021

2.4K 166 0
                                    

"Lo rupanya," ujar Aksa merasa sedikit legah bersamaan dengan Axel yang memegang salah satu lengannya.

Axel sekilas mengernyit, ia dapat dengan jelas melihat kegelisahan yang mendominasi di wajah cowok yang ada di hadapannya itu. Alhasil, ia melihat Aksa dengan salah satu alis terangkat. "Lo kenapa?" tanyanya singkat.

Aksa tak langsung menjawab, ia masih mengatur napasnya yang ngos-ngosan karena berlari tadi. Setelah merasakan tarikan napasnya lebih stabil, ia pun menggeleng sebelum menjawab, "Gue... nggak apa-apa."

Axel justru mengernyit kembali. "Lo... lo ngelihat sesuatu? Cerita aja, kenapa?" kata Axel saat melihat gerak-gerik Aksa yang melirik ke arah belakang dengan cemas.

Aksa terlihat ragu. Ia melirik ke arah belakangnya kembali sebelum menoleh menatap cowok berahang tegas di hadapannya itu. "Gue... gue nggak sengaja ngelihat orang ngelakuin dosa," ujar Aksa akhirnya.

Axel mengerutkan dahi. "Dimana?"

"Di gang dekat sana." Aksa menunjuk arah belakangnya. "Mereka... ada orang ngelakuin yang nggak senono. Sumpah, gue kaget banget," sambungnya lagi-lagi ragu.

"Dosa? Maksudnya?"

Aksa menghela napas kasar saat mendengar pertanyaan Axel. Ia bingung harus menjelaskannya dari mana. "Gue nggak sengaja lewat, terus mergokin dua orang yang lagi ngelakuin anu... itu... hubungan suami istri," jelas Aksa dengan nada suara lebih mengecil di beberapa kata terakhirnya.

"Lo lihat wajah mereka?" Axel mengedarkan pandangannya ke arah belakang Aksa. Sepi, dan hanya didominasi oleh cahaya lampu jalanan berwarna kuning.

"Lihat. Tapi, nggak terlalu jelas." Aksa terdiam sejenak. "Yang cowok tinggi, besar, dan... gue nggak pernah lihat. Tapi, gue rasa pernah lihat ceweknya."

"Siapa?"

Aksa mengernyit. Ia berpikir keras, memutar otak agar ingatannya terbongkar . "Rambut cewek itu panjang, tubuh ideal, wajah mungil dan...," ucapan Aksa terhenti saat menyadari sesuatu dan sontak melotot sempurnah ke arah Axel.

"Siapa?"  tanya Axel kembali. Sedangkan Aksa, bukannya menjawab ia malah mengerjap ketakutan.

Raut wajah Axel seketika berubah. Ia menatap Aksa dengan sorot mata yang tajam dan terlihat dingin. Tanpa aba-aba, Axel dengan cepat mencengkram kerah baju Aksa dan membuatnya ketakutan. "Siapa yang lo lihat?" tanya Axel dengan nada suara pelan dan jelas.

Aksa merasakan tubuhnya bergetar ketakutan. Ia ingin menjawab, namun suaranya seakan tercekat di tenggorokan dan tak ingin keluar.  "Gu-gue...."

"Siapa?!" bentak Axel.

"Jovanka."

"Lo kenapa ngajak gue sembunyi-sembunyi? Kalau mau ketemu adik lo, langsung samperin aja kali," celetuk Arvin membuyarkan lamunan Aksa. Ia mulai kesal karena Aksa mengajak dirinya sejak sepuluh menit tadi hanya untuk bersembunyi di balik loker kayu yang ada di koridor.

"Sabar kek. Sebentar lagi Deliya pasti keluar," balas Aksa ikutan kesal tanpa melihat Arvin. Ia sedikit memiringkan kepalanya dan menyembunyikan sebagian tubuh di balik loker. Matanya tepat tertuju ke arah pintu kelas sebelas IPA dua.

Arvin mendengus. "Aneh banget sih lo hari ini."

Mendengar komentar Arvin, Aksa melirik sohibnya itu sekilas, lalu menoel kepalanya pelan. "Bacot amat."

"Ih! Ini kepala berharga gue jangan di toel-toel dong. Kalau gue hilang ingatan, gimana? Kalau gue nggak bisa ngerjain tugas sekolah terus lo nggak dapet contekan, gimana? Atau gue sampe lupa sama lo, gimana? Otomatis enggak ada lagi yang temenan sama lo," cerocos Arvin nggak jelas. Entah ia mengambil napas atau tidak, yang pasti semua kata itu diucapkannya rentetan tanpa berhenti dan sangat cepat.

Aksa memutar bola matanya malas, lalu menoleh ke arah Arvin. "Ba-cot-Vin," kata Aksa dengan penekanan.

Arvin berdecak dan hendak protes. Namun, tiba-tiba Deliya keluar dari pintu kelas bersamaan dengan dua sosok yang tak asing lagi bagi mereka, siapa lagi kalau bukan Jovanka dan Axel. "Itu Deliya," pekik Arvin.

Aksa segera mengikuti arah pandang Arvin. Ia menyipitkan matanya, lalu langsung melangkah menghampiri adiknya itu. "Del, ikut kakak sebentar," ujar Aksa begitu berada di hadapan Deliya.

Deliya mengernyit, lalu menoleh ke arah Jovanka. Mendapati pandangan Deliya, Jovanka pun mengangguk, ia mengerti maksud dari tatapan gadis itu. "Gue bisa nunggu kok," ucap Jovanka sambil tersenyum lembut.

Melihat interaksi yang menurut Aksa 'sok manis', ia pun mendecih dalam hati. Sebelum menjauh dari tempat itu, mata Aksa juga melirik ke arah Axel sekilas. Cowok berahang tegas itu terlihat biasa saja. Lebih tepatnya, bersikap seperti tak ada apa pun yang terjadi. Sungguh orang-orang bermuka dua yang luar biasa, pikir Aksa.

"Hai, Jovanka," sapa Arvin saat Aksa telah menarik pergelangan tangan Deliya untuk menjauh dari mereka.

Jovanka menoleh ke arah Arvin, ia tidak membalas sapaan cowok itu dengan ucapan, ia hanya membalasnya dengan senyuman dan sudah cukup membuat Arvin tersipu malu.

"Apaan sih?" tanya Deliya sambil menghentak genggaman Aksa dari pergelangan tangannya hingga terlepas.

Aksa berbalik, lalu melirik arah belakang adiknya untuk memastikan bahwa, jaraknya sekarang sudah cukup aman untuk berbicara dengan Deliya. "Kamu harus dengerin kata-kata kakak, Del."

"Halah, sok ngatur banget sih." Deliya menjeda ucapannya. "Lo sakit apa gimana, ha? Dari tadi pagi ngomong yang aneh-aneh. Jovanka dan Axel itu orang baik, tenang aja."

Aksa yang masih belum puas kembali bersuara, "Kamu harus dengerin kata kakak, Del. Jauhin mereka berdua. Mereka itu nggak sesimpel yang kamu pikirkan, ada hal-hal rumit yang nggak kamu ketahui."

Deliya mendelik ke arah Aksa. "Gue nggak ngerti. Lo nggak susah ngomong yang aneh-aneh deh," ujarnya seraya pergi dari hadapan Aksa.

"Deliya...," panggil Aksa saat adiknya berbalik dan meninggalkan dirinya.

Deliya menghentikan langkahnya dan menoleh kembali ke arah Aksa. "Gue tahu mana yang baik mana yang nggak. Jadi lo nggak perlu ngatur-ngatur hidup gue," ujar Deliya sebelum benar-benar pergi dari hadapan Aksa.

"Hai, Del," sapa Arvin begitu berpas-pasan dengan Deliya. Sedangkan Deliya, gadis itu tak menjawab sapaan Arvin. Ia hanya mendengus sambil terus melangkah menjauh.

Arvin mengerjap beberapa kali karena sapaannya tidak dibalas. Gadis itu, Deliya hanya mendengus dengan wajah ditekuk, tak santai, dan terlihat kesal. "Kenapa sih?" tanya Arvin begitu berdiri di hadapan Aksa.

"Bacot, Vin!" seru Aksa, lalu pergi meninggalkan Arvin yang tampak kebingungan.

Arvin mengerjap. Ia melihat arah pergi Aksa dan Deliya yang berlawanan, lalu menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Mereka kenapa sih? Salah makan? Gue salah apa coba?"

------
Thank you for reading.
Silakan tinggalkan jejak dengan menekan bintang oren serta berkomentar.
Have a nice day.

She Is PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang