Aku duduk di sofa lobby hotel. Menunggu Verga yang katanya ingin ke toilet sebentar. Aku paham, dan telah menunggunya selama lebih dari 10 menit.
Sebenarnya tidak masalah. Wajar saja ia meluapkan semua emosinya setelah terpendam sejak lama. Aku yakin, Verga wanita yang tangguh.
Akhirnya Verga keluar dari toilet dan menghampiriku dengan senyuman yang biasa ia berikan, walaupun terlihat sedikit palsu.
"Maaf, nunggu lama ya, kak."
Aku menggeleng pelan, "Perasaanmu sudah baik?"
Ia mengangkat bahunya namun mencoba untuk tidak membuatku khawatir dengan senyumannya, "Segera."
Aku bangkit dari posisi duduk, "Ya udah ayo pulang."
"Iya, tapi sebelum itu boleh kita berhenti dulu di suatu tempat ?"
"Well, why not?"
Verga tersenyum, "Terima kasih."
Kami mulai berangkat dengan mobilku. Menuju tempat yang Verga tunjukan di daerah Lembang. Walaupun akses jalan yang tidak begitu lancar karena jalannya yang masih bebatuan, namun setelah sampai, semua terbayarkan dengan suasana yang ada.
"Tempat apa ini?" Tanyaku.
"Kebun teh. Memang sejauh mata memandang hanya ada tanaman teh, tapi tidak pernah gagal membuat hatiku damai." Jawab Verga yang kini senyumannya terlihat lebih hidup.
Aku setuju. Tempat ini begitu sejuk dan damai. Apalagi tidak ada siapapun disini, seketika membuat tubuhku rileks dan lebih ringan.
"Kakak suka?" Tanya Verga.
Aku mengangguk, masih mengagumi pemandangan kebun tersebut.
"Eh tapi kok malah aku yang dihibur begini. Kabar kamu gimana?"
"Kakakku biasanya mengajakku kesini kalau dia sedang punya masalah. Tempat ini membuat pikiran lebih tenang dan lebih mudah berfikir jernih. Itu tertular padaku."
"Jadi aku tidak perlu khawatir lagi ya?"
Verga tersenyum, "Aku malah lebih beruntung, karena tidak hanya suasana damai ini saja yang aku dapat."
Aku menoleh padanya, menatap dengan tatapan tanda tanya.
"Aku suka sama Kak Ares."
--
Aku duduk terdiam di sofa rumah Ares sambil mengamati jam. Sudah jam 3 sore dan aku masih kesal setelah Ares pergi tiba-tiba sejak tadi pagi.
Padahal aku sudah bangun pagi untuk mengantri di pasar untuk membuat makanan untuknya. Tapi malah percuma.
"Kemana sih dia?" Jengkelku.
Lalu smartphone-ku berdering. Ada panggilan masuk dari Verza. Aku pun segera menekan tombol hijau dan mendekatkannya di telingaku.
[Hai Delyn. Sedang apa?]
"Haii, aku sedang tidak melakukan apapun. Haha."
[Kenapa? Hari liburmu membosankan?]
"Lebih tepatnya kesal. Tapi aku gak papa."
[Haha, ada-ada saja kamu]
"Kamu sendiri?" Aku merubah posisiku sambil memeluk bantal sofa.
[Aku baru beres bikin desain studio gitu]
Walaupun hanya obrolan biasa, tapi percakapan kami terasa manis dan menarik. Kami bersenda gurau bersama, juga saling memperhatikan satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still xx You (✓)
Ficção AdolescentePerang berakhir, akhirnya kami berpisah. Namun kami masih terjerat dalam ikatan benang merah yang pernah menyatukan. . Gunting? Atau simpul kembali? Biar waktu yang menjawab.