- Aku berusaha untuk tidak menyakiti. Aku berusaha mengendalikan sakit itu. Pada akhirnya, semua tersakiti. Dan aku menanggung semua sakit itu. -
- Aji -*****
Razi fokus mengendalikan kemudi mobilnya. Pandangannya sedari tadi tertuju ke depan. Segala perasaan berkecamuk di dadanya. Ia hanya berpikir dalam diam.
Sedangkan Alma yang sejak tadi memangku Sarah yang sedang tidur, menolehkan pandangan ke jendela di sampingnya. Ia tak berani menatap pria di sebelahnya itu. Ia pun hanya berbicara dalam diamnya.
Tak biasanya sepasang rekan kerja ini memasang aksi tutup mulut jika sedang bersama - sama. Biasanya Alma yang membuka topik pembicaraan. Namun kali ini, Alma sedang sibuk menata hatinya sendiri. Sesuatu yang sejak tadi ingin tertumpahkan, ditahan olehnya. Hingga akhirnya di tengah perjalanan, ia tak sanggup lagi. Satu, dua bulir air mulai menetes dari pelupuk matanya. Lamat - lamat terdengar isaknya. Wajahnya masih dipalingkannya menghadap jendela.
Mendengar isak tangisnya itu, Razi segera meminggirkan mobil ke sebelah trotoar.
"Al, kamu kenapa?" tanyanya dengan nada khawatir.
"Nggak papa, Zi." tangannya berusaha menghapus tetesan air yang membasahi wajahnya.
"Al, aku..."
"Please, Zi. Stop!"
"Al, tolong jangan begini. Aku..."
"Zi! Stop! Aku mengerti, Zi! Aku sangat mengerti!" Alma memberanikan diri menatapnya dengan nanar.
"Al, aku...aku nggak bisa lihat kamu begini. Aku..."
"Terus, mau kamu apa?? Aku juga nggak bisa begini, Zi!"
"Maaf, Al. Aku..."
"STOP, Zi! Tolong, antar aku pulang. Aku lelah."
-------
Maira melirik jam dinding di kamarnya. Sudah pukul 10 malam, dan suaminya itu belum kembali dari mengantarkan Alma pulang. Isak tangisnya sudah reda sejak tadi. Maira menatap cermin di atas meja. Wajahnya terlihat sembab, matanya terlihat menyipit akibat terlalu banyak menangis.
Maira segera keluar kamar menuju dapur. Ia membuka pintu lemari es untuk mengambil beberapa bongkah es batu untuk dibalutnya dengan kasa.
Maira duduk di sofa, lalu menyalakan televisi. Ia tempelkan bungkusan es batu itu untuk mengompres kedua matanya. Rasa dingin yang disalurkan bongkahan - bongkahan kecil es itu, turut meredakan panas di hatinya. Sembari mengompres, Maira mengganti - ganti saluran TV yang ada. Tidak satu pun tontonan bagus yang ia temukan. Maira kembali mematikan TV.
Tidak lama kemudian, terdengar suara deru mobil masuk ke dalam garasi. Maira langsung mengambil langkah cepat masuk ke dalam kamarnya. Ia mengunci pintunya.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara ketukan dari luar pintunya. "May...May, kamu sudah tidur?"
Maira tidak menggubris panggilan suaminya itu. Ia hanya berdiam diri mematung dibalik pintu.
"May, bisa kita bicara? May?"
Razi mencoba berkali - kali mengetuk pintu. Namun tetap saja, pintu hati Maira tidak terketuk. Ia meremas kaosnya erat. Mencoba menahan sakit yang kembali menyerangnya. Tangisnya kembali merebak.
----------
Razi baru saja pulang dari sholat Subuh di masjid dekat rumah. Sesampainya di rumah, ia melihat sepiring nasi goreng telah tersedia di atas meja. Aromanya menggugah selera Razi. Razi mendengar suara kucuran air dari arah dapur. Sepertinya istrinya itu sedang sibuk di dapur. Razi pun menghampirinya. Ia bersandar di dinding sembari memperhatikan kesibukan istrinya. Ia menyungging senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
May & Aji || #wattys2019 (Completed)
RomanceArsan Fahrurazi, gue nggak akan pernah jatuh cinta sama lo lagi. Nggak akan! (Maira) Tapi ... (suara kaset rusak) ... benarkah begitu? Dasar namanya hati, bawaannya selalu jujur. Rasa yang tertinggal itu masih di sana, berlonjakan setiap kali pria i...