Hari ini, kami mengadakan upacara pemakaman mam Meggy dua hari setelah dipastikan oleh dokter, beliau tak lagi ada di dunia ini. Paman James pun sudah bisa keluar dari rumah sakit dengan tangan yang diberi gips.
Aku di sini membantu mereka mengadakan upacara hingga tak ada siapapun lagi yang berduka di hadapan nisan mam Meggy.
Paman James dan Athena mengurusi tamu yang datang, sedangkan aku berdiri di belakang Ares yang duduk membisu di depan batu nisan tersebut.
Perlahan aku mendekatinya. Ares benar-benar hancur. Aku yang bukan siapapun ini saja merasa sangat kehilangan, bagaimana Ares?
Diamnya adalah kehancuran paling fatal dari Ares.
"Maaf." Ucapku pelan.
Ares menoleh sedikit, "Kenapa harus minta maaf?"
Sedih rasanya mendengar suara parau Ares. Selama kenal dengannya, aku belum pernah melihat Ares begitu putus asa seperti ini.
"Aku merasa amat sangat bersalah. Tidak ada kata lain yang bisa aku lontarkan selain itu. Padamu, juga mam Meggy."
Ares menggeleng pelan, "Aku paham. Tapi jangan. Bukan tugasmu mengemban beban itu."
Aku terdiam mendengar kata-kata Ares tersebut. Semakin terasa menyakitkan.
"Maksudku," Sambung Ares, "Aku baik-baik saja. Maaf, tidak bisa menghiburmu seperti biasanya."
"Kenapa kamu bilang begitu? Aku yang harusnya melakukan itu, Ares."
Ares tersenyum kecil, "Benar. Makannya aku bilang jangan pernah merasa bersalah dan pulanglah ke Indonesia. Kamu gak boleh melewatkan kelas dan bimbingan. Kamu harus lulus."
"Bagaimana denganmu?"
"Aku masih punya jatah dua minggu tidak masuk dan skripsiku sudah selesai. Jangan khawatirkan aku dan pulanglah."
Tak ada alasan lagi untuk aku tetap berada di sisinya. Aku ingin menghiburnya namun sepertinya aku sudah terlalu jauh dengannya. Aku merasa kalau memang keberadaanku di sini hanya beban untuk Ares.
Dengan pasrah, aku mulai menggerakan kakiku dan berbalik, "Baiklah, aku akan pergi."
Ares mengangguk, "Hati-hati."
Sekuat tenaga menahan tangis, aku pun berjalan menjauhi Area yang bahkan tak sedikitpun ada keinginan untuk beranjak.
"Delyn, bagaimana keadaan Ares?" Tanya Athena yang melihatku datang.
Aku menggeleng, "Aku tidak ingin membebaninya lagi, maaf aku harus kembali ke Indonesia."
"Sungguh?" Athena terlihat sedih, namun ia mengangguk paham, "Biar aku antar ke bandara."
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri."
"Delyn," Panggil suara berat dari pria yang menghampiriku.
"Uncle James." Aku tersenyum.
Dengan wajah sendu, ia memelukku erat walaupun dengan sebelah tangannya. Aku mendengar kalau Paman James sedikit terisak dalam dekapan ini.
"Terima kasih banyak, Delyn."
"Tidak, uncle James. Aku yang harusnya berterima kasih."
Rasanya seperti memeluk orang tua sendiri, aku memang sudah dekat dengan keluarga mereka, begitu pula sebaliknya. Kami sudah sejauh ini mengikat erat hubungan, namun dengan pilihan egois aku mengguntingnya, berpisah dengan Ares padahal mereka menginginkan kebahagian kami berdua.
Aku merasa sangat bersalah, tanpa sadar, aku ingin memperbaiki hubungan ini lagi. Apalagi mengingat permintaan terakhir mam Meggy padaku adalah menikahi Ares dan hidup bahagia. Tahu begini jadinya, seharusnya aku menerima kembali perasaan Ares.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still xx You (✓)
Teen FictionPerang berakhir, akhirnya kami berpisah. Namun kami masih terjerat dalam ikatan benang merah yang pernah menyatukan. . Gunting? Atau simpul kembali? Biar waktu yang menjawab.