020

2.5K 170 6
                                    

warning for this part 17+

------

Aksa menyeruput teh buatan Radinka. Sesekali ia meniup permukaan cangkir yang masih mengepulkan asap tipis. Radinka memandangi tingkah kekasihnya itu tanpa bosan. Sebenarnya gadis itu sering bertanya-tanya. Apa memang begini jika kamu mencintai seseorang? Terlalu sering terjebak dalam momen gila yang membuatmu hanya memikirkan dirinya.

"Lihat deh mereka. Mereka pacaran ya?" Dagu Radinka mengedik ke luar kaca jendela. Tampak Deliya dan Arvin asyik mengobrol di teras rumah sambil menikmati cemilan yang ada.

Aksa mengernyit sambil mengikuti arah pandang kekasihnya ity. "Mereka nggak pacaran."

"Ha? Nggak mungkin. Pasti mereka pacaran, deket gitu kok." Ada jeda di ucapan Radinka. "Pasangan baru selalu bikin iri," sambungnya.

"Kenapa?" tanya Aksa sedikit heran sambil diam-diam mengambil sesuatu dari ranselnya. Sebuah kotak kecil hitam berpita merah jambu.

"Lihat deh interaksi mereka. Bikin aku inget moment kita dulu, sewaktu masih awal-awal pacaran," jawab Radinka tampak masih sibuk dengan pemandangan di luar sana. Aksa berdeham pelan. Spontan Radinka menoleh ke arahnya. Pandangan Radinka beralih ke kotak kecil hitam berpita merah jambu yang disodorkan Aksa.

Salah satu alis Radinka terangkat. "Buatku?"

Aksa mengangguk pelan. "Bukalah."

Radinka menerima kotak itu dan segera membukanya. Matanya membelalak ketika melihat isi dari kotak kecil itu. Sebuah kalung perak dengan liontin indah berbentuk bulan penuh dengan ukiran seperti batu alam berwana merah jambu di tengah-tengahnya. "Liontin?"

Lagi-lagi Aksa mengangguk pelan. "Iya, itu untuk kamu. Hadia ulang tahunmu."

"Ini pasti mahal, Aksa. Aku nggak bisa nerimanya." Radinka menutup kotak itu dan menyodorkannya kembali kepada Aksa.

"Kamu ambil aja. Itu memang aku persiapin untuk kamu. Kamu nggak perlu mikirin harga dan lain-lain." Aksa mendorong kotak itu pelan dari tangan Radinka ke arahnya.

Radinka diam untuk berpikir sejenak. Sebenarnya ia sangat senang menerima hadia dari Aksa. Tetapi, kalau mengingat kondisi keluarga Aksa, ia menjadi berat hati untuk menerima hadia itu.

"Oke, aku terima. Tapi, lain kali kamu nggak perlu kasih aku hadia yang mahal kayak gini," kata Radinka akhirnya.

Aksa tersenyum, lalu mengacak pelan rambut kekasihnya itu, Radinka. "Oke," setujunya singkat.

"Ih, Aksa!" seru Radinka pura-pura kesal sambil membetulkan rambutnya.

Aksa tertawa. Ia hendak memeluk kekasihnya itu. Namun, tiba-tiba sebuah benda keras mengenai kepalanya. Aksa mengelus kepalanya sambil melihat benda apa yang mengenainya tadi. Ia mengernyit begitu mendapati sebuah kunci motor tergeletak di dekat kakinya. "Siapa--"

"Lo, jangan peluk-peluk adik gue. Belum resmi." Seorang cowok tinggi berambut cepak memotong ucapan Aksa.

"Iya, kak," ujar Aksa pasrah saat mengetahui biang kerok dari pelemparan kunci itu adalah kakak Radinka, yaitu Arya.

Radinka terkekeh. "Kak Arya, ih."

Arya mendekat ke arah mereka, lalu meminta kunci motornya yang jatuh di dekat kaki Aksa. "Kalian berdua, inget belum resmi," peringatnya sekali lagi dan mendapat anggukan dari Aksa.

"Kakak mau kemana?" tanya Radinka saat menyadari Arya mengenakan setelan yang rapi serta parfum yang wangi.

"Mau kemana lagi? Hari minggu kayak gini, ya ketemu calon kakak ipar kamu lah, Dek."

"Inget kak, kalian juga belum resmi," ujar Radinka dan Aksa bersamaan, lalu membuat mereka bertiga tertawa.

"Kakak pergi dulu," ucap Arya, lalu melangkah pergi dari ruang tamu itu.

Sedangkan Aksa, ia kembali menatap Radinka. Aksa tersenyum, ia merasa sesuatu menghangatkan hatinya ketika Radinka tersenyum melihat langkah kakaknya yang kian menjauh.

Melihat senyuman gadis di hadapannya itu membuat Aksa merasa sangat senang dan tenang. Ia benar-benar berterima kasih serta merasa sangat beruntung karena telah dipertemukan dengan seorang gadis sebaik Radinka. Semoga kita selalu bersama, ujar Aksa dalam hatinya.

***

Sepulang dari rumah Radinka tadi, sedari sore hingga malam Aksa memutari kawasan yang lumayan dekat dari rumahnya untuk mencari sebuah perkerjaan paruh waktu. Kalau diperkirakan, sudah sekitar tujuh atau delapan jam ia mencari, namum tak ada satu tempat pun yang menerimanya untuk bekerja.

Aksa menghela napas berat. Ia merasakan pegal pada kaki dan lelah pada tubuhnya. Waktu pun telah menunjukan pukul sembilan lewat lima puluh lima menit. Aksa memutuskan hari ini cukup sampai di sini karena mengingat besok, ia juga harus berangkat ke sekolah.

Malam itu pula, tiba-tiba Aksa dikejutkan oleh suara aneh saat melewati sebuah gang kecil. Di depan gang terdapat sebuah lampu jalan dengan pecahayaan berwarna kuning, sedangkan di dalam gang suasananya terlihat gelap.

Walaupun begitu, ia tetap dapat melihat jalanan gang yang dipenuh rerumputan, seperti tempat yang tak pernah dilalui oleh warga sekitar. Kemudian, di kiri-kanan gang berdiri tembok tanpa cat yang tingginya sekitar satu setengah meter. Kalau dijelaskan, tempat itu sanggat mengambarkan sarangnya para preman.

Aksa menarik napas dalam sebelum melangkah untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di dalam gang itu. Sebenarnya, ia sedikit takut. Bagaimana kalau itu pereman atau penjahat lainnya yang ada di kawasan ini? Namun, rasa penasaran Aksa lebih mendominasi dari pada rasa takutnya. Samar-samar dari pencahayaan bulan penuh, Aksa menyipit ketika melihat dua orang saling berdekatan, tanpa jarak sedikit pun dan... terlihat sangat intim.

Aksa mengernyit saat merasakan ada sesuatu yang aneh dari dua orang itu. Terlihat seseorang yang lebih pendek dan dapat Aksa pastikan, dia adalah seorang wanita dan terlihat sedang melakukan perlawanan.

Namun, sepersekian detik saat wanita itu berjinjit dan mencium bibir sosok yang lebih tinggi darinya, napas Aksa langsung tertahan dan menutup mulut agar ia tidak berteriak. Aksa terkejut, degup jantungnya pun langsung memompa kencang dan sotak membuatnya melangkah mundur.

Aksa sungguh tak mengetahui siapa mereka dan lebih pastinya, ia tak ingin menimbulkan masalah karena kepergok mengintip sebuah kegiatan yang tidak seharusnya ia lihat. Aksa pun dengan kikuk ingin segera pergi dari gang itu. Namun saat ia ingin melangkah, kakinya tak sengaja menginjak sebuah ranting dan menimbulkan bunyi yang cukup keras.

Aksa melotot lebar saat kedua orang itu telah menghentikan aktivitas mereka dan menyadari keberadaan dirinya. Ketika wanita itu menoleh dan melihat Aksa, ia pun mengernyit. Wanita itu tampak tak asing, namun karena pencahayaan yang kurang dan dengup jantungnya yang kian berdetak lebih cepat, Aksa tak dapat berpikir siapa dia.

"Siapa... itu?!" tanya suara bariton yang terdengar sangat berat. Dapat Aksa pastikan, suara itu berasal dari sang sosok bertubuh lebih tinggi yang dicium oleh wanita itu tadi.

Napas Aksa tertahan beberapa saat. Tanpa menjawab, ia pun berlari dengan sisa tenaganya agar dapat sesegera mungkin pergi meninggalkan area gang itu.

Saat Aksa merasa dirinya sudah lumayan jauh dari gang, ia memperlambat langkahnya sambil sesekali melihat ke arah belakang untuk memastikan tak ada seseorang pun yang mengejarnya. Namun,  tiba-tiba saja ia menabrak tubuh seseorang. sebelum Aksa melihat siapa sosok yang ditabraknya itu, ia merasakan jantungnya seakan ingin copot.

Aksa menarik napas beberapa kali untuk menenangkan dirinya. Beberapa detik hening dan menimbulkan kernyitan tipis dari sosok yang ditabraknya barusan. Sosok itu pun tak mengeluarkan sepatah kata pun, ia terlihat senantiasa menunggu reaksi serta ucapan yang akan keluar dari mulut Aksa.

Aksa menarik napasnya dalam dan panjang. Ia masih mengatur irama napasnya yang terengah-engah, sebelum berucap, "lo rupanya."

------

Thank you for reading.
Tinggalkan bintang oren dan komentar ya.
Have a nice day.

She Is PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang