039

1.6K 106 12
                                    

Axel menghela napas panjang seraya mematikan laptop di hadapannya. Ia bangkit dari duduknya dan melihat keadaan dari dua sosok orang yang bisa dibilang dalam atmosfer yang akan menimbulkan sebuah badai masalah.

Melihat suasana yang tak kondusif lagi, dengan langkah santai Axel keluar meninggalkan ruangan khusus itu. Pilihan itu langsung diputuskannya sebelum ia disuruh atau dibentak kembali, dan atau kemungkinan terburuk sebelum ia menjadi bagian dalam kondisi gila itu.

Sebelum Axel benar-benar keluar dan menutup pintu rapat-rapat, seorang cowok berhidung mancung yang tak lain dan tak bukan adalah Aksa, melihat Axel bermaksud meminta penjelasan serta bantuan. Terlihat sangat jelas Aksa sangat ketakutan saat gadis di hadapannya menatap ia dengan tatapan yang sangat-sangat tajam, berbeda dari biasanya.

Kaki Aksa terus melangkah mundur sebelum dirinya terpojok di dekat sofa. Pikirannya tiba-tiba mengingat kata-kata Jovanka tadi, 'My beloved choose you'. Mengerikan, jika kata itu digabung dengan tingkah gadis di hadapannya sekarang ini.

"My beloved choose you," ucap Jovanka sakali lagi yang langsung membuat Aksa tersentak kembali. Bagaimana tak kanget, kalimat itu baru saja terlintas di pikiran Aksa dan memutari ingatannya.

"Gu-gue harus kembali bersih-bersih." Aksa dengan gagap mengucapkan perkataannya.

"Hm?" Jovanka bak berpikir, ia terus melangkah ke arah Aksa secara perlahan dan, dengan diam-diam tangannya meraih sesuatu di saku jaketnya yang tergeletak di sandaran sofa. "Bagaimana kalau tugas lo bertambah?"

"Ma-maksud-nya...." Lagi-lagi Aksa tergagap.

"My beloved choose you." Jovanka mengulang kata-kata itu dengan sangat jelas dan dengan penekanan di setiap kata. "Kesayanganku memilihmu," sambungnya.

Nyesss... sesuatu seperti mengalir di jantung Aksa saat ia mendengar kata-kata itu kembali. Seketika perutnya serasa berputar, berdesir dan darahnya memanas. Aksa tidak bodoh, ia tahu betul arti dari kata-kata itu.

"Tugas lo bertambah dan itu akan...." Langkah Jovanka terhenti di hadapan Aksa begitu pula dengan ucapannya. Perkiraan jarak mereka sekarang sekitar dua jengkal. Jovanka pun semakin mendekatkan wajahnya secara perlahan ke arah Aksa, membuatnya semakin mengikis jarak yang ada. "Menyenangkan," bisiknya di dekat telinga Aksa, lalu menusukkan sebuah suntikan yang ia ambil secara diam-diam ke tengkuk cowok itu.

Aksa langsung melotot dan salah satu tangannya spontan merespon ke arah tengkuknya. Namun, suntikan itu telah keluar kembali dari kulit-kulit Aksa dan telah menggantung di depan wajahnya.

Jovanka menatap Aksa dengan sebuah senyuman yang sangat-sangat manis. Apa lagi dua lesung pipinya terukir indah dipadu dengan bulu mata lentiknya. "Ini-hadiah-untuk-lo," ujarnya perlahan.

Aksa merasakan tubuhnya melemas. "LO GILA!" teriaknya sambil mendorong tubuh Jovanka dengan semua sisa tenaga. Aksa bergerak cepat menuju pintu, mencoba membuka pintu itu, namun sia-sia. Karena, pintu itu telah dikunci Axel saat ia keluar tadi.

"Sia-sia." Jovanka mendekat kembali ke Aksa. "Tenanglah, ini akan menyenangkan."

Alih-alih pintu terbuka. Aksa malah berusaha menjauh, mencoba mencari sesuatu untuk dijadikan pertahanan, namun belum sempat hal itu ia lalukan, kakinya sudah melemas dan tubuhnya pun jatuh ke lantai. Walaupun begitu, ia tetap berusaha dan beringsut ke arah kursi bar.

"Gue nggak ngira, tubuh lo cukup kuat menahan reaksi obat buatan gue." Jovanka berucap, begitu berdiri tepat di dekat ujung kaki Aksa.

"Lo-lo benar-benar gila!" ujar Aksa ingin beringsut kembali dan meraih kursi, namun sia-sia.

She Is PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang