27 | Selesai

4 1 3
                                    

Aku sudah sampai, persis di mana aku dan Verza pertama kali bertemu. Burger prince di mall dekat kampus, di meja paling ujung. Dan aku melihat Verza yang sudah duduk di tempat yang sama. Membuat hatiku semakin sakit. Namun ini pilihanku. Aku harus kuat.

Rene bersikeras untuk ikut, namun aku meyakinkan kalau ini masalah antara aku dan Verza. Biar kami berdua yang menyelesaikan masalah ini. Secara empat mata.

"Kau sudah menunggu lama?" Aku mengawali dengan sapaan hangat.

Verza tersenyum, "Memang kebetulan sedang makan di sini."

"Begitu ya."

Kami terdiam dalam waktu yang cukup lama. Membuatku semakin gugup bahkan hanya melihat wajahnya. Semua persiapanku runtuh begitu saja, takut dengan apa yang akan di katakan.

"Delyn," panggilnya. Membuatku sedikit tersentak.

"I-iya?"

"Boleh aku tahu lebih jelas? Perihal keputusan kamu ini?"

"Ah, iya." Aku menunduk dan memainkan jari-jariku yang terasa dingin. Aku juga mulai mengatur napasku, melawan rasa gugup.

"Maaf, aku gak bermaksud untuk membuat hubungan kita seperti ini. Aku serius denganmu. Hanya saja, rasa ini ada pada waktu yang salah."

"Hm, jadi kamu berpikir kalau perasaan padaku hanyalah pelampiasan?"

"Emh.. kasarnya begitu. Aku tau ini salah. Tidak seharusnya aku memainkan hatimu. Maaf. Aku sudah mencoba semampuku, tapi ini hanya menyakitiku lebih banyak."

Verza tersenyum kecut, "Apa ini juga tentang Aresta?"

Seakan tembokku runtuh, dan sebuah panah berhasil mengoyak jantungku. Rasanya sakit sekali. Aku takut kalau memang itulah salah satu alasannya.

"Verza,"

"Sudah cukup, Delyn. Aku mendengar semua penjelasanmu. Aku juga salah, karena memaksamu menyukaiku. Tapi seharusnya kamu bisa katakan dari awal kalau perasaanmu ini tidak sungguhan."

"Maafkan aku."

"Sepertinya kau akan bahagia dengan mantanmu itu. Juga, aku memaafkanmu, tapi, tolong jangan menemuiku lagi. Jangan salah paham. Aku masih menyukaimu, aku tidak ingin pertahananku ini goyah dengan melihat wajahmu lagi."

Verza bangkit kemudian meninggalkanku begitu saja tanpa mendengarkan penjelasan terakhir dariku.

Mataku mulai berkaca-kaca dan sedikit demi sedikit mulai mengalir dan membasahi pipiku. Aku mencoba menahan isak dengan menutup wajahku di meja.

Yang membuatku semakin sakit, Verza lebih percaya kalau alasan berakhirnya hubungan kami ini karena Ares. Ini sungguh menyakitkan. Seakan masalahku dengan Ares tidak akan pernah berakhir.

Sedang tenggelam dalam isak tangis, aku menerima sebuah pesan. Aku membukanya dan melihat pengirimnya adalah Galuh.

[Sedang apa? Bisa kita bertemu sekarang?]

Aku sedikit terkejut dengan pesan ini. Setelah sekian lama tidak mendapat kabar darinya, tiba-tiba mengirim pesan padaku seperti ini. Apa ini soal taruhannya?

Aku menyeka air mataku dan mulai membalas pesan Galuh kalau kebetulan aku juga sedang di luar.

[Baiklah, aku akan menemuimu]

Setelah masalah dengan Verza, aku harus memikul lagi masalah dengan Galuh? Ah, sungguh. Kalau saja aku tidak sekuat ini, mungkin aku sudah entah kehilangan nyawa di mana.

Semoga itu tidak terjadi.

Tapi, melihat pesan yang dikirimnya ini, kenapa aku merasa kalau Galuh tidak datang untuk membawa masalah? Apa mungkin aku memang tidak seharusnya berfikir negatif tentangnya.

Still xx You (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang