031

2K 121 0
                                    

"Sejak kapan lo bisa main ke klub?" tanya Ayas sedikit ragu setelah gadis di sampingnya terlihat lebih tenang.

Deliya tidak menjawab, ia hanya menghela napas pelan sembari menyeka air di pipinya menggunakan tisue pemberian Ayas tadi.

Tak ada percakapan setelah itu, Ayas memilih diam. Begitu juga Deliya. Dari dalam mobil melalui kaca film, Ayas menatap area depan klub. Mulai dari lampu kecil warna-warni yang berkelap-kelip, dua petugas di depan pintu masuk, hingga pengunjung yang kian berdatangan pun ikut melewati penglihatan cowok itu.

"Thanks."

Ayas menoleh sekilas saat mendengar suara pelan yang mengucapkan kata asing bermakna 'terima kasih' itu. Di kursi penumpang, samping kursi pengemudi, duduklah Deliya yang masih menunduk lemas. Ayas pun tersenyum kecil sembari berdehem pelan untuk mengiyakan ucapan gadis itu tadi.

"Beberapa bulan yang lalu...," ucap Deliya yang langsung membuat Ayas menoleh kembali. "Kira-kira... sejak liburan semester ganjil, gue mulai coba main ke klub," sambungnya.

Ayas mengernyit tipis saat mendengar ucapan Deliya. Dia... bisa-bisanya masuk ke dunia yang gelap, batin Ayas.

"Tadi, gue benar-benar takut." Ada jeda di ucapan Deliya. "Om itu... akh bukan, maksud gue pria itu... selama gue ke klub baru kali ini ada yang--"

"Iya, gue ngerti." Ayas memotong ucapan Deliya dengan lembut karena, suara gadis itu terdengar bergetar. Ayas hanya merasa, Deliya tak cukup sanggup untuk menjelaskan situasinya tadi. Dan lagi, Ayas tidak ingin membuat dia merasa tak nyaman.

"Terima kasih," ujar Deliya sekali lagi.

"Oke, santai aja." Ayas tersenyum. "Kalau boleh tahu, memangnya kakak lo izin--"

"Dia nggak tahu, kalau gue main ke klub." Kali ini Deliya yang memotong ucapan Ayas.

Ayas tak kaget dengan jawaban gadis di sampingnya. Ia juga sedikit mengetahui cowok seperti apa kakak Deliya--Aksa--itu. Tak ingin terlalu ikut campur, Ayas memilih mengalihkan pandangannya ke depan sambil mengangguk mengerti. Walau hanya anggukkan pelan, ia tahu Deliya dapat menyadarinya.

Tentang Deliya, Ayas hanya kebetulan tahu. Sedikit tahu. Bahwa gadis itu adalah adik kelasnya, adik kandung Aksa, dan sekaligus teman dari gebetan sahabatnya--Aldi, yaitu Jovanka. Sehingga, beberapa kali membuat Ayas dan teman-temannya bersambung kata dengan gadis itu--Deliya.

Bukankah, itu membuat sedikit keberuntungan untuk gadis itu? Kalau saja Ayas tak mengenalinya, entah apa yang akan terjadi pada dia tadi. Deliya... gadis yang cukup manis, pikir Ayas.

Tiba-tiba Ayas menyipitkan matanya. "Hemm...." sambil bergumam pelan, ia menajamkan penglihatannya ketika melihat tiga orang yang berjalan tak jauh dari arah kanan. "Itu kakak lo, kan? Aksa?" tanya Ayas polos.

Deliya langsung mengangkat kepalanya, menoleh sesaat ke arah Ayas, lalu mengikuti arah pandang cowok itu. Di sana, tak jauh dari mobil yang diduduki Deliya dan Ayas, terlihat Aksa berjalan ke arah klub ditemani oleh dua orang yang tak asing lagi baginya.

Setelah menyipit sesaat, Deliya segera menyadari kalau ucapan Ayas itu benar, bahwa cowok yang dilihatnya itu adalah kakaknya, Aksa. Ia pun Cepat-cepat keluar dari dalam mobil dan diikuti oleh Ayas.

"Aksa!" panggil Deliya lantang.

Panggilan lantang Deliya pun sukses membuat tiga orang itu menghentikan langkah mereka, lalu berbalik.

"Hai," sapa Ayas saat ketiga orang itu mendekat. Namun sapaannya itu tak direspon sedikit pun oleh mereka.

"Kita pulang, sekarang," perintah Aksa langsung dengan nada pelan.

She Is PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang