26 | Pengakuan

5 1 2
                                    

Aku sampai di sebuah studio musik, tempat Varrel ikut audisi pencarian member band. Dia benar-benar berbakat dalam bidang musik. Baginya, musik adalah darah yang mengalir pada dirinya.

Tanpa audisi untuk menjadi member sebuah band pun, sebenarnya dia bisa menjadi penyanyi solo yang pandai memainkan segala alat musik.

"Ah Ares, so sweet banget sih jemput gue ke sini. Jadi sayang deh." Goda Varrel yang menemuiku di luar studio.

"Iya sayang, aku kan perhatian sama kamu. Aku pengen cepet ketemu kamu biar bisa aku pacul." Jawabku sambil tersenyum manis.

"Ih, jahat deh kamu, bambang."

"Bangsat ih, jijik anjir." Aku bergidik menjauhi Varrel.

"Lagian, biasanya lu gak mau jemput gue." Varrel mulai membereskan barang-barangnya.

"Kepo aja, lu di eliminasi gak? Gitu."

"Bangke. Gue pulang sendiri aja."

"C'mon, man. Haha, gue mau minta tolong sama lu. Sebagai pakar cinta gue."

Varrel menatapku penuh dengan heran. Bahkan wajahnya sampai terlihat sangat aneh.

"Gue masih percaya sama istilah gak ada manusia sempurna. Kalaupun ada, pasti punya goresannya masing-masing."

"Ih, gue serius, Rel."

"Tapi beliin gue burger."

"Skuy."

Kami berdua pun pergi menuju restoran cepat saji yang ada di daerah Dago itu. Setelah memesan, dan mendapat hidangan, kami segera mencari tempat duduk untuk kami berdua.

"Lu mau ngomongin apa?" Tanya Varrel sambil membuka bungkus burger.

"Gue salah gak sih, kalo minta balikan sama mantan?"

Varrel berhenti mengunyah dan menatap wajahku dengan beberapa kedipan mata.

"Maksud lu?"

"Ih anjir gue ngomong kurang jelas?"

"Bukan gitu! Apa maksud lu balikan sama mantan? Terus mantan yang mana biar gue ngerti."

"Mantan gue cuma Delyn."

"Bohong, bangsat."

"Serius, bangsat."

Varrel terbelalak. Dia benar-benar tidak percaya dengan perkataanku.

"Gue brengsek, tapi bukan cowok yang gampang nyari cewek kayak lu anjir."

"Tsk, gue masih gak percaya, tapi ya udah terusin. Balikan sama Delyn? Lu gila?"

"Kayaknya sih gitu."

"Setelah melewati lima bulan putus?"

"Karena melewati lima tahun pacaran."

Varrel mendengus, "Bisa jadi alasan kuat sih. Terus Delyn gimana?"

"Nah itu yang jadi topiknya, Rel. Gue harus gimana biar Delyn bisa nerima gue lagi? Meyakinkan kalau dia bisa bahagia lagi sama gue."

Tiba-tiba sebuah tamparan mendarat di pipiku. Begitu keras sampai membuat pipiku terasa panas. Mungkin sekarang sudah memerah.

Dengan cepat aku menoleh pada Varrel, "Sakit, anjing!"

"Mampus! Biar lu rasain."

"Maksud lu apa sih?! Gue minta tolong! Gue beliin lu burger! Bukannya ngasih jawaban, lu malah nampar gue!?"

"Sadar, bangsat. Bukan gue yang harusnya lu tanya. Tapi hati lu, dan Delyn sendiri. Tanya sama hati lu sendiri, apa yang harus lu lakuin. Lima tahun punya hubungan sama Delyn, harusnya lu tau bagaimana hati Delyn. Paham?"

Still xx You (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang