041

1.6K 111 10
                                    

Aksa menghela napas di sela-sela langkahnya setelah mengingat informasi yang diberikan oleh teman sekelasnya barusan. Sebuah informasi yang menjadi alasan Aksa untuk merelakan waktu istirahat pertama serta bekal berlauk nugget dan sosis telur buatan mamanya. Memikirkan itu saja kepala Aksa langsung berdenyut, ditambah rasa sakit di bahu, serta efek obat suntikan Jovanka yang sepertinya tak kunjung hilang juga. Lengkap sudah rasa pusingnya.

Mungkin sekarang, para murid yang melihat Aksa setengah berlari menelusuri koridor, menganggapnya aneh atau tak waras. Bagaimana tak dianggap aneh, tidak ada hujan, petir, gempa, tanda-tanda guru killer, bahkan diskonan mie ayam Mbak Wiarti di kantin pun nggak ada, tetapi ia malah setengah berlari di siang bolong yang terik.

Namun melupakan segala hal itu, terutama tak memikirkan bagaimana tatapan orang lain padanya karena, yang memenuhi pikira Aksa sekarang hanyalah, segera tiba di UKS dan menghilangkan rasa khawatirnya.

"Radinka," panggil Aksa setelah berada di UKS dan melihat sosok gadis yang sangat ia sayangi itu sedang duduk di tepi ranjang khusus pemeriksaan.

Radinka menoleh, namun tak berucap sepata kata pun. Ia malah mengernyit tipis, terlihat kaget dengan kedatangan Aksa di ruangan itu.

Seorang guru kesehatan mengalihkan tatapannya dari tangan Radinka setelah mengolesi sesuatu di sana. "Aksa?" ujar guru yang tak asing lagi bagi Aksa, alias guru yang ia jumpai tadi pagi di UKS juga.

Aksa tersenyum kaku sambil mengatur napasnya. "Siang, Bu."

Guru itu tersenyum lembut saat mendengar sapaan Aksa. Lalu, Dia pun melirik gerak-gerik Aksa dan Radinka sebelum akhirnya mengerti ada sesuatu diantara dua muda-mudi itu. "Luka kamu nggak apa-apa. Setelah diolesi salap, mudah-mudahan itu akan lebih membaik. Dan Ibu akan memberikan beberapa resep obat," ujar guru itu kepada Radinka, sebelum ia melangkah pergi dari UKS--bak mengerti keadaan dan membiarkan dua muridnya itu untuk saling berbicara.

Setelah melihat langkah gurunya menghilang di balik pintu, Aksa langsung mendekat ke Radinka. "Kamu nggak apa-apa, kan?" tanyanya dengan nada cemas seraya melihat tangan kanan Radinka yang memerah dan sepertinya akan melepuh. "Gimana bisa--"

"Kok kamu tahu aku di sini?" Radinka memotong ucapan Aksa.

Aksa menghela napas pelan saat mendapat respon ketus dari gadis di hadapannya itu. "Temen sekelasku lihat kamu, terus kasih tahu ke aku. Tapi...." Aksa menjeda ucapannya. Ia memfokuskan tatapannya ke tangan Radinka yang memerah dari siku hingga jari. "Tapi ini parah banget, Ra. Ceritain ke aku, kok bisa?"

"Kamu--"

Sekarang ucapan Radinka yang terpotong. "Maaf ya, lama," ujar seorang gadis yang tiba-tiba masuk ke dalam UKS dan terlihat sibuk memeriksa sesuatu di dalam kantong plastik hitam yang dipegangnya. Bahkan, gadis itu seperti tak menyadari kehadiran Aksa di sana.

Radinka dan Aksa menoleh ke arah suara, hampir serempa. "Iya, nggak apa-apa." Radinka langsung menanggapinya dengan ramah.

Sedangkan Aksa hanya mengernyit tipis karena, ia merasa asing dengan sosok gadis itu dan... yang paling mengherankan, gadis ini mengenakan eyes patch di mata kirinya. Hampir tiga tahun bersekolah di SMA Citra Hati, seingat Aksa, ia belum pernah melihat sosok murid seperti ini. Tapi, kenapa Radinka bisa mengenalnya dan terlihat akrab.

"Eh...," gumam gadis itu setelah mendongak dan menyadari kehadiran Aksa. "Dia... siapa?" tanyanya pada Radinka.

Mendapati pertanyaan dari gadis itu, Radinka langsung terlihat bingung dan menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Dia, dia Aksa. Kelas dua belas IPA dua."

"Oh...." Gadis itu langsung tersenyum dan mengulurkan tangannya di depan Aksa. "Kenalin, gue Shally. Murid pindahan, kelas sebelas IPA empat. Salam kenal, kak Aksa," ujar Shally sumringah, namun Aksa terlihat ragu untuk membalas jabatan tangannya.

She Is PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang