010

3.8K 258 30
                                    

Hi love, maaf jika ada typo dan kalimat yang tidak sesuai.
Kritsar dipersilakan.

------

Suasana di kelas dua belas IPA dua terasa begitu panas dan ramai. Sejak bel istirahat jam pertama berbunyi sekitar tiga menit lalu, sebagian besar anggota kelas itu berkumpul dengan kelompok mereka masing-masing dan tampak asyik berceloteh, membicarakan murid pindahan baru di sekolah mereka.

"Aksa Delvin Shaquille! Lo denger omongan gue gak sih?" tanya Arvin kesal kepada Aksa.

Aksa menjawab dengan anggukkan, ia fokus menyalin tugas fisika dari buku sahabatnya--Arvin--ke bukunya.

Mendapati respon Aksa, Arvin mendengus kesal sambil menyeruput es teh yang ia beli dari kantin beberapa menit lalu. Dengan jelas pula, Arvin melihat ekspresi Aksa yang terlihat terburu-buru dengan bibir yang komat-kamit membaca jawaban seraya menulisnya ke buku.

Kedua sudut bibir Aksa tertarik ke atas saat kata terakhir selesai disalin ke dalam bukunya. Ia merenggangkan leher beserta jari-jarinya sebelum melihat Arvin yang duduk di hadapannya dengan salah satu alis terangkat.

"Lo gak beli buat gue?" tanya Aksa sambil melihat satu plastik es teh yang hampir habis isinya.

"Bentar," ucap Arvin tanpa menoleh ke arah Aksa, dan malah menghabiskan es tehnya lalu meninggalkan beberapa bongkahan es batu di dalam plastik itu. "Nih, buat lo."

Aksa mengernyit kesal saat Arvin mengulurkan plastik es teh yang tinggal es batu saja ke hadapannya. "Cari mati, Vin?" tanya Aksa menatap intens wajah Arvin.

Mendengar pertanyaan Aksa yang terbilang lebih ke ancaman, Arvin menarik kembali kantong es teh yang telah abis itu. Ia pun mencebikkan bibirnya sambil membalas tatapan Aksa yang tajam.

Aksa meringis melihat ekspresi wajah Arvin yang terlihat sangat menjijikan. Bibir dicebikkan, kening dikernyitkan, dan kedua pipi yang sedikit mengembung, terlihat seperti ekspresi seorang gadis labil yang sedang marah, namun diimut-imutkan.

"Enak ya main ancem? Besok-besok gue gak mau lagi kasih lo contekkan PR," ujar Arvin pura-pura kesal sambil mengambil bukunya yang ada di meja Aksa dan meletakkannya ke meja samping Aksa, meja Arvin sendiri.

Aksa nyengir kuda mendengar pernyataan Arvin. "Jangan gitu dong, gue kan harus kerja sepulang sekolah, mana sempet buat PR."

"Oke... tapi lo denger gak apa yang gue omong tadi? Hm?" tanya Arvin degan salah satu alis terangkat menatap Aksa.

Aksa mengangguk. Bagaimana tak degar, tadi sahabatnya itu bercerita dengan semangat empat lima. "Cewek pindahan yang cantik banget dan lo ketemu dia kemarin di kafe perpustakaan favorit lo?"

"Yups!" jawab Arvin tegas dan cepat. "Mungkin ini batas jones gue, Bro. Thanks god, telah menunjukkan jodoh gue," sambung Arvin lebay sambil mendongak ke atas.

Aksa memutar bola matanya malas. Ia sudah terbiasa dengan sikap pede sahabatnya itu dan dengan kelebayan yang sudah mendarah daging di dalam dirinya. Terkadang, Aksa sedikit kasihan melihat kelebayan cowok berhidung mancung itu. Tampang oke, otak oke, tajir iya, tapi kenapa status jomblo masih dipegang olehnya? Aksa sungguh tak abis pikir.

"Lo harus ikut gue ke kantin sekarang. Tadi gue lihat dia bareng adek lo. Tapi, di sampingnya ada cowok bermata elang yang super cakep, mudah-mudahan keadaan berpihak ke gue," ujar Arvin antusias, lalu menarik pergelangan tangan Aksa untuk mengikutinya--tanpa menunggu respon dari Aksa.

"Jangan tarik-tarik, Saripin," omel Aksa dengan nama Arvin yang ia pelesetkan.

"Buruanlah, lo harus lihat seberapa cantik gadis itu dan kita harus mastiin siapa cowok di sampingnya itu. Mumpung, kayaknya adek lo udah deket sama dia."

She Is PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang