Prolog

14.9K 845 11
                                    

"Setiap manusia menempuh jalan hidup yang berbeda.

Ada yang menanjak, menurun, mulus, bergelombang, lurus, berliku-liku, atau bahkan berputar tanpa arah.

Dibalik kisah manis, ada-kalanya dibumbui dengan kisah pahit.

Entah itu berupa masa lalu yang kelam, ujian hidup yang menyakitkan, atau pertaruhan hidup dan mati.

Sayangnya, dari semua perjalanan hidup yang mereka tempuh, hanya ada satu tujuan pasti dan tidak ada satupun yang bisa menghindarinya.

MATI."

----00----

Tidak semua orang sanggup menggantungkan hidup di pedesaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak semua orang sanggup menggantungkan hidup di pedesaan. Namun tidak semua orang pula mampu meninggalkan desa tempat kelahirannya.

Inilah kisah sebuah keluarga kecil dengan tiga anggota, satu diantara sekian orang pedesaan yang merasa paling beruntung. Penduduk desa menyebutnya sebagai orang pinggiran yang tangguh. Kehidupan yang serba kekurangan dengan tempat tinggal yang teramat sederhana bukanlah keluhan terbesar mereka. Sekurang-kurangnya harta yang dimilikinya, mereka masih sanggup memenuhi kebutuhan hidup. Sempat kali pada satu titik, mereka nyaris menyerahkan diri menghadap sang Pencipta karena begitu lelah menghadapi kejamnya kehidupan.

Rumah tradisional khas Jawa yang ditempati keluarga kecil itu tidak begitu buruk, namun tidak begitu baik. Dinding kayu yang terlihat usang dan berwarna pucat, atap rumah yang cukup berdebu, juga bidang menyerupai tanah yang menyamar menjadi lantai. Tidak ada kata "cukup" untuk menilai rumah tersebut. Yang terpenting, keluarga itu hanya butuh tempat berlindung.

Seperti halnya keluarga pada umumnya, keluarga itu memiliki seorang ayah dan ibu, ditambah seorang putra yang baru menginjak belasan tahun. Mereka bertiga hidup bersama dan saling melengkapi, menghadapi setiap goncangan kehidupan yang mereka hadapi. Satu nyawa saja diantara mereka telah direnggut, maka keutuhan keluarga itu akan runtuh seketika.

Entah bagaimana hal tersebut memang telah terjadi.

Hari itu, semesta kelabu tampak mengepung di angkasa lama sekali. Sang ibu bersama putranya baru selesai berdagang di pasar dan hendak pulang menuju rumah. Di depan pasar yang tak begitu ramai muncul seorang anak yang berlari mengejar dua orang teman di depannya, yang mana salah satu dari dua orang itu tampak menggenggam sesuatu. Tepat saat mereka menyeberang di tengah jalan yang cukup lebar, satu anak paling belakang itu terjatuh.

Sang putra memiliki penglihatan yang amat segar untuk melihat mereka bertiga, tepat pada sebuah benda dipegang oleh salah satu dari dua anak "nakal" yang berhasil menyeberangi jalan selebar enam meter—begitulah ia menyebut dua anak itu beberapa detik yang lalu. Terlihat sebuah jam tangan hitam yang dipastikan milik anak yang terjatuh. Sekilas ukurannya tampak terlalu besar untuk dipakai pada tangan kecil anak itu. Mengetahui sejumlah orang, termasuk dirinya dan ibunya, menonton kelakuan anak nakal itu, mereka lantas membuang asal benda yang dipegang ke arah anak yang jatuh di pinggir jalan. Lalu dengan teganya mereka melarikan diri.

Namun di saat bersamaan, sebuah mobil putih melaju kencang tak terkendali. Lantas semua orang mulai berseru panik kepada anak yang terjatuh di jalan. Tetapi, mengapa anak itu mematung di tempat seolah enggan berdiri? Mengapa anak itu tidak peka sama sekali?

Tanpa diduga, sang ibu berlari kencang dan menolong anak tersebut. Sementara putranya diam terkejut dalam beberapa saat, hendak langsung menyusul ibunya.

Braak!

Terlambat, mobil putih itu langsung melindas dua manusia di depannya.

Padahal sang putra sudah melangkah separuh jalan ketika melihat kejadian itu, tepat di depan matanya sendiri. Seketika ia berteriak histeris, memanggil sosok ibunya yang semerah darah, bersama anak tak dikenal itu.

Tak jauh dari lokasi tabrakan, mobil itu terlihat rusak parah setelah menabrak salah satu warung di pinggir jalan hingga rata dengan tanah. Sebuah pohon besar di belakang reruntuhan warung terlihat dengan jelas. Diketahui seorang pengemudi mobil, pria tua berpakaian serba hitam, tewas seketika.

Kini jalan itu tampak genangan merah. Ribuan manusia pun datang tak terhindarkan dalam rangka melihat penampakan tragis tersebut. Sampai-sampai beberapa mobil polisi dan ambulans beserta penumpang di dalamnya turun tangan mengurus segalanya disana.

Begitulah kejadian terburuk yang dialami sang putra Didi Hariadi, tiga tahun yang lalu.

----00---- 


Revisi : 13 April 2023

Didi(k) Ada Apa Denganmu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang