024

2.3K 151 2
                                    

"Apaan lagi sih?!" geram Deliya siang ini di depan kelasnya saat hendak pergi ke kantin bersama dengan Jovanka dan Axel.

Aksa yang baru selesai menceramahi Deliya agar dia menjauh dari Jovanka dan Axel, langsung mendapat semprotan kata yang beruntun dari adiknya itu.

"Lo nggak lihat, Jovanka udah nunggu?" kata Deliya kesal sambil mengedikkan dagunya ke arah Jovanka dan Axel yang sedang duduk di kursi kayu panjang depan kelas mereka.

"Tolong, Del. Dengerin kakak."

"Denger, denger! Bikin kesel aja!" seru Deliya menghentakan kakinya dan hendak melangkah pergi.

"Deliya!" panggil Aksa hendak meraih pergelangan adiknya, bermaksud untuk menghentikan langkah gadis itu.

Deliya menarik tangannya hingga terbebas dari cengkraman Aksa dan dengan cepat ia melangkah pergi menghampiri Jovanka dan Axel.

"Deliya!" panggil Aksa kembali sambil mensejajarkan langkahnya dengan Deliya.

"Buat pusing aja sih!" Deliya menghentikan langkahnya. Ia menatap Aksa berang. Deliya tak habis pikir, Kenapa tingkat menyebalkan Aksa akhir-akhir ini meningkat lima kali lipat? Memang ada yang salah dengan Jovanka dan Axel? Menurut Deliya jelas tidak.

"Kalian, sudahlah jangan bertengkar." Jovanka tiba-tiba mendekat dan menengahi.

"Kalau mau ikut kami ke kantin, silakan saja," tambah Axel dengan ekspresi datar dan tenang--berkata kepada Aksa.

Seperti tertangkap basah maksud dari ia menghampiri Deliya setiap hari, Aksa pun hanya bergeming. Seketika tubuhnya lemas saat sebagian kecil ingatan di malam itu lagi-lagi kembali terkumpul di otaknya.

"Benar. Ikut aja, gimana?" setuju Jovanka menunggu jawaban Aksa.

Hening. Cukup lama mereka menunggu jawaban Aksa, tiba-tiba pandangan Jovanka malah beralih ke sebuah kerumunan yang tak begitu jauh di depannya. Beberapa siswa-siswi juga terlihat berlari ke arah kerumunan itu. "Ada apa di sana?" ujar Jovanka penasaran.

Mata Aksa, Axel dan Deliya sontak mengikuti arah pandang Jovanka. Lalu tanpa berbasa-basi, mereka berempat langsung melangkah pergi ke arah kerumunan dan menyeruak masuk ke kerumunan itu--melewati beberapa murid untuk berada di barisan depan.

Begitu melihat hal menarik apa yang bisa mengundang penonton sebanyak ini, mata Deliya dan Aksa pun langsung membulat sempurna. Mereka berdua terkejut bukan main ketika melihat salah seorang cowok berkaca mata yang telah terduduk gemetar di lantai.

Dia, cowok itu terlihat kesakitan seraya memegang perutnya. Sedangkan hal yang paling menarik lainnya adalah, adu kekuatan otot yang sedang berlangsung dari dua orang cowok yang tak asing lagi di sekolah itu. Siapa lagi kalau bukan Aldi dan Anselino.

Sedangakan Jovanka dan Axel, mereka hanya mengernyit tipis. Dari pengamatan sekilas, mereka dapat menghasilkan pikiran yang sama dan menyimpulkan, pasti masalah ini berawal dari Aldi dengan cowok berkaca mata itu. Sedangkan Anselio, dia lagi-lagi menjadi pahlawan kesiangan.

"Jovanka! Kakak lo lagi berantem sama Aldi!" pekik Deliya tanpa mengalihkan penglihatannya dari pertunjukan tonjok-menonjok di hadapannya itu.

Jovanka tak mengubris ucapan Deliya, ia malah melirik Axel yang berdiri di kanannya, sekilas. Tanpa mendengar ucapan dari mulut Jovanka, Axel langsung mengangguk mengerti. Dengan segera pula cowok berahang tegas itu, Axel memasuki area duel Anselio dan Aldi, lalu berusaha memisahkan mereka.

Jovanka beralih melihat Deliya yang berada di kirinya. Gadis itu terlihat fokus menyaksikan perkelahian di depannya. Mata Jovanka pun beralih ke cowok yang berdiri di belakang Deliya, yaitu Aksa. Ia melangkah mundur, mensejajarkan tubuhnya dengan Aksa.

She Is PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang