051

1.7K 100 41
                                    

Saat Arion tiba di rumah, Aksa dan Deliya baru saja berangkat ke sekolah untuk mengikuti ujian senin itu. Kepulangan Arion kali ini mengundang kebingungan Fany. Pasalnya, suaminya itu terlihat menggunakan setelan jas rapi dengan mengendarai kendaraan roda empat berwarna putih. Masalahnya, mobil siapa itu? Kenapa penampilan Arion kali ini sangat berbeda? pikir Fany kebingungan.

Tangan Fany pun gemetar saat meletakkan segelas kopi untuk suaminya ke meja. Setelah itu, dengan posisi masih berdiri, Fany bergeming menatap Arion yang duduk di sofa ruang tamu dan sedang mengeluarkan beberapa berkas dari dalam tas jinjing warna hitam. Ingin sekali ia mengeluarkan pertanyaan yang bersarang di kepalanya, namun Fany tak sanggup dengan konsekuensi Arion yang pasti akan membentaknya.

"Kenapa berdiri di situ?" tanya Arion jutek.

Fany tersentak seraya menelan salivanya. Seketika pikirannya pun terpecah, tak tahu harus menjawab apa. Rasanya, seluruh sel tubuhnya mati saat melihat raut wajah Arion yang super duper dingin. Menikah hampir sembilan belas tahun lamanya, Fany belum pernah melihat raut lembut atau sayang dari wajah suaminya itu. Raut yang dilihat hanyalah dingin, ketidak sukaan dan... benci.

"Kalau orang ngomong itu ditanggapi!" seru Arion sambil melihat Fany tajam.

"Sa-saya penasaran, mobil siapa itu?" tanya Fany akhirnya.

Mendengar pertanyaan Fany, bukannya langsung menjawab, Arion malah meraih salah satu map berwarna hijau, lalu melihat isinya sesaat. "Mobil saya," jawab Arion yang sontak membuat Fany mengernyit dalam.

"Kamu dapat dar--"

"Kamu tak perlu tahu." Arion memotong ucapan Fany cepat sambil melempar map hijau tadi ke atas meja. "Lihatlah," perintahnya yang langsung dituruti oleh Fany.

Fany kaget bukan main setelah membaca sekilas isi dokumen yang ada di dalam map itu. Seketika dadanya merasa sesak, bibirnya bergetar, kemudian dengan cepat meletakkan map itu kembali ke atas meja, berusaha untuk tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat dan baca. Yaitu, sebuah dokumen perceraian antara ia dan Arion yang telah ditanda tangani oleh Arion.

"Kita cerai," ujar Arion enteng. "Semuanya sudah saya urus, kamu tinggal tanda tangan saja."

Ucapan Arion sontak membuat sekujur tubuh Fany melemas. Ia sontak menitihkan air mata ketika melihat wajah Arion yang tampak serius dengan kata-katanya. "Apa alasannya? Selama ini... selama ini saya tak pernah menuntut apa pun, kamu bebas ngelakuin apa yang kamu mau. Tapi kenapa, seka--"

"Nggak bisa!" Arion lagi-lagi memotong ucapan Fany. Jika terus mendengar ocehan perempuan itu bisa-bisa Arion merasakan kepalanya meledak. Ia pun mengambil amplop berwarna coklat dari dalam tas jinjingnya dan melemparnya ke atas meja. "Itu uang cerai, untuk membiayai hidupmu."

Fany tersenyum getir, menggeleng tak percaya sambil menatap suaminya dan amplop di atas meja secara bergantian. Ukuran amplop coklat itu hampir pas dengan ukuran uang, dan... amplop itu terlihat sangat tebal, mungkin lebih dari lima centi meter tebalnya. "Kamu... apa kamu masih berharap dengan perempuan itu?"

Seketika napas Arion berhenti sesaat. Ia menatap Fany tajam, kedua sudut matanya meruncing, dan pelipisnya pun ikut berkerut. Arion tak menyangka bahwa perempuan di hadapannya ini akan mengungkit masalah lama.

Fany mendecih saat melihat wajah tegang Arion. "Ternyata benar. Kamu masih mengharapkan Friska."

Arion menghela napas berat ketika mendengar nama Friska. "Ya, saya masih mengharapkannya, saya masih menyukainya. Kalau bukan karena perjodohan gila kita, saya pasti mendapatkan Friska. Tentu saja, Friska Rendra yang segala-galanya lebih baik darimu!" seru Arion tegas.

She Is PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang