- Bagaimana mengatakan apa yang aku rasa,
sedangkan aku belum bisa mendefinisikan rasa itu. -- Aji -
*****
Maira membereskan tumpukan kertas di meja kerja. Kini di ruangan kantor itu hanya tersisa ia dan atasannya. Waktu menunjukkan pukul setengah delapan malam. Maira sengaja berlama-lama berada di ruangannya untuk mengulur waktu. Berharap Razi menunggunya sampai bosan di coffee-shop. Ia nyengir tipis.
"Maira-san, nani shiten no (Maira-san, apa yang sedang kamu lakukan)?
Are you done yet?" Kondo-san muncul di depan pintu."Cleaning my desk. Just a few more minutes. You can go first."
Maira menyibukkan diri menyusun berkas-berkas dengan urutan sesuai tanggal. Sesuatu yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.
"Etto (Mmm) ... Do you want to have dinner together?" Gugup, Kondo-san menggaruk kepala.
"Gomen nasai (Maaf). Actually, i'd love to. But unfortunately, someone is waiting for me downstairs."
"Boyfriend?"
"What? No, of course not! Just an acquaintance. Maybe next time? Is that okay?" Maira tersenyum simpul. Sedikit khawatir atasannya itu akan tersinggung atas penolakannya.
"Ii yo (Tidak apa-apa). Jya mata ashita (Sampai ketemu besok)." Terlihat kecewa, Kondo-san segera berlalu.
"Mata ashita (Sampai kettemu besok)."
Maira menatap punggung atasannya yang berjalan keluar dari kantor. Kemudian menghempaskan diri ke atas kursi kerjanya. Matanya melirik layar ponsel yang menyala di atas meja. Dengan malas, ia meraih telepon pintar itu. Dilihatnya ada beberapa panggilan tak terjawab dari nomor tak dikenal. Maira meletakkan kembali ponselnya.
Sudah sering seperti ini, beberapa kali panggilan tak dikenal muncul di hape-nya. Jika dijawab, ujung - ujungnya cuma penawaran kartu kredit atau asuransi. Tapi Maira selalu punya senjata andalan untuk menolak.
Kalau dengan penawaran asuransi, "Maaf, saya nggak punya kartu kredit."
Kalau dengan penawaran kartu kredit, "Maaf, saya nggak mau dosa pake riba."
Simpel kan?
Layar ponselnya kembali menyala. Icon amplop yang muncul. Penasaran, tangannya cepat menggulir layar. Membuka pesan yang ternyata dikirim oleh nomor asing yang tadi menghubunginya berkali-kali.
Kamu dimana?
Maira tersenyum sinis. Ia segera tahu identitas pemilik nomor itu. Maira berdiri, menyambar tas punggungnya, lalu keluar menuju coffee-shop.
Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Seirama dengan langkahnya yang mengayun cepat.
Di depan pintu masuk coffee-shop, ia berhenti sebentar. Mengatur napasnya yang masih tersengal, mengendalikan ritme jantungnya agar kembali normal.
Merasa lebih tenang, Maira melangkah masuk dengan sikap angkuhnya. Sosok yang dicari oleh matanya sedang terlihat gelisah.
"Kamu lama!"
"Masa?" sindir Maira santai.
Pria itu menatapnya tajam penuh penghakiman.
"Kamu pikir cuma kamu manusia yang sibuk. Aku juga ada keperluan lain." Ia melirik jam tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
May & Aji || #wattys2019 (Completed)
RomanceArsan Fahrurazi, gue nggak akan pernah jatuh cinta sama lo lagi. Nggak akan! (Maira) Tapi ... (suara kaset rusak) ... benarkah begitu? Dasar namanya hati, bawaannya selalu jujur. Rasa yang tertinggal itu masih di sana, berlonjakan setiap kali pria i...