta adalah hal paling buruk yang pernah ada.

Lagipula, Ares orang yang sangat humble di depan publik. Sebaliknya, jika bersama teman dekatnya, ia menunjukan sifat aslinya yang pemalas dan tak acuh. Pokoknya sungguh menyebalkan.

"Ares, bangun! Bantu aku bikin sarapan buat kamu!" Teriakku sambil menyimpan belanjaan di dapur.

Tidak ada jawaban apapun. Jadi aku mencoba pergi ke kamarnya.

Terlihatlah seorang pangeran tidur yang masih nyenyak terlelap di kasurnya. Tidurnya tidak berantakan. Ares memang akan seperti orang mati jika sudah terlelap, diam seperti posisi awal ia tertidur sampai bangun.

"Woi, bangun. Mau sarapan, gak?"

Tidak ada reaksi apapun. Aku tau, dia lelah karena kesibukan kemarin. Tapi tidak untuk dibiasakan bangun siang. Lagipula ini sudah jam delapan.

"Ares! Bangun, atau aku pukul?"

"Ngghh, berisik." Jengkel Ares dengan suara parau. Ia masih belum membuka matanya.

"Aku pukul beneran nih."

Sambil menyuruhnya bangun, aku memukulnya beberapa kali dengan bantal. Ares yang mulai menyerah pun merebut bantal yang kupakai untuk memukulnya kemudian bangkit pada posisi duduk

"Argh!! Ganggu aja, napa sih?!" Kesalnya masih setengah sadar.

"Harusnya kamu berterima kasih. Bangun lebih dari jam 8 bakal bikin kamu sakit kepala."

"Suaramu justru yang bikin aku sakit kepala!"

"Gak usah ngeluh! Sana cuci muka! Masih untung aku mau bikinin kamu sarapan."

Still xx You (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang