2. Curhat, dong!

7.3K 477 1
                                    


- Yang terjadi hari itu tersimpan jelas di kepala. Yang buruk terekam, membuat hati tertikam.
Luka itu di sana terdiam. Dan aku menunggu untuk disembuhkan.  -

- May -

*****

"Mang Dadang, bajigurnya satu ya!" Maira setengah berteriak pada sang pemilik warung yang sudah dikenalnya sejak masa SMA.

"Siyaaap, Neng!" Pria yang dipanggil Mang Dadang itu mengangkat tangannya ke atas dahi layaknya prajurit yang sedang hormat pada sang komandan.

Hingar-bingar jalanan di jam pulang kantor kembali mengusik telinganya. Ditambah dengan suasana jalanan yang sesak seperti tak ada ruang untuk bernapas.

Situasi inilah yang membuat Maira ingin secepatnya hengkang dari Jakarta. Dan sepertinya tak lama lagi keinginannya itu akan segera terkabul. Ia hanya perlu bersabar sedikit lagi dan menikmati prosesnya.

Merasa bosan, matanya lepas memandangi isi jalanan yang bikin pusing itu. Sebentar-sebentar Maira melirik jam tangannya. Sahabatnya itu sudah telat setengah jam dari waktu yang dijanjikan. Maira bosan menunggu sampai-sampai tak sadar ia sudah menghabiskan dua gelas wedang jahe dan satu gelas wedang uwuh.

Senyumnya melebar ketika segelas bajigur muncul di hadapannya.

"Neng Ruri belum dateng juga?" tanya Mang Dadang sementara tangannya sibuk membereskan gelas yang sudah kosong dari atas meja.

"Belum nih, Mang! HP-nya juga nggak aktif. Padahal tadi dia sendiri yang minta ketemuan jam tujuh." Maira kecewa dan cemberut.

"Ditunggu aja atuh, barangkali kejebak macet," Mang Dadang mengomentari dan berlalu. Ia masih disibukkan dengan pesanan pengunjung lainnya. Padahal biasanya warung Mang Dadang tak seramai ini. Tumben.

Mata Maira mengitari sekeliling warung angkringan beratapkan terpal jingga itu.

Keren juga Mang Dadang.

Ia tersenyum kecil mengingat kali pertama ia bertemu Mang Dadang. Kala itu, Mang Dadang hanya berjualan dengan gerobak kecil yang bisa didorong kemana-mana. Wedang ronde, bajigur dan sego kucing adalah jenis dagangannya.

Ketika itu Maira tak sengaja menabrak gerobak Mang Dadang karena terlalu lelah mengayuh sepeda. Tenaganya terkuras banyak usai melarikan diri dari kenyataan. Lebih tepatnya melarikan diri dari kejadian paling memalukan seumur hidupnya.

Maira masih ingat hari bersejarah itu. Selasa, minggu kedua bulan Februari. Entah pikiran macam apa yang merasukinya hingga ia berani mengatakan suka pada salah seorang kakak kelas, yang juga adalah mantan wakil ketua OSIS di SMA-nya. Maira di masa remaja tak beda jauh dengan Maira di masa kini. Kalau bicara selalu apa adanya, blak-blakkan.

Maira yakin sekali cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Malahan ia yakin sekali kalau kakak kelasnya yang duluan suka padanya.

Selasa itu, Maira sudah siap mental jika nantinya ditolak. Karena Ayahnya pernah berpesan, "Selalu siapkan diri untuk menghadapi yang terburuk. Karena segala sesuatunya tidak selalu berjalan seperti yang manusia inginkan."

Dan pesan itu terbukti benar.

"Maaay!" Maira tersenyum sinis melihat Ruri tengah berlari kecil.

Wanita berambut panjang itu duduk di depannya dengan napas masih tersengal-sengal.

"Haduuuh, capek banget gue!" Ruri menjatuhkan kepalanya hingga tertidur di atas meja.

"Telat setengah jam! Potong gaji!"

May & Aji || #wattys2019 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang