001

13K 493 76
                                    

WARNING!
Beberapa bagian di dalam cerita ini mengandung unsur 17+ yang merujuk pada kekerasan, dunia malam, pemikiran dewasa dan sebagainya. Dimohon dengan sangat, bagi pembaca yang kurang nyaman dengan beberapa adegan yang ada di dalam cerita ini, silakan berhenti membaca, skip/melewatinya. Terima kasih.

Sebelum cerita dimulai, di setiap part/bagian cerita yang mengandung unsur 17+ akan diberi perigatan.

Maaf jika ada typo, kesalahan lain serta ketidak nyamanan. Kritik serta saran dipersilakan.

- - - - - -
warning for this part 17+
- - - - - -

Jovanka menghela napas pelan sebelum meminum koktail miliknya. Alunan musik yang cepat dan memekakkan telinga membuat puluhan manusia meliukkan tubuh mereka di atas dance floor. Oh, bukan hanya menari saja, bahkan beberapa orang wanita dan pria asik berciuman di atas dance floor itu. Melihat hal tersebut, Jovanka hanya tersenyum tipis, lalu meminum koktailnya kembali.

Tiap kali melihat hal kotor itu secara langsung, Jovanka seperti melihat sampah, sampah yang sangat menjijikkan. Namun, semua itu kembali lagi ke diri setiap orang. Hal yang disukai setiap orang itu berbeda, bukan? Misalnya seperti Jovanka sendiri, ia lebih suka duduk di deretan sofa paling sudut sambil menikmati beberapa gelas koktail, lalu bersenang-senang untuk mendengarkan sebuah rintihan. Rintihan kesakitan yang mengalun bak melodi yang sangat-sangat indah.

deg!

Tiba-tiba kegiatan mengamat Jovanka terhenti, membuat sudut matanya meruncing saat tangan seseorang memaksa masuk ke dalam kulit pinggangnya dari sela jaket jeans yang ia kenakan. Ia pun melirik satu gelas besar dan lima botol alkohol yang telah habis isinya di atas meja yang ada di hadapannya. Lalu, Jovanka tersenyum miring ketika tangan kekar itu telah berhasil mengelus kulit pinggangnya secara langsung, tanpa terhalang sehelai pakaian pun.

"Baby... mari kita-nikmati-malam ini. Aku-pasti akan-membuat-mu menjerit-keenakan," bisik seorang pria bule secara sensual yang kepalanya sudah berada di pundak Jovanka. Kalau saja Jovanka tak bergerak untuk meletakkan gelas koktail yang ia minum ke atas meja, pasti pria bule yang sudah mabuk itu telah berhasil mencium tengkuk lehernya.

Dengan gerakan santai, Jovanka mengangkat salah satu tanggan ketika melihat pergerakan seorang cowok yang sangat ia kenal yang duduk tak jauh di hadapannya. Seorang cowok bermata elang, yaitu Axel, sekaligus pengawal atau bisa disebut juga sebagai saudara tiri Jovanka, karena Axel adalah anak angkat papanya.

"Apa menyenangkan menyentuh tubuhku?" tanya Jovanka dingin sambil melirik pria bule di sampingnya itu.

Pria bule itu hanya berdehem dan langsung memeluk erat pinggang Jovanka dengan kedua tangannya secara posesif. Dalam satu hentakan, dia pun berhasil menarik tubuh ramping Jovanka agar merapat ke tubuhnya. Sekarang Pria itu malah mempermainkan jemarinya di perut Jovanka yang halus dan tidak tertutup sehelai benang pun karena, Jovanka mengenakan baju bandeau atau baju yang hanya menutupi bagian dadanya saja, lalu, dipadu dengan jaket jeans di bagian luarnya.

"Kau benar-benar tidak sabaran," ujar Jovanka sambil menatap datar pria yang kini mengecup halus lehernya.

"Kenapa... kenapa kau memakai jeans?" tanya Pria itu saat tangan kanannya beralih ke paha Jovanka.

Jovanka tidak menjawab pertanyaan Pria itu, ia malah melihat ke arah Axel, lalu menyuruh Axel pergi dengan pergerakan matanya. Axel yang mengerti maksud pergerakan mata Jovanka, ia pun langsung melangkah keluar dari klub.

Setelah Axel pergi, Jovanka mengalungkan kedua tangannya ke leher pria itu. Ia mencoba menahan tawa saat raut wajah pria bule itu terlihat menggodanya dengan menggigit bibir bawah. "Kau sungguh tidak sabaran?"

Pria itu tersenyum saat wajah Jovanka dapat dilihatnya dengan jelas. "Baby, you'r so pretty... aku sudah tak sabar ingin melakukan itu," ucapnya hendak mencium bibir Jovanka, namun gagal. Karena, Jovanka menjauhkan wajahnya dan menahan bibir pria itu dengan jari telunjuknya.

"Jangan di sini. Tidak mungkin hal itu dilakukan di sini," ujar Jovanka yang sontak membuat Pria itu mengernyit. "Aku pasti akan membuatmu menjerit dan kamu akan menyenangkanku, benar?"

Kernyitan di wajah Pria itu langsung berganti menjadi senyuman saat mendengar ucapan Jovanka. "Benar. Ayo sayang, kita lakukan di lain."

Mendengar ucapan Pria itu yang dianggap Jovanka sebagai persetujuan, Jovanka pun langsung bangkit dari duduknya. Tanpa perintah atau aba-aba, pria bule itu langsung mengikuti pergerakan Jovanka dan memeluk pinggang Jovanka hingga keluar dari klub.

"Kau mabuk berat?"

"No, ini hanya hal kecil. Aku... aku biasa memesan alkohol itu, tapi... mungkin, kadar hari ini lebih tinggi," jawab Pria itu khas orang mabuk dengan kata yang terputus-putus.

Mendengar jawaban pria itu, Jovanka langsung menyunggingkan senyum. Tentu saja kadar alkoholnya serasa meningkat, karena Jovanka telah menggantinya dengan kadar alkohol yang lebih tinggi. Namun ketika langkah mereka semakin jauh, tiba-tiba pria itu menghentikan langkahnya. Membuat Jovanka yang tadinya sedang tersenyum sambil hanyut dengan pikirannya pun langsung terpecah dan berganti menjadi kernyitan tipis.

"Kenapa kita ada di luar? Di dalam klubkan ada kamar VIP?" tanya Pria Bule yang sepertinya baru menyadari apa yang ia lakukan.

"Kamarnya penuh," jawab Jovanka cepat tanpa keraguan.

Mendengar jawaban Jovanka, Pria itu kembali tersenyum. "Jangan terlalu jauh, aku sudah tak sabar."

"Hmm," gumam Jovanka digin, lalu melanjutkan langkahnya kembali.

Setelah itu tak ada lagi obrolan di antara mereka. Pria itu hanya memeluk pinggang dan mempermainkan jemarinya di perut Jovanka, sambil sesekali membuat kecupan halus di telinga dan lehernya. Hal itu dia lakukan agar Jovanka merasa terangsang dengan perlakuannya. Dan lagi, perbuatan itu seperti didukung keadaan karena tak terhalang benda apa pun, karena Jovanka menguncir kuda rambut panjangnya.

Setelah beberapa menit berjalan, Jovanka merarik tubuh pria itu di dekat tembok bata yang pencahayaannya kurang. Punggung Jovanka pun membentur tembok membuat tubuhnya terkunci oleh pria di depannya. Pria itu menatap sekelilingnya heran. Belum sempat ia mengeluarkan sepata kata, Jovanka telah menarik kepala si pria lalu mengecup bibirnya.

Ciuman Jovanka tentu saja dibalas Pria itu dengan brutal. Dikecupnya bibir bawah dan atas, lalu menyusupkan lidahnya ke dalam mulut Jovanka, membuat lidahnya bergulat dengan lidah lawannya.

Setelah merasakan ciuman itu cukup, Pria itu beralih mengecup rahang lalu menuju leher Jovanka. Ia singkirkan jaket jeans yang menutupi bahu mulus Jovanka sebatas lengan hingga memperlihatkan tali bra berwarna hitam. Secara brutal pula ia mengecup leher serta bahu Jovanka, meninggalkan sedikit jejak kemerahan di bahunya.

Jovanka mendekatkan mulutnya ke telinga Pria itu, lalu meniup dan menggigitnya lembut, membuat tubuh Sang Pria meremang hingga membuatnya menarik tubuh Jovanka agar lebih merapat ke tubuhnya. "Kau membuatku tak sabar ingin merasakan tubuhmu."

Mendengar ucapan pria itu, Jovanka hanya menyunggingkan senyum. Kita lihat... apa kau bisa, pikir Jovanka.

She Is PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang