27. Aku Baik-baik Saja

4.5K 312 18
                                    

Ucap namaku dalam do'amu
Maka kau akan tahu
Bahwa aku baik-baik saja
Berjuang tanpamu

- May -

*****


Samar-samar terdengar suara beberapa manusia saling berbicara, mengusik pendengarannya, membuat Alma membuka matanya perlahan. Setelah mengedar pandangan ke sekeliling, ia mengenali tempat ia berada kini. Rumah sakit. Lagi-lagi Alma harus menjadi pengunjung gedung pelayanan kesehatan ini.

"Al? Al? Kamu sudah sadar?" Razi yang baru saja selesai berbincang dengan dokter segera menghampirinya.

"Kok ... kamu di sini? Ruri mana? Tadi ... aku sedang bersama Ruri," tanya Alma lemah.

"Ruri sudah pulang, kasian dia terlihat panik tadi. Aritmia kamu kambuh. Tadi pagi sudah diminum obatnya?" tanya Razi cemas.

Alma menggeleng pelan. Hari ini Alma sengaja tidak mengkonsumsi obat-obatan yang sudah diresepkan, mogok. Hanya demi mendapat sedikit perhatian dari suaminya.

"Kenapa nggak diminum, Al?" tanya Razi lembut. Ia tidak mau menghakimi atau menyalahkan Alma.

Alma tidak menjawab, justru menarik tangan Razi untuk digenggamnya. "Zi, saat aku menyentuh tanganmu seperti ini, apa yang kamu rasakan?"

"Maksud kamu?"

Tangannya beralih menyentuh wajah Razi. "Saat aku menyentuh kamu seperti ini, apa yang kamu rasakan?"

"Al, kamu —"

"Saat aku mencium kamu, apa yang kamu rasakan?"

"Al, kamu bicara ap —"

"Jawab aku dengan jujur, Zi. Sebenarnya bagaimana perasaan kamu sama aku?" tuntut Alma setelah berkali-kali memotong kalimat suaminya.

Razi menghela napasnya lalu menjawab, "Al, kamu perlu istirahat. Jangan memaksakan diri. Kita bicarakan ini lain waktu kalau kamu sudah sehat."

"Zi, mau sampai kapan kamu menghindar? Aku butuh kamu untuk jujur sama aku. Aku sudah lelah menjalani pernikahan ini." Kedua matanya kembali sembab. Tangan kirinya meremas, berusaha menguatkan diri. Meskipun jawaban yang akan didengarnya mungkin akan sangat menyayat perasaan, Alma tahu, ia harus siap menerima kejujuran yang menyakitkan itu.

Razi menarik kursi lipat dibelakangnya lalu duduk di sisi brankar. Tatapannya lekat memandang istri keduanya yang tengah menatap dengan nanar itu.

"Kamu mau bicara apa?"

"Aku mau ... kamu jujur soal perasaan kamu, Zi."

Razi mengerti arah pembicaraan Alma. Ia tahu pada akhirnya harus berhadapan dengan istrinya itu untuk membicarakan masalah ini. Tapi entah istrinya itu siap atau tidak untuk mendengarkan.

Razi menundukkan wajahnya, saat ini untuk menelan ludah pun terasa sulit baginya. Lidahnya tiba-tiba kelu, tak mampu berkata-kata.

"Zi, lihat aku! Jangan perlakukan aku seperti gelas kaca yang mudah pecah. Insyaa Allah, aku siap mendengar semuanya. Aku akan baik-baik saja." Alma mengeratkan genggaman tangannya.

Suasana menghening selama beberapa menit. Razi masih memikirkan bagaimana cara mengatakannya. Meski dalam lubuk hatinya ia sadar, bagaimana pun juga, kejujurannya tetap akan menjadi pil pahit bagi Alma.

"Maaf, Al ... kamu benar." Razi semakin menundukkan kepalanya. Ia tak berani beradu pandang dengan Alma. Setitik air mata menetes di celananya. Dengan gugup, Razi melanjutkan, "Aku ... masih mencintai Maira."

May & Aji || #wattys2019 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang