"—Moving on will be kinda hard, at least you'll find your own happiness."
Dani tertegun dengan kata-kataku. Ia tersenyum dan paham dengan saranku tersebut.
"Makasih, Res."
"Apapun."
"Tapi jujur gue gak ngerti sama kata-kata terakhir yang pake bahasa Inggris."
"Anjir, tolol ih."
"Hahahaha. Ya udah sana temuin Delyn lagi." Dani menepuk punggungku.
"Mana mungkin dia masih di atas."
"Yeh, belom juga diliat udah sok tau."
"Lu kali."
Aku pun pergi meninggalkan Dani yang pergi ke arah lain. Dia bilang akan bertemu teman komunitas teaternya. Cih, mengingatkanku pada pria yang paling kuhindari.
Aku kembali ke tempat di mana aku menunggu Mochi tadi. Betapa terkejutnya aku, Dani benar, masih ada seseorang yang menunggu di sana. Delyn.
Hatiku terasa hangat, sekaligus sedikit tersetrum. Apa hubungan kami akan berangsur membaik? Aku harap begitu.
"Res, udah ngobrolnya?" Tanya Delyn yang menoleh, menyadari kehadiranku.
Aku berjalan menghampiri, "Iya, dia curhat soal Jane."
"Oh ya? Kemarin aku ngobrol sama Jane-senpai loh."
"Soal Dani, kah?"
Delyn mengangguk, "Dia sebenarnya lelah dengan Dani yang kurang bisa menjaga pergaulan. Maksudnya ia lelah menahan cemburu setiap Dani deket sama temen ceweknya."
"Kamu juga termasuk dong?"
"Itu dia makannya, aku merasa bersalah juga. Tapi dia bilang udah percaya sama aku dan Rene."
"Kukira Jane gak sampai cemburu gitu. Dan si tolol Dani masih gak nyadar. Digituin sama Jane malah makin ngelunjak cemburu sama adik tingkatnya."
Delyn terkekeh, "Kalau aja Dani paham dan mereka saling menahan ego. Pasti gak akan bertengkar kayak gini. Aku gak mau mereka putus, jujur aku suka sama hubungan mereka."
Aku terdiam menatap Delyn. Lalu bagaimana dengan hubungan kita? Apa kau punya rasa penyesalan?
"Aku harap salah satu dari kita nanti paham cara memahami ya. Haha. Biar gak dikit-dikit masalah terus."
Lagi-lagi dadaku terasa sesak.
"Di sini kalian rupanya!" Panggil seseorang (lagi) dari belakang kami. Itu Rene dan Varrel.
"Kenapa, Rene?" Tanya Delyn.
"Kalian, ayo pesta di rumahku!" Ajak Varrel dengan wajah cerianya.
"Pesta apaan?" Tanyaku heran.
"Katanya dia diterima jadi salah satu anggota band waktu audisi kemaren. Yeay, ada yang baru jadi member band!" Jelas Rene tanpa ekspresi.
"Lu bisa rada seneng dikit pas ngejelasinnya gak sih?" Jengkel Varrel.
"Wah, selamat, Rel. Gila, kemarin baru depresi ama skripsi, sekarang udah seneng lagi aja." Delyn terkekeh.
"Ya jangan ingetin soal skripsi lagi dong." Varrel memasang wajah sedih.
"Yaudah, nanti ke rumah Varrel habis kelas ya!" Kini Rene bersemangat.
"Siapa aja?" Tanyaku.
"Kita berempat doang. Kagak ada budget gue." Jawab Varrel dengan wajah memelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still xx You (✓)
Teen FictionPerang berakhir, akhirnya kami berpisah. Namun kami masih terjerat dalam ikatan benang merah yang pernah menyatukan. . Gunting? Atau simpul kembali? Biar waktu yang menjawab.