- Kapan sih waktu yang tepat untuk menyatakan cinta?
Saat kamu benar-benar sadar sudah jatuh?
Menunggu sampai sinyal lampu hijau cintamu berbalas?
Atau ketika kamu tahu ada saingan yang bisa merusak kesempatanmu muncul? -- May -
*****
Tiiiinnnn! Tiiiinnnn! Tiiiiiinnnn!Cemprengnya klakson kendaraan para penghuni jalanan saling beradu. Memekakkan telinga setiap makhluk hidup di sekitarnya. Terutama ke indera pendengaran milik seorang wanita yang sedang melajukan motor bebeknya untuk memasuki areal parkir salah satu mal terbesar di ibukota.
Meskipun sebuah pelindung kepala yang terbuat dari plastik polimer tengah membungkus kepalanya, bising yang menghias ibukota di tengah hujaman terik matahari tetap saja menusuk melewati gendang telinganya. Riuh jalanan ibukota selalu menjadi momok baginya.
Ponselnya yang sibuk bergetar di dalam saku memaksanya untuk segera menjawab panggilan.
"Iya, Bun. Iya! Ini udah sampe."
Mengakhiri panggilan, ia menghembus berat. Telepon tak diharapkan itu membuat kepalanya ingin meledak bagai bom nuklir.
Lagi-lagi ia dipaksa menghadiri acara perjodohan oleh kedua orangtuanya. Pemikiran konservatif kedua orangtuanya, memaksanya untuk menerima konsep 'umur sudah tidak muda, harus cepat nikah'.
Pernikahan, umumnya jadi kebahagiaan tersendiri untuk para kaum hawa. Karena di hari spesial itu, mereka akan diperlakukan bak ratu sejagad dengan riasan manglingi di wajah, dan balutan busana adat nan elegan membungkus tubuh. Menjadikannya sebagai center of the world. Miss Universe!
Bahagia setinggi langit karena dibilang, "Cantik banget, sih." Atau karena sang pria yang duduk di sampingnya memandang penuh takjub sambil berkata, "Aku nggak salah pilih kamu."
Tebar senyum penuh pesona ke para hadirin dan hadirat. Seakan mereka itu rakyat jelata yang sedang memuja ratu yang duduk di singgasana.
Tiba-tiba ... (suara kaset rusak).
Dihantam oleh kenyataan pahit yang siap menunggu usai turun dari tahta singgasana yang biasanya hanya bertahan selama dua jam.
Sang ratu tiba-tiba berubah menjadi upik abu. Terpenjara dalam tembok bata dingin (syukur-syukur bukan pondok mertua indah), berteman sapu, pel, kemoceng, serbet, panci, wajan, sikat, dan benda-benda lain yang sudah pasti menjadi sahabat setia para ibu rumah tangga.
Belum lagi tuntutan untuk bermental baja dalam menghadapi beban sosial. Siap-siap menjadi bahan ghibahan para tetangga kepo karena jarang ikut arisan. Oh ya, ditambah lagi dengan munculnya kerikil-kerikil tajam akibat pertengkaran suami istri yang biasanya bermula dari urusan sepele. Seperti lupa tutup kran air, lupa matikan TV, tidak buang sampah pada tempatnya, taruh baju sembarangan. Ingat, semua masalah besar berawal dari masalah kecil.
Dan yang bikin lebih pusing, pastinya masalah himpitan ekonomi. Harus sepintar Einstein dalam mengatur uang belanja bulanan yang tingkat kesulitannya melebihi tugas skripsi. Syukur-syukur kalau ternyata sang pemberi nafkah anaknya Sultan.
Tidak, tidak! Ia menggeleng ngeri. Tidak sanggup membayangkan jika harus menjalani kehidupan semacam itu.
Maira, begitu nama depannya; sudah bertekad bulat. Tidak sudi menjadi ratu yang turun kasta menjadi upik abu. Ia akan mati-matian menentang keras perjodohan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
May & Aji || #wattys2019 (Completed)
RomanceArsan Fahrurazi, gue nggak akan pernah jatuh cinta sama lo lagi. Nggak akan! (Maira) Tapi ... (suara kaset rusak) ... benarkah begitu? Dasar namanya hati, bawaannya selalu jujur. Rasa yang tertinggal itu masih di sana, berlonjakan setiap kali pria i...