Bagian 19 - Penyelidikan

858 159 1
                                    

Senin, 15 Juni 2020.

Ternyata baru hari ini Wijaya datang ke rumah Didi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ternyata baru hari ini Wijaya datang ke rumah Didi. Sebab lusa kemarin ia harus menghadiri reuni di luar kota. Sesuai janjinya, ia ingin mengetahui keris-keris yang dimiliki keluarga Didi.

Memang benar, ada banyak tumpukan kotak kayu berisi keris di dalam sebuah ruangan kosong di bawah tanah. Wijaya membuka salah satu kotak, sebuah keris dengan sarung kayu cendana. Pendok yang menutupi warangka itu memiliki ukiran yang rumit dan apik, tidak seperti keris kebanyakan. Ia melihat sebuah titik besar di ujungnya, aksara Jawa yang dibaca "Subagiyo" namun dibuat menyerupai kaligrafi. Mungkin saja ini merupakan versi istimewa dari Sandang Walikat, dimana memiliki ukiran yang amat unik.

Dengan hati-hati ia membuka bilah di dalamnya. Warnanya jauh lebih gelap dibanding keris kebanyakan, namun sedikit berkilauan. Sisi berkelok pada bilah tersebut berjumlah genap, sangat aneh dibandingkan yang lain dengan jumlah kelok yang selalu ganjil. Sedangkan Hulu yang merupakan bawahan keris berbentuk menyerupai lintah berwarna gelap.

"Bapak tahu sesuatu tentang keris itu?" tanya Didi tiba-tiba. Saat ini pemuda itu berada di samping Wijaya.

"Bisa dipastikan bahwa ini adalah keris yang tidak sempurna. Atau, ini hanya keris mainan," jawabnya spontan.

"Mainan? Selama ini ayah saya mengumpulkan keris mainan?"

"Lihat, keris ini sangat tidak sesuai dengan keris kebanyakan, yang diwariskan sejak masa kerajaan terdahulu." Ia menunjukkan keris yang dipegangnya pada Didi. "Ini tidak terbuat dari logam pamor yang biasa dipakai. Tampilan senjata ini saja lebih mirip seperti kaca. Mungkin ini hanya besi biasa dengan dilapisi semacam batuan mengkilap."

"Tapi apa itu terlihat tajam?" Didi penasaran.

Wijaya melihat sekeliling. Terlihat sosok Priyanto yang sedang membuka kotak kayu kedelapan, semuanya berisi keris yang sama seperti yang dipegangnya. Lalu tatapan orang itu menemukan sebuah kain putih kusam yang sudah robek. "Ambil kain itu di samping pintu."

Didi mengambil kain yang dimaksud, lalu hendak memberikannya pada Wijaya.

"Tidak perlu berikan itu padaku," ucapnya menghentikan Didi. "Pegang dan rentangkan saja kain itu di depanmu."

Didi hanya menurut. Sementara Wijaya mulai berancang-ancang, memperkuat genggaman keris, dan bersiap melesat ke suatu titik di depannya, sebuah kain.

Srek! Kain putih yang dibentangkan Didi barusan robek dalam sekejap. Didi nyaris mencelos ketakutan ketika melihat ujung bilah keris yang tajam tepat di depan matanya.

"Wah, keren sekali keris itu!" puji Priyanto kemudian. "Ralat, maksudku semua keris yang ada disini."

"Memang keris disini sama semua?" tanya Didi.

"Benar, aku heran mengapa ayahmu mengumpulkan keris yang sama?"

Didi berdecak kesal. "Aku bahkan tidak tahu apa hobi lain ayahku selain mengumpulkan keris."

Didi(k) Ada Apa Denganmu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang