34. Lamaran Kedua

5.4K 330 42
                                    

Hidup itu tidak selalu keras.
Kadang ia lunak, fleksibel, berjalan mengikuti kemana pilihan manusia jatuh. Jika manusia mengatakan hidup itu keras, bersabarlah. Karena akan ada waktunya hidup melunak.

- Author -


Play the song, please

*****

Razi berjalan mondar-mandir dengan gelisah, mengitari ruang kerjanya. Bersamaan dengan ponsel yang sejak tadi tergenggam di tangannya. Kepalanya tengah menyusun rencana. Sekejap ia merasa mantap dengan rencana itu, detik berikutnya ia menggeleng ragu. Berawal dari sebuah ide yang terlintas di pikirannya dua hari yang lalu itu, Razi pun mulai memperhitungkan segala sesuatunya dengan matang. Tapi untuk saat ini, disebut setengah matang juga belum. Karena masih ada banyak hal yang harus ia lakukan. Dan hal pertama yang harus ia lakukan adalah menanyakan sesuatu yang penting itu pada Maira.

Razi menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang labil karena ketakutan yang melanda. Ketakutan akan apa? Ditolak. Ya, ditolak oleh Maira. Mungkin bisa dibilang ditolak oleh Maira menjadi salah satu ketakutan terbesarnya dalam hidup. Ketakutan terbesar lainnya? Takut pada Allah, takut masuk neraka, dan takut durhaka pada orangtua.

Razi berdiri cukup lama hanya menatapi layar ponselnya. Sebelum akhirnya mulai menyentuh huruf-huruf di keypad.

Me : Assalamu'alaikum, May.

Razi menunggu balasan dengan jantung berdebar kencang.

Dear Wife : Wa'alaikumussalam

Akhirnya Maira menjawab setelah lima menit berlalu. Dan selama lima menit itu menunggu, Razi masih terpaku kaku dalam posisi berdirinya.

Me : Sdg sibuk?

Dear Wife : Nggak jg

Me : Ooh

Dear Wife : Ada apa?

Kini Razi berpindah posisi, menduduki kursi kerjanya yang memiliki sandaran tinggi hingga di atas kepala. Razi membenamkan kepalanya di sana. Kakinya terasa lemah untuk menopang tubuhnya yang sedang dilanda kegelisahan.

Me : May

Dear Wife : Ya?

Me : How about if we meet?

Lagi-lagi Razi kembali menunggu balasan. Maira tak langsung merespon pertanyaannya. Positive thinking! Hanya itu yang bisa Razi lakukan saat ini. Siapa tahu Maira memang lagi sibuk. Kini Razi mulai menyesali keputusannya. Kenapa juga harus bertanya sekarang? Di jam-jam kerja seperti sekarang ini. Bisa jadi ia malah mengganggu pekerjaan Maira. Razi pun meletakkan ponselnya dengan malas di atas meja. Yang saat baru menyentuh permukaan meja, layarnya tiba-tiba menyala karena ada pesan masuk. Razi kembali mengangkat ponselnya dengan dihujam sejuta rasa penasaran.

Dear Wife : Kamu mau ke Jpg?

Me : Maybe

Dear Wife : Ada urusan krj?

Me : Just to see you

Razi menggigit bibirnya sambil menahan senyum. Perutnya terasa geli menahan sensasi rasa layaknya seorang remaja yang sedang jatuh cinta.

May & Aji || #wattys2019 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang