30. Reunited

4.3K 355 9
                                    


To finally meet you,
Is becoming my latest dream
Until i fully realized,
That now you are hers

- May -

*****

Maira menggigiti bibir bawahnya akibat dirundung perasaan cemas. Kedua kakinya tak lelah berjalan mondar-mandir di depan ruang operasi. Dalam hati ia merapalkan do'a berkali-kali untuk keselamatan sahabatnya itu.

Jika Maira tidak bisa duduk tenang, beda halnya dengan Galang yang sedang terduduk lemas di ruang tunggu. Wajahnya diliputi kecemasan berkali-kali lipat. Beberapa jam yang lalu, Ruri mengalami kejang-kejang. Dokter mengatakan jika istrinya itu mengalami eklamsia, ancaman yang paling mengerikan bagi setiap ibu hamil.

Di sebelah Galang pun duduk dua pasang suami istri paruh baya, kedua orangtua Ruri dan Galang. Mereka tak kalah khawatirnya. Bahkan para ibu sedang sibuk menyeka air mata mereka yang terus mengalir tanpa henti. Para suami pun sibuk menenangkan para istri di tengah-tengah ketakutan mereka.

Tak lama kemudian, beberapa orang dokter keluar dari ruang operasi, diikuti oleh beberapa perawat.

Maira mencegat jalan salah satu dokter yang terkesan paling senior. Maira menanyakan kondisi Ruri. Sang dokter memintanya dan pihak keluarga untuk bersabar menunggu hingga kondisi Ruri stabil. Setelah ini Ruri akan dirawat di ruang ICU. Sementara sang bayi yang juga masih dalam observasi harus masuk ke ruang NICU.

Galang mendengar informasi yang disampaikan oleh sang dokter. Ia pun mulai menangis. Jiwanya dirundung kesedihan mendalam. Dalam hati terucap ketidak-relaan jika harus kehilangan sang istri ataupun buah hati mereka.

Maira mengerti betul apa yang dirasakan oleh Galang saat ini. Ia beringsut mendekati suami sahabatnya itu. "Mas Galang, yang sabar ya. Kita sama-sama berdo'a memohon yang terbaik sama Allah. Sebaiknya sholat dulu, Mas. Sudah masuk waktu Ashar," ajak Maira dengan lembut.

Galang menggelengkan kepalanya. Tatapannya mencelang. Dengan intonasi tinggi ia menyergah, "Kamu tau kan, Ruri sedang kritis? Kamu nyuruh aku ninggalin dia? Memangnya kalo aku sholat, terus ada jaminan dia selamat? Hah?!"

Maira terperanjat mendengar bentakan Galang. Setiap pasang mata di sana mengucap istighfar. Sang ibu yang juga tersedu-sedan, mendekati Galang, memeluknya erat.

"Astaghfirullah! Istighfar, Lang! Istighfar! Jangan sombong! Justru istrimu sekarang sedang butuh do'amu. Dekatkan diri ke Allah, Nak. Cuma Allah yang bisa menolongmu saat ini. Ibu mohon, jangan begini, Lang! Kasihan istri dan anakmu."

Galang menyungkurkan wajahnya di pundak sang ibu. "Gimana kalo Allah ambil Ruri dan bayi kami, Bu? Galang nggak bisa, Bu! Galang nggak bisa hidup tanpa Ruri!"

"Istighfar, Lang! Kamu juga tahu kan, jiwa kita itu milik siapa? Kalau memang itu kehendak Allah, berarti itu yang terbaik. Jangan memaksakan kehendak pada Yang Maha Berkehendak. Ikhlaskan semuanya. Panjatkan do'a yang kuat untuk istri dan anakmu. Kita sholat sama-sama, ya?"

"Iya, Lang. Benar kata ibumu. Kalian sholat dulu saja, gantian. Mama dan Papa jaga di sini dulu," tukas mamanya Ruri.

Dengan limbung, Galang mengikuti langkah sang ibu yang menggandeng tangannya menuju masjid rumah sakit. Maira mengikutinya dari belakang.

Dalam do'anya yang penuh dengan linangan air mata, Maira memohonkan keselamatan bagi sang sahabat dan juga bayinya. Ia tak sanggup membayangkan jika hal terburuk menimpa keduanya. Meski tadi ia berusaha menguatkan Galang, dalam hatinya pun turut terselip rasa tak rela kehilangan sahabat terbaiknya itu.

May & Aji || #wattys2019 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang