"Delyn, kenapa kamu begini padaku? Aku kecewa. Sungguh."
Aku menggeleng dan perlahan mengambil langkah mundur.
"Lihat, hatiku hancur. Tak mungkin bisa utuh kembali. Ini salahmu."
Aku menutup telingaku, "Maafkan aku, maafkan aku, mam Meggy. Maaf."
"Aku menyayangimu, dear."
Aku membuka kedua mataku. Matahari dan angin dari jendela sungguh mengusik. Entah sudah jam berapa ini, untungnya hari ini jadwal kelas siang.
"Mimpi..."
Aku mencoba untuk bangkit dan mengerang pelan. Kenapa mimpi itu terasa menakutkan sekaligus nyata. Tiba-tiba aku lebih merindukan orang tua Ares dibanding orang tuaku sendiri yang sedang berlibur ke rumah Nenek di Semarang.
Ternyata sudah pukul sembilan dan kelas siang di mulai pukul satu nanti. Sebaiknya aku bangun dan melakukan sesuatu dulu. Seperti mandi, membereskan rumah dan membuat sarapan.
Saat siap sarapan, seseorang mengetuk pintu depan dan diikuti dengan suara yang kukenal memanggil namaku.
"Kak Athena?" Aku melihat wanita di depanku ini dengan pakaian musim dinginnya.
"Hi, dear. Aku ke sini mau pamit saja." Ucap Athena sambil tersenyum.
"Mau kembali ke Aussie? Masuklah dulu, aku bikin roti selai."
"Gak usah. Aku harus langsung pergi."
"Oh. Tapi kenapa tiba-tiba? Kukira Kak Athena bakal di sini sama Kak Marshall."
"Yah, inginnya begitu. Tapi tiba-tiba aku merasa takut lagi. Jadi aku ingin bertemu mam dan dad. Marshall bilang dia akan menyusul nanti. Lagi pula kita sudah berhubungan dua bulan."
Ah benar juga, sudah dua bulan berlalu setelah akhirnya Athena memutuskan untuk memiliki ikatan dengan Marshall.
"Jadi aku pamit dan menitipkan Ares lagi padamu. Haha."
"Ah, baiklah. Safe flight, dan titip salamku pada mereka."
"I will. Bye Delyn." Athena memelukku dan mengecup pipiku. Ia pun pergi diantar oleh Ares. Mungkin setelah mengantar Athena, kami akan bertemu lagi di kampus.
Namun yang membuatku takut, aku bermimpi soal mam Meggy dan Athena dengan perasaan khawatirnya buru-buru kembali ke Aussie. Semoga saja firasat ini tidak benar.
-
Hari-hari berikutnya, aku ke kampus seperti biasa. Masuk kelas, mengobrol dengan teman-teman yang lain, membantu mengurusi himpunan dan sebagainya.
Namun yang tidak biasa, Ares terlihat lebih banyak diam. Biasanya dia akan menghampiriku dan melakukan hal bodoh untuk mencari perhatian. Tapi saat bertemu denganku, dia hanya menyapa dan sedikit bercanda, kemudian pergi.
"Lyn, gimana kata pembimbing? Soal skripsimu." Tanya Ares ketika aku baru saja selesai bimbingan.
"Masih banyak yang harus di revisi. Menyebalkan."
"Padahal aku sudah menawarkan skripsi sempurna milik Aresta Riazki buat kamu nyontek."
"Gak mau. Ini tugasku. Urus saja skripsi sempurnamu itu sendiri."
"Cih, dasar kaku gitu," Ares tertawa, "Ya udah aku ke sekre basket dulu ya."
Aku melambai pelan kemudian terdiam entah harus melakukan apa. Ares sudah bukan siapapun lagi, kenapa aku malah murung ketika ditinggalkan begini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Still xx You (✓)
Teen FictionPerang berakhir, akhirnya kami berpisah. Namun kami masih terjerat dalam ikatan benang merah yang pernah menyatukan. . Gunting? Atau simpul kembali? Biar waktu yang menjawab.