035

2K 106 5
                                    

Arvin mengetukkan jemari ke meja sambil mengernyit menatap Aksa yang duduk di sampingnya. Bakat membaca situasi yang dimiliki Arvin entah sejak kapan, belakangan ini menangkap radar aneh dari diri sohibnya itu. Walau memang tak selalu tepat, tapi kali ini ia yakin, ada yang aneh dengan diri cowok berhidung mancung itu.

Pagi ini saja, bahkan jam pelajaran pertama belum dimulai, Arvin sudah berkali-kali mendengar Aksa menghela napas. Belum lagi tadi malam, Radinka menanyakan prihal pekerjaan Aksa padanya. Dan tentu saja, Arvin tak dapat memberi info karena ia sendiri tidak mengetahui apa pun. Seketika itu pula, Arvin langsung berasumsi ini pasti ada yang salah.

Arvin mengernyit sesaat sebelum memutuskan untuk angkat bicara dan membenarkan posisi tubuhnya agar duduk menghadap Aksa. "Aksa...," panggilnya yang hanya ditanggapi tatapan kosong, sama seperti beberapa hari terakhir ini. Arvin pun mengibaskan tangannya di depan mata cowok itu. "Aksa?!" panggilnya kembali dengan intonasi yang sedikit membentak.

Akhirnya Aksa mengerjapkan mata dan menoleh. Ia sedikit terperanjat. "Kenapa, Vin?" tanyanya bingung.

"Seharusnya gue yang nanya gitu. Kenapa lo?" tanya Arvin balik tanpa menjawab pertanyaan Aksa. "Lo kayak lagi banyak pikiran. Ada masalah apa?" sambungnya.

Aksa menggeleng sekenannya. "Nggak apa-apa kok, Vin," jawabnya singkat.

"Lo nggak usah bohong deh," jeda Arvin sambil menopang dagu di meja dengan tangan dan melihat mimik wajah Aksa lekat-lekat. "Jujur aja, lo kenapa? Berantem sama Radinka?"

Aksa berpikir sesaat sebelum mengangguk lesu. "Iya."

Arvin menghela napas pelan, menyadari masalah Aksa menyangkut soal percintaan dan itu sama sekali bukan bidangnya. Arvin ingin membantu, namun harus membantu bagaimana? Ia sendiri tak mengerti harus bagaimana karena, dirinya sendiri sudah kelamaan jomblo. Bukan kelamaan jomblo lagi, tetapi sudah jones yang bak akan skripsi, hingga membuat otaknya seakan mati rasa saat menanggapi tentang masalah percintaan.

"Oh, ya... lo kerja apaan sih, Sa?" tanya Arvin yang teringat tentang pertanyaan Radinka semalam. Dan yang dapat Arvin simpulkan lagi, masalah pekerjaan ini lah yang membuat kedua makhluk itu bertengkar.

"Vin, pulang sekolah nanti, lo tolong anterin Deliya pulang ya. Gue ada kerjaan dan harus buru-buru," kata Aksa yang terlihat jelas mencoba mengalihkan pertanyaan Arvin.

Arvin berdecak. Ia merasa sedikit sebal dengan ucapan Aksa. Bukan sebal karena permintaan untuk mengantar Deliya pulang, tetapi sebal karena Aksa mencoba mengalihkan pembicaraan. "Iya, gue anterin," kata Arvin ketus.

Aksa tersenyum, berpikir sejenak sebelum mengangguk. "Oke, thanks bro."

Arvin mendengus sambil membenarkan posisi duduknya. Ia kembali duduk menghadap ke arah depan, alias ke arah papan tulis dan bukan ke arah Aksa lagi. Arvin malas sekali jika harus kembali bertanya kepada cowok itu. Karena, ia tahu betul siapa Aksa. Jika Aksa telah mengalihkan pembicaraan, jangan harap kalian akan mendapatkan jawaban. Walau sebenarnya Arvin juga ikut penasaran dengan pekerjaan sohibnya itu, tetapi ia lebih memilih untuk diam.

