Bagian 13 - Yang Akan Datang

1K 177 10
                                    

Ruli baru tiba di rumahnya kembali usai mendatangi rumah Didi. Memasuki pintu rumah ia mendapati paman yang tengah membaca sebuah buku tua yang lusuh di kursi tamu. Ruli sering melihat buku itu, namun tidak tahu apa saja tulisan yang termuat di dalamnya.

Baru maju dua langkah, paman langsung menutup buku itu dan menyapa Ruli dengan ramah. "Baru pulang? Habis dari mana, Rul?"

Ruli mendesah pelan. Sebenