Di antara taburan gemintang di angkasa bumi
Berkawan dinginnya serayu malam
Terlafal satu nama
Dalam munajat berbalut asa- Razi -
*****
"Ummi, Razi minta maaf! Razi sudah mengecewakan, Ummi. Razi sudah dua kali gagal menjadi imam. Razi gagal menjadi teladan bagi Asha dan Arsi! Razi gagal menjadi anak yang membanggakan Ummi!" Razi bersimpuh di kaki Winda, memohon ampunan sang ibunda dengan bersimbah air mata.
Winda sendiri tak dapat menahan tangisnya. Dukanya turut tertumpah untuk sang putra sulung. Tak pernah terbayang olehnya, jika sang anak lagi-lagi gagal dalam membina rumah tangga.
"Maafkan Razi, Ummi! Razi sudah berusaha, tapi ..." Sekali lagi Razi mengungkapkan penyesalannya. Derai air mata menghiasi wajahnya yang tengah pucat.
"Zi, banyaklah beristighfar. Jangan lupakan Allah, hatimu ada dalam genggaman-Nya. Apa selama ini kamu sudah menjadi hamba yang baik? Apa selama ini kamu sudah berserah diri? Apakah kamu semakin mendekat? Atau justru menjauh dari Allah?"
Barisan pertanyaan dari wanita yang telah melahirkannya itu terasa bagai rentetan tembakan peluru menembus ke dasar hatinya. Razi menurunkan kepalanya, terlalu malu untuk menjawab.
"Diamnya kamu sudah menjawab semua pertanyaan Ummi tadi," lanjut Winda penuh kesedihan, "Banyak-banyaklah memohon ampunan, Nak. Ingatlah, dalam hidup ini berlaku hukum sebab-akibat. Jika sekarang kamu berada dalam keadaan seperti ini, pasti ada penyebabnya. Apa kamu sudah menyadari kesalahanmu?"
Razi hanya mengangguk pelan. Netranya masih belum berani bersitatap dengan sang ibunda.
"Terus, kamu sudah tahu bagaimana cara memperbaiki kesalahanmu?" tanya Winda lagi.
Kali ini Razi menjawab dengan gelengan kepala.
"Mendekatlah kembali pada Allah, mohon petunjuk dan perlindungan dari jalan yang menyesatkan."
"Kak! Sebenarnya yang Kakak cintai itu siapa? Kak May atau Kak Al? Jangan bilang Kakak cinta keduanya ya, menjijikkan!" seru Asha yang duduk di sebelah umminya dengan membelalakkan mata.
Lagi-lagi Razi hanya menunduk dalam diam. Saat ini dengan mudah ia dapat menjawab pertanyaan adik perempuannya itu. Namun lidahnya terlalu kelu untuk berkata sepatah lisanpun. Hardikan demi hardikan pun, ia merasa pantas menerimanya.
"Asha, nggak boleh ngomong gitu! Bantu do'akan Kak Razi. Jangan ikut terpancing emosi," nasehat Winda dengan suara lirih.
"Ummi, Asha selalu berdo'a untuk kebahagiaan kita semua, termasuk untuk Kak Razi. Tapi, kalo Kak Razi-nya sendiri ngulah, ya do'anya mental!" sergah Asha sambil mendengus.
"Sudah, sudah! Zi, ambil wudhu! Sebaiknya kamu sholat dhuha. Ingat pesan-pesan Ummi tadi."
Razi mendongak menatap umminya penuh kasih sayang. Tak terlihat sedikitpun amarah terlintas di wajah sang ibunda yang sudah dipenuhi garis kerut.
"Kenapa?" tanya Winda karena dapat menebak arti tatapan sang putra sulung.
"Ummi ... kenapa ... kenapa Ummi waktu itu ngotot menjodohkan Razi dengan Maira? Kenapa saat dulu Razi menyatakan ingin melamar Alma, Ummi langsung menolak?"
Winda mengulas seutas senyuman sebelum menjawab, "Karena waktu kecil, kamu yang minta Ummi berjanji untuk menjadikan May istri kamu kalo sudah besar."
Razi mengerutkan dahinya, mencoba mencari-cari kepingan masa itu di ingatannya.
"Kak Razi lupa kali, Um!" sambar Asha sebal.
Winda mengabaikan celetukan putrinya yang sedang ikut sewot itu. "Zi, waktu kamu bilang ingin melamar Alma, Ummi sudah tahu bagaimana perasaan kamu sebenarnya. Kamu memang perhatian, peduli, dan sayang sama Alma, tapi bukan jatuh cinta. Ummi menolak, karena tahu kamu sudah menyalahartikan perasaan sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
May & Aji || #wattys2019 (Completed)
RomanceArsan Fahrurazi, gue nggak akan pernah jatuh cinta sama lo lagi. Nggak akan! (Maira) Tapi ... (suara kaset rusak) ... benarkah begitu? Dasar namanya hati, bawaannya selalu jujur. Rasa yang tertinggal itu masih di sana, berlonjakan setiap kali pria i...