007

4K 293 22
                                    

WARNING! Bab ini mengandung adegan kekerasan, mohon bijak dalam membaca.

Hi love, maaf jika ada typo.
Kritsar dipersilakan.

------

"Deliya!" panggil Aksa sekali lagi sambil meraih pergelangan tangan perempuan itu agar ia bangkit dari duduknya. "Lo memang benar-benar...," geram Aksa saat perempuan itu, alias Deliya sudah berdiri dan menampilkan seyum khas orang mabuk di hadapannya.

"Uwahh... kamu-tampan-sekali," ucap Deliya terbata-bata dengan tubuhnya yang sempoyongan.

Aksa mengabaikan perlakuan dan ucapan Deliya yang meracau tak jelas. Sekarang alis Aksa bertautan dengan sudut mata meruncing seraya menatap seorang laki-laki yang sedari tadi menyentuh Deliya secara intim.

Laki-laki itu menatap Aksa tenang sambil tetap duduk di sofa. Terpancar senyum tipis di wajahnya saat Aksa menatapnya dengan tajam. Sepersekian detik kemudian, ia menyadari Aksa yang sepertinya naik pitam. Lelaki itu pun bangkit dari duduknya dengan santai, lalu membalas tatapan Aksa dengan tajam pula.

"Lo apain adik gue, sat?!" tanya Aksa dengan intonasi nada yang meninggi namun, tetap tak terlalu terdengar. Suara yang dikeluarkan Aksa itu sudah cukup keras, bahkan sudah berteriak. Tetapi, tetap saja dentuman musik dan keramaian, mengalahkan suara Aksa.

Mendengar pertanyaan Aksa, lelaki itu malah tertawa renyah. "Shut up, boy. Adik lo sendiri yang ngerayu gue."

Mata Aksa melotot saat mendengar ucapan lelaki di hadapannya itu. Pandangannya pun beralih menatap Deliya. Penampilan adiknya benar-benar terlihat kacau. Rambut yang acak-acakkan, risleting dress yang telah terbuka, kemudian sebelah bahu dress yang sudah turun sebatas lengannya hingga menampilkan tali bra berwarna putih yang sudah mengendor--yang sepertinya, bra itu sudah terlepas dari kaitannya. Aksa menghela napas kasar saat menyadari semua kekacauan di tubuh adiknya itu.

"Lo lihat sendiri." Lelaki itu menjeda ucapannya sambil mengedikkan bahu. "Penampilan dia aja udah menggoda gue, belum lagi dia ngomong dengan suaranya yang seksi itu," ujar lelaki itu sambil melihat tubuh Deliya.

"Brengsek!" maki Aksa dengan tangan yang sudah melayang dan meninju wajah lelaki itu hingga ia tersungkur ke sofa sambil memegang sudut bibirnya yang perih.

Beberapa pengunjung klub hanya melihat pertengkaran itu masa bodoh, tanpa niat untuk membantu sedikit pun. Kebanyakan, mereka hanya melihat sekilas, lalu melanjutkan keasikan dunia mereka masing-masing.

"Lo-ngapain-adik-gue?!" tanya Aksa ketus dengan penekanan di setiap katanya.

Lelaki itu berdecak saat menyadari sudut bibirnya telah berdarah. Kemudian seolah-olah tak peduli, ia hanya mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban.

"Bangke!" maki Aksa sambil tetap menopang tubuh adiknya dengan sebelah tangan--agar tetap berdiri--dan ia pun melayangkan kakinya, menendang paha lelaki itu.

"Shit! Lo nyari mati, ha?!" ujar lelaki itu sinis dan dengan cepat bangkit dari duduknya, lalu meninju wajah Aksa dengan keras.

Aksa yang terkejut dengan pergerakan laki-laki itu pun membuatnya tak sempat menangkis dan hanya dapat menerima tinjuannya. Tubuh Deliya yang dipapah Aksa pun terlepas ke sofa. Membuat Deliya yang tadinya meracau di alam bawah sadar jadi menjerit ketakutan.

"Kalau lo sayang banget sama adik lo, ya dijaga, jing! Jangan nyalahin satu pihak! lo--"

Bukk!

Tinju Aksa memotong ucapan laki-laki itu dan lagi-lagi menghantam wajahnya dengan keras, membuatnya tersungkur kembali ke sofa. "Kalau adik gue kenapa-kenapa, gue janji bakal ngirim lo ke neraka!"

Lelaki itu tertawa keras mendengar ancaman Aksa. Yang benar saja, ingin membunuhnya? pikir lelaki itu.

"Lo ketawa?!" tanya Aksa sinis hendak meninju lelaki itu lagi. Namun, aksinya itu gagal karena seseorang tiba-tiba datang menghampirinya dan menghentikan perbuatannya itu.

Aksa pun mengernyit sambil memperhatikan seorang cowok yang menghampirinya itu, yang sepertinya juga seumuran dengannya. Wajah yang tegas dan sorot mata yang tajam terpancar saat mata Aksa dan cowok itu bertemu.

"Sudahi keributan ini," ucap cowok itu menatap Aksa tanpa ekspresi dan tenang. "Lo." cowok itu sekarang beralih ke laki-laki tadi, menarik kerah bajunya dengan satu kali hentakkan hingga ia berdiri di hadapannya. "Kalau lo ingin hidup tenang, pergi sekarang," sambungnya sambil menghempaskan tubuh lelaki itu hingga tersungkur ke lantai.

Lelaki itu mendecih, ia tahu betul siapa yang baru saja mengancamnya itu. Axel, salah satu anak pemilik klub. Ia pun baru mengetahui ini beberapa jam lalu saat para wanita sibuk menunjuk, merayu dan membicarakannya secara terang-terangan. Tanpa pikir panjang, laki-laki itu pun bangkit dan pergi dari hadapan Axel.

Tadinya pertengkaran itu tak mengundang banyak perhatian, namun sejak Axel campur tangan, perhatian seluruh pengunjung klub pun tertuju ke arahnya. Tetapi Axel mengabaikan semua tatapan itu.

Setelah melihat laki-laki itu pergi dengan tampang kesal. Axel mengalihkan pandangannya ke Aksa. "Are you oke?" tanya Axel sambil melihat sudut bibir Aksa yang berdarah dan mengalihkan pandangannya sesaat ke arah Deliya.

Aksa sempat terpaku melihat cowok yang ada di depannya, karakter yang sangat kuat, elegan dan... entahlah, ia tak dapat menjabarkannya. "Gue oke," jawab Aksa enteng, lalu meraih tubuh adiknya yang sepertinya sudah tak sadarkan diri karena mabuk.

"Biar gue bantu. Lo ke sini naik apa?"

Aksa menoleh ke arah Axel setelah mengendong adiknya ala bridal style. "Gak--"

"Gak perlu sungkan. Kenalin, gue Axel, anak pemilik klub ini." Ada jeda di ucapan Axel karena, lagi-lagi ia merasa tak enak untuk memperkenalkan dirinya sebagai anak pemilik klub, tanpa embel-embel 'angkat'. Ini karena disuruh Jovanka, kalau tidak, mana ia mau. "Gue hanya merasa bertanggung jawab. Ini juga udah malem," sambung Axel sambil melihat jam tangannya yang sudah hampir menunjukkan pukul dua belas malam.

Aksa menimbang, melihat keadaan adiknya yang sudah tak sadarkan diri, ia pun sedikit khawatir jika harus mengendong adiknya sampai ke rumah yang letaknya lumayan jauh. Kalau menelepon taksi, biayanya pasti mahal. Kalau ojek, itu tidak mungkin, apa lagi di jam hampir tengah malam. "Oke," setuju Aksa ragu.

"Baiklah, lo naik apa?" Aksa hanya menggeleng mendengar pertanyaan Axel. "Gue antar kalian pake mobil gue," putus Axel, lalu menuntun Aksa keluar dari klub utuk menuju ke mobilnya.

She Is PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang