014

3.1K 221 22
                                    

Hi love, maaf  jika ada typo.
Kritsar sangat dipersilakan.
Enjoy reading!

------

Jovanka mengirim pesan singkat pada Axel sebelum dirinya turun dari mobil sporty hitamnya. Ia menyuruh kakaknya itu, Axel untuk segera mengamankan daerah yang akan ia gunakan malam ini. Mengingat ini aksi pertamanya di Indonesia, Jovanka sangat tak menginginkan ada cacat sedikit pun.

Ingatannya melayang ke masa lalu, masa dimana saat para korban-korbannya terbunuh dengan cara yang indah, indah menurut Jovanka. Jeritan, raut wajah kesakitan, dan lautan darah yang disertai dengan aroma darah yang menyengat, semua itu sanggat-sangat dirindukan olehnya. Dan malam ini, mau tidak mau, ia harus melakukan aksi yang dirindukannya itu, harus.

Sebelum Jovanka benar-benar berada di dalam klub untuk bersama dengan targetnya, ia sudah terlebih dahulu menyuruh Axel mengatur cctv ataupun memerintahkan para petugas keamanan untuk berada di titik-titik tempat yang tak akan ia lalui.

Setelah semua rencananya selesai ia atur, senyum tipis tak henti-hentinya terbentuk dari bibir Jovanka. Ia pun bergegas menuju sofa yang berada di lantai dasar dekat pojok ruangan. Dalam info yang sudah dikumpulkan Axel, targetnya kali ini adalah seorang pria pereman berumur dua puluh tiga tahun, sering nongkrong di klub ini pada hari senin, rabu, sabtu dan minggu.

Jovanka melirik kanan dan kiri untuk mencari sosok target yang sudah ia hafal wajahnya dari foto yang diberikan Axel sebelumnya. Menurut informasi tambahan dari Axel, pria ini sering berada di dekat deretan sofa lantai bawah, bar atau meja bar sambil berkumpul dengan beberapa temannya atau berhubungan dengan beberapa wanita yang ada di klub. Namun, apa malam ini sedang tak berpihak pada Jovanka karena, sosok pria tak berguna itu belum juga terlihat batang hidungnya?

Decakkan keluar dari mulut Jovanka ketika ia melirik jam tangannya. Pukul sepuluh empat puluh lima malam. Jika targetnya kali ini tidak terlihat juga, ia bersumpah akan membunuh siapa saja yang menarik perhatiannya. Asal ia merasa senang, itu bukan masalah.

Sekarang, Jovanka memilih melangkahkan ke sofa yang berada di paling pojok ruangan untuk menunggu targetnya seraya melihat siapa yang kira-kiranya cocok untuk menjadi cadangan--jika targetnya tak kunjung terlihat.

Saat Jovanka sibuk memperhatikan beberapa orang yang berada di dekat tangga, tiba-tiba seseorang memperkenalkan diri sambil duduk di sampingnya. Seorang cowok yang ia yakini seumuran dengannya dan... sosok itu terlihat familiar.

"Kenalin, gue Aldi. Kita satu sekolahan dan gue kakak kelas lo," ucap Aldi sambil mengulurkan tangannya ke hadapan Jovanka.

Bukannya membalas, Jovanka malah mengernyit heran.

Melihat reaksi Jovanka yang kebingungan dan merasakan uluran tangannya tak akan dibalas, Aldi pun menarik kembali tangannya. "Hei... jangan diem aja, Gue kakak kelas lo. Emang... lo nggak mau kenalan sama salah satu makhluk tuhan yang paling handsome ini?"

Lagi-lagi bukannya menjawab, Jovanka malah mengernyit tipis. Perlahan ingatannya terasa berputar ke kejadian-kejadian sebelumnya, ia berpikir sambil melihat pekat sosok cowok di sampingnya itu.

Berselang beberapa detik kemudian, Jovanka pun dapat mengingat siapa sosok cowok itu. Dia adalah orang yang Jovanka lihat tadi pagi di sekolah, seseorang yang sedang menindas seorang cowok cupu. Benar, Jovanka tidak mungkin salah mengingatnya.

Sekarang Jovanka mencoba tersenyum tipis, bersikap seramah mungkin. "Jovanka," ucapnya singkat, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Gue udah tahu kok nama lo." Aldi tersenyum bangga kepada dirinya sendiri. "Gak nyangka bisa ketemu lo di sini, lo sendirian?" tanya Aldi lagi dan hanya dijawab Jovanka dengan deheman. "Kalau gitu gue temenin, ya."

Jovanka menoleh cepat. "Nggak usah kak, gue udah mau per--"

Aldi memotong ucapan Jovanka. "Panggil gue Aldi, jangan pake embel-embel kak." Ada jeda di ucapannya. "Emang lo mau kemana? Perasaan gue, lo baru aja datang."

"Pulang," jawab Jovanka singkat, padat dan jelas.

"Ha? Pulang?" bingung Aldi. "Gue anterin deh. Eh... tapi, lo kok datang ke sini cuma sebentar? Gak minum atau ke dance floor?" cerocos Aldi lagi.

"Gue...," ucapan Jovanka terhenti begitu matanya menangkap sosok pria yang ditargetkannya muncul tak jauh dari tempatnya berada sekarang. Pria targetnya itu terlihat menuju anak tangga sambil tersenyum dan menyapa seorang perempuan.

Melihat targetnya yang akan berada di genggaman orang lain, sontak Jovanka hendak bangkit dari duduknya. Namun, pergelangan tangannya langsung ditahan oleh Aldi. Ia pun menatap kesal cowok yang ada di sampingnya itu.

"Lo mau kemana?" tanya Aldi bingung.

"Gue harus pergi sekarang," jawab Jovanka mencoba tetap tenang.

"Gue anterin deh, oke?" tawar Aldi

Jovanka menghela napas kesal. "Nggak usah."

"Oke, gue anterin lo," ujar Aldi tanpa persetujuan Jovanka dan langsung bangkit dari duduknya dengan tetap memegang pergelangan tangan Jovanka.

"Gue--"

"Lo ngapain adik gue?!" sergah Axel yang tiba-tiba datang memotong ucapan Jovanka dan langsung menarik pergelangan tangan adiknya agar terlepas dari genggaman Aldi.

Diam sesaat. Aldi menatap cowok di hadapannya dengan kernyitan yang terpampang jelas di pelipisnya. "Adik...," ujar Aldi sambil mengingat kalimat yang ia dengar tadi.

"Lo jangan macem-macem," peringat Axel sambil menatap Aldi tajam.

"Udah, nggak apa-apa," ujar Jovanka berusaha tenang seraya menarik pelan lengan Axel agar segera pergi dari sana, sebelum kesabaran Jovanka habis dan mengganti target dengan cowok aneh di hadapannya sekarang yang pastinya akan menambah sebuah masalah. Oleh karena itu, lebih baik ia lekas pergi dan tak membuang-buang waktu lagi.

"Hei, gue cuma mau kenalan sama adik lo," ucap Aldi sebelum Jovanka dan Axel benar-benar pergi dari hadapannya. "Sekalian, siapa tahu di masa depan gue bisa jadi adik ipar lo, atau lo jadi kakak ipar gue," sambung Aldi blak-blakan yang sontak membuat Axel menoleh dan menatapnya berang.

Jovanka menghela napas kasar. "Udah, kita pulang aja," ucapnya langsung melangkah pergi dan diikuti oleh Axel.

"Inget ya, gue Aldi, nggak bakalan nyerah! Dan, gue ramal, kita bakalan ketemu lagi besok, besoknya lagi, atau besoknya lagi," ujar Aldi dengan intonasi yang lebih tinggi, menirukan salah satu film best seller di Indonesia.


Begitu tiba di parkiran klub dan masuk ke dalam mobil Axel, Jovanka membanting pintu mobilnya keras hingga tertutup. Di sampingnya pun sudah ada Axel yang siap menyalakan mesin mobil. Saat akan memutar kunci, Axel tiba-tiba membatalkan niatnya dan menoleh ke arah Jovanka yang terlihat kesal bukan main.

"Beneran pulang?" tanya Axel singkat, padat dan jelas agar tak menambah suram aura Jovanka dan memperburuk keadaan yang ada. Karena, ia sangat mengal betul apa yang dirasakan adiknya itu dan apa yang diinginkannya sekarang ini.

"Cari target, siapa aja," jawab Jovanka dingin.

Mendengar jawaban Jovanka, ternyata ia benar-benar tak salah menebak apa yang diinginkan oleh adiknya itu. Axel pun mengangguk mengerti. Dengan segera pula, ia menyalahkan mesin mobil dan melesat cepat meninggalkan area parkiran klub itu.

------

Hi love, terima kasih telah membaca hingga bagian ini. Jika berkenan, silakan dukung cerita ini dengan cara menekan bintang oren yang ada di pojok bawah kiri dan ikuti akun penulis.

She Is PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang