025

2.3K 151 2
                                    

Sepulang sekolah, begitu selesai mengantar semua buku tugas murid di kelasnya ke kantor guru, dengan segera Arvin menuju ke kelas Deliya. Namun, tiba-tiba langkah Arvin terhenti begitu manik matanya menangkap sosok gadis yang hendak ia temui tadi. Tanpa Arvin sadari, ia langsung bersembunyi di balik tiang yang bahkan tak bisa menutupi seluruh tubuhnya.

Gadis itu, Deliya terlihat sedang bersama dua sosok yang tak asing lagi bagi Arvin, yaitu Jovanka dan Axel. Mereka terlihat sedang membicarakan suatu hal sambil melangkah santai di koridor. Dengan hati-hati, Arvin langsung mengikuti mereka dengan jarak sekitar tujuh hingga delapan meteran.

Arvin memperkirakan, ketiga orang itu sedang menuju lapangan parkir. Ia juga sedikit mengikis jarak agar dapat mendengar apa yang sedang mereka bahas. Namun, jarak Arvin masih tak bisa mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Walaupun begitu, ia tetap memandangi gerak-gerik mereka dengan serius.

Saat ketiga orang itu berbelok ke arah kiri dan membuktikan dugaan Arvin benar, bahwa mereka sedang menuju ke lapangan parkir, masih sambil sembunyi-sembunyi, ia merogoh ponsel yang ada di saku celananya. Arvin mencari salah satu nomor, lalu meneleponnya. Tak lama kemudian terdengar suara seseorang yang sudah sangat akrab di gendang telinga Arvin.

"Sa, Aksa... lama amat sih angkatnya!" geram Arvin dengan suara yang hampir berbisik.

"Gue lagi naik motor kampret. Ada apaan?"

Arvin berdecak. "Adik lo, dia ikut Jovanka sama Axel."

"Ha?!" pekik Aksa dari seberang telepon. "Padahal gue udah SMS dia, pulangnya ikut lo." Ada jeda di ucapan Aksa. "Pokoknya, Deliya harus ikut lo."

"Sebenernya kenapa sih? Lo pake rahasia-rahasian ke gue. Jovanka sama Axel orangnya kelihatan baik kok," ujar Arvin sambil tetap mengikuti ketiga orang tadi.

"Nanti gue cerita deh." Ada jeda di ucapan Aksa. "Pokoknya... tolong banget, lo bantu gue awasin Deliya. Dia harus pulang bareng lo, oke. Gue harus cari kerja sampingan dulu."

"Eh... tapi, Aksa...."

"Gak enak woi ngomong sekarang, gue lagi berhenti sembarangan di pinggir jalan."

Arvin mengendus kesal. "Iya, iya... untung bokap-nyokap gue lagi keluar kota. Gue rela dah ngikutin Deliya," pasrah Arvin, lalu memutuskan panggilannya dengan Aksa setelah terdengar kata 'oke' dari seberang panggilan.

"Deliya!" panggil Arvin setelah memasukan ponselnya kembali ke saku celana. Ia berlari ke arah ketiga orang yang diikutinya tadi. Kalau Arvin telat beberapa detik saja, mungkin mereka sudah memasuki sebuah mobil sporty bewarna hitam yang menurut Arvin sanggat terlihat keren itu.

Deliya mengernyit. "Apaan?"

"Hehe...." Arvin nyengir kuda saat tatapan ketiga orang itu tertuju lurus ke arahnya. "Gue boleh ikut kalian?" Pertanyaan Arvin sontak membuat Jovanka dan Axel mengernyit tipis. Sedangkan Deliya, gadis itu ber-ha ria.

"Lo mabok apa gimana sih?" cetus Deliya Akhirnya.

Arvin tertawa renyah. "Gue... gue gak bawa mobil tadi," alasan Arvin setelah melirik pandang ke sekeliling lapangan parkir yang masih diisi hampir seperempat kendaran beroda dua dan sekitar tujuh kendaran beroda empat.

Deliya mengernyit. Ia mengalihkan pandangan ke arah beberapa mobil yang masih terparkir. Saat matanya menangkap kendaraan beroda empat mini berwarna abu-abu, kernyitan Deliya sontak kian dalam. "Itu mobil siapa?" Deliya menunjuk mobil itu dengan jari telunjuknya.

Arvin menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "A-anu, anu itu...."

"Anu, anu... lo pasti disuruh Aksa."

She Is PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang