Chapter 16

532 70 8
                                    

Kepala terasa berat dan pening. Amber berusaha sekuat dengan tenaga untuk membuka kedua matanya pagi itu.

Amber menghela nafas panjang ketika melihat isi kamar yang berantakan. Meskipun alkohol menguasai dirinya semalam, nyatanya Amber masih memikili memori yang cukup baik.

Setelah mengambil kaos dalam almari Amber bergegas keluar kamar. Sesaat setelah Amber membuka pintu kamar ia mendengar suara Jessica yang sedang menyanyikan lagu kesukaannya diiringi dengan musik yang disetel lewat ponselnya.

"Sedang apa?" tanya Amber pada Jessica yang sibuk di dapur.

"Buat roti panggang. Sebentar lagi selesai." jawab Jessica dengan senyum yang tak kunjung memudar.

Melihat senyuman itu membuat Amber ikut tersenyum. Amber melihat wajah bahagia Jessica dari kejauhan, adalah sebuah kebahagiaan bagi Amber jika seandainya wanita yang sedang mengemakai kemeja putih miliknya itu dimasa mendatang akan terus ia lihat ketika ia pertama kali membuka mata dari tidur lelapnya.

Namun, senyum itu tak berlangsung lama. Memori Amber mengenai pertemuannya dengan ayah Jessica seketika membuat hatinya meradang. Rasa sakit dan keraguan semalam kini mulai hadir lagi.

Setelah berkutat dengan pikirannya sendiri Amber pun mencoba mengambil keputusan dari permasalahan yang sedang ia hadapi.

"Sica~" panggil Amber lembut melihat Jessica yang sibum menyantap roti buatannya.

"Wae?"

"Hiduplah denganku."

Jessica membisu, tubuhnya merinding mendengar lamaran yang sangat tiba-tiba itu.

"Aku akan segera kembali ke Amerika. Menikahlah denganku dan ikut aku. Kita mulai hidup disana." lanjut Amber sambil memagang tangan Jessoca yang sangat dingin.

Jessica diam bukannya ingin menolak Amber. Ia hanya tak tahu harus memberikan jawaban macam apa pada Amber. Mengingat bagaimana ayahnya masih belum bisa menerima Amber.

"Kau tidak mau?" ucap Amber was-was.

"Bbukannya begitu, hanya saja. Bagaimana dengan ayah, ibu dan yang lain? Bukankah kita harus memberitahu mereka juga?"

"Bagaimana jika mereka menolakku?"

"Tentu saja kita harus meyakinkan mereka."

Amber menghela nafas, menggenggam erat gelas yang sedang ia pegang dengan segenap emosinya.

"Tidak bisakah kau mengambil keputusan sendiri? Itu hidupmu, itu pilihanmu untuk tetap tinggal atau pergi. Kau sudah dewasa untuk bisa bertanggung jawab atas pilihanmu."

Alis Jessica menyatu, ia cukup terkejut dan bingung dengan ucapan kasar Amber barusan. Secara tidak langsung pria itu menyebut jika ijin dari semua anggota keluarganya bukanlah hal penting baginya. Dan hal itu berbanding terbalik dengan prinsipnya selama ini, yaitu keluarga adalah nomor satu.

Jessica berdiri dengan kekecewaannya pada Amber. Dengan suara yang lantang dan bergetar Jessica menolak semua ucapan Amber tadi. Ia tak bisa pergi dan menikah dengan Amber jika tidak ada ijin dari keluarganya.

"Apa karena ayah? Saat ini ayah memang membencimu, tapi dia orang yang baik."

"Benarkah? Apa kau pikir ayahmu memang orang yang baik?" timpal Amber dengan mata yang mulai memerah.

"Aku tidak butuh ijin darinya, aku tidak memikirkan orang lain."

Untuk pertama kalinya Jessica melihat mata Amber yang penuh dengan emosi. Sebenci itukah Amber pada ayahnya. Namun, kalimat Amber berhasil membuatnya ragu kembali kepada sang ayah, karena ia mulai tahu jika ayahnya terlibat dalam beberapa hal buruk.

All Of My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang