-⚠️-
Delyn seketika terdiam membisu di tempatnya berdiri. Dahinya mengkerut, seperti tak menyangka kalau dia bertemu dengan teman SMP nya ini juga. Namun ia lebih terlihat takut daripada senang.
"G-galuh-?"
Galuh menoleh, masih dalam keadaan mabuk, ia lalu tersenyum.
"Ah, baru saja dibicarakan. Ternyata kamu masih hidup, Delyn?"
"Delyn, kamu kenapa?" Aku bangkit dan menghampirinya karena khawatir. Reaksinya melihat Galuh sungguh membuatnya syok berat.
"K-kenapa dia ada di sini?" Tanya Delyn gemetar.
"Dia memaksa ingin bertemu denganku." Jawabku.
Galuh bangkit dari posisi duduknya dan menghampiri kami. Semakin mendekat, genggaman Delyn semakin erat. Kenapa reaksi Delyn begitu berlebihan?
"Maaf, ucapanku tadi. Sudah lama tidak bertemu, mau ikut makan?" Tawar Galuh sambil tersenyum.
"A-aku mau pulang saja."
Dengan cepat Galuh menarik lengan Delyn, "Ayolah."
Aku semakin tidak paham dengan suasana mencekam ini. Sebenarnya apa hubungan mereka berdua? Yang kutahu Delyn dan Galuh bagaikan rakyat jelata dan petinggi elit. Tapi reaksi Delyn begitu mengkhawatirkan.
Delyn pun pasrah dan mereka berdua duduk di ruang tengah.
"Wah, asyiknya kita bisa bertemu lagi setelah 3 tahun ini." Galuh menepuk tangannya.
Aku melihat Delyn yang masih membisu ketakutan, "Hey, apa kalian pernah bertengkar sebelumnya?"
"Kami?" Galuh bergantian menunjuk dirinya sendiri dan Delyn, "Haha, jangan bercanda. Dekat saja tidak."
Suasana semakin canggung karena tak ada percakapan apapun antara kami. Galuh terus menerus minum walaupun sudah mabuk. Ia tak mau mendengarkanku yang menyuruhnya berhenti.
"Tapi, kenapa Delyn bisa begitu saja masuk rumahmu tanpa izin, ya? Sedangkan aku diceramahi kalau wanita tidak boleh di rumah pria ketika malam?" Ucap Galuh sarkas.
Delyn tersentak, ia semakin menyembunyikan wajahnya ke bawah.
"Itu karena rumahnya di sebelah. Sudahlah, kamu jangan minum terus, dan sana pulang!"
"Ah, jangan-jangan, kalian punya sebuah hubungan, ya?"
"K-kamu bilang apa? Sudah, ayo aku antar kamu pulang! Delyn, maaf aku tinggal dulu. Makanlah sementara aku pergi."
"Ih, aku masih ingin di sini!" Galuh meronta ketika aku mengangkatnya.
"Sudah ayo pulang! Tunjukan alamat rumahmu."
Aku memapahinya ke garasi, meninggalkan Delyn yang masih membisu di tempat duduknya. Aku merasa khawatir meninggalkannya sendirian, namun aku juga harus memulangkan Galuh yang sudah mabuk berat ini agar tidak semakin kacau.
"Aresta," Panggil Galuh setelah duduk di jok depan.
"Apa?"
"Kenapa kau begini padaku?"
Aku mendengus, "Sudah jangan banyak bicara, beruntung aku mau mengantarmu malam-malam begini."
Aku mulai menjalankan mobilku menuju rumah Galuh. Galuh terdiam sambil terus menoleh pada jendela, tanpa sedikitpun menoleh padaku. Entahlah, sepertinya ia tertidur.
Ternyata rumahnya tidak begitu jauh. Ia tinggal di sebuah perumahan elite. Seperti yang aku ingat kalau orang tuanya adalah penyumbang terbesar untuk SMP kami dulu. Dan beginilah hidup menjadi anak dari pengusaha kaya, hidup mandiri. Namun kasarnya, terlantar dalam kubangan emas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still xx You (✓)
Teen FictionPerang berakhir, akhirnya kami berpisah. Namun kami masih terjerat dalam ikatan benang merah yang pernah menyatukan. . Gunting? Atau simpul kembali? Biar waktu yang menjawab.