***

Sore, selepas pulang sekolah. Radinka akhirnya berkesempatan pergi ke toko buku untuk mengisi koleksi novel di rak bukunya. Ia pergi sendiri menggunakan angkutan umum. Sebenarnya, maksud dari kesempatan itu hanyalah selingan untuk refreshing karena kegiatan sekolah serta masalah yang telah terjadi akhir-akhir ini.

Radinka dapat bernapas legah dan melupakan masalahnya sejenak saat matanya dimanjakan dengan deretan novel yang ada di rak. Tangannya meraih beberapa novel yang menurut Radinka cover dan judulnya menarik perhatian. Lalu membaca sesaat blurb cerita sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli beberapa yang menurutnya menarik.

Sekarang di tangan Radinka telah megenggam dua novel yang pasti akan ia beli. Setelah itu, ia mengalihkan langkah kakinya untuk menuju ke arah rak yang menampilkan tulisan besar 'top ten' di atasnya.

Setibanya di depan rak itu, Radinka langsung meraih dua buku yang ditulis oleh dua penulis terkenal yang berasal dari sebuah aplikasi penulis berwarna oren. Sebenarnya, ia ingin membeli buku itu saat PO sedang berlangsung. Namun, uangnya harus dibayar untuk beberapa fotocopy materi ujian. Jadi Radinka pun membatalkan niatnya waktu itu.

Radinka tersenyum melihat empat buku novel di tangannya, lalu beralih melihat arloji yang ia kenakan. Pukul lima sore lewat sepuluh menit. Gadis itu memutuskan untuk pergi ke kasir dan membayar. Mengingat ia telah mengabari kakaknya untuk menjemput di depan toko buku sekitar pukul lima sore lewat lima belas menit, Radinka pun mempercepat langkahnya. Ia tak ingin jika kakaknya nanti mengamuk karena kelamaan menunggu.

Tak lama kemudian setelah Radinka membayar, ia pun mengambil tas sekolahnya yang berada di tempat penitipan barang. Saat akan berbalik dan menuju tempat yang ia janjikan ke kakaknya, mata Radinka tiba-tiba saja langsung menangkap tiga sosok orang yang tak asing lagi baginya.

Ketiga orang itu terlihat mengenakan pakaian santai, tak seperti dirinya yang masih mengenakan pakaian sekolah. Sambil mengernyit, dengan spontan Radinka melangkahkan kakinya untuk mengikuti ketiga orang itu. Namun sebelum niatnya terjalankan, tiba-tiba saja bahunya dicengkram oleh seseorang.

"Lo mau kemana?" tanya suara berat yang sangat-sangat Radinka kenal.

Radinka menoleh. "Kak Arya," ucapnya dan berbalik penuh ke arah kakaknya. "Kok cepet banget jemputnya?"

"Cepet apanya? Kamu aja yang lambat. Sudah pukul lima lewat dua puluh menit juga." Ada jeda di ucapan Arya. "Memang kamu mau kemana lagi? Kakak udh nunggu dari tadi di depan sana. Ayo pulang," sambungnya.

"Tapi...."

"Kakak masih ada tugas kuliah, Dek. Pulang-pulang, udah mainnya," ujar Arya berjalan pergi sambil menarik ransel yang dikenakan Radinka hingga gadis itu mau tak mau ikut tertarik.

"Kak Arya lepasin," pekik Radinka tertahan karena tak ingin mengundang perhatian. "Iya pulang," sambung gadis itu akhirnya dan merasa kesal.

"Good." Arya melepaskan cengkramannya dari ransel Radinka, lalu melangkah terlebih dahulu.

Sedangkan Radinka, sebelum ia melanjutkan langkahnya, ia menoleh sesaat ke arah perginya ketiga orang tadi. Lalu mengernyit tipis seraya bergumam, "Aksa?"

------
Thanks you for reading
Have a nice day.

She Is PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang