"Ya buat fyi aja. Ares lagi deket sama cewek, gak tau siapa. Namanya Verga kalau gak salah."
Mendengar ucapan Varrel itu membuatku menghentikan kegiatan mengunyahku. Aku lalu menatap Varrel.
"Maksudmu?"
"'Maksud' apa? Kurang jelas kah aku ngomong?"
"Apa urusannya sama kita, bodoh." Jengkel Rene.
"Ada kok, nih cewek depan kita ini." Varrel menunjukku dengan dagunya. Mereka berdua menatapku yang mengerutkan dahi, kemudian tersenyum miris.
"Kamu tau dari mana, Varrel?" Tanyaku.
"Tadi aku liat Ares senyum-senyum gitu ke cewek. Mana keliatannya udah deket gitu. Terus aku nanya ke temenku, 'tau cewek itu gak?' Temenku tau, katanya namanya Verga, dia temen Mochi yang suka nyanyi di cafenya Mochi."
"Oh lebih muda dari kita? Tapi kamu kenapa cepet banget ambil kesimpulan sih?! Kalau emang cuma ngobrol biasa apa masalahnya?" Jengkel Rene.
"Yah," Varrel menoleh padaku, "Tiga tahun temenan sama Ares, aku tau mana senyuman untuk orang yang dia kagumi sama untuk orang lain sekedar formalitas. Dan senyumnya di ruangan itu, sama kayak Ares senyum buat Delyn."
Aku merasa sesuatu baru saja menusuk jantungku.
"Jadi itu alasannya?" Ucapku pelan.
"Kenapa Delyn?" Tanya Rene khawatir.
Aku tersenyum miris, "Jadi itu alasan dia mengizinkanku untuk dekat dengan cowok lain. Karena dia juga sudah punya penggantinya."
"Bukankah bagus? Kalian akhirnya punya pengganti masing-masing."
"Ha? Serius kamu bilang gitu?" Varrel membantah, "Kalau aku bakal nunggu sekitar sebulan atau dua bulan sampai hati ini beneran pulih dan siap buat nerima seseorang yang baru."
"Ih, Varrel!!" Rene memukul lengan Varrel. Rene paham kalau kata-kata Varrel itu lagi-lagi membuatku merasakan tusukan yang selanjutnya.
"Kami berdua memang sudah tersesat."
[Aku ingin mengajakmu pergi ke suatu tempat, boleh?]
--
"Kak Ares?"
Ketika aku hampir terlelap di ruang sekretariat, seseorang memanggil namaku dan membuatku segera bangkit.
"Ah, maaf, aku ganggu tidur kak Ares, ya?"
"Oh, Verga. Engga kok, ada apa?" Aku menghampiri Verga di luar ruangan.
"Aku mau ngobrol bentar aja sih."
"Boleh kok, boleh. Hm, gimana kalau sambil beli minuman?"
Verga tersenyum menerima tawaranku. Jadi kami berdua pun pergi membeli minum di vending machine dan duduk di taman depan kolam ikan belakang kampus.
Ia merasa canggung berjalan bersamaku karena beberapa kali orang-orang menyapaku, dan lebih banyak wanita. Jadi dia sedikit berjaga jarak denganku. Sampai di taman pun ia duduk sedikit jauh dariku.
"Gak papa, santai aja." Ucapku sambil mendekatkan jarak kami.
"Kak Ares populer ya? Aku jadi minder."
"Mereka mah gak pernah liat bule aja. Jadi sikapnya mempopulerkan orang yang padahal sama aja manusia biasa kayak mereka."
"Haha, tapi aku denger dari Mochi, kakak memang pantes disebut populer. Punya panggilan pula? Worthy prince kalau gak salah ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Still xx You (✓)
Genç KurguPerang berakhir, akhirnya kami berpisah. Namun kami masih terjerat dalam ikatan benang merah yang pernah menyatukan. . Gunting? Atau simpul kembali? Biar waktu yang menjawab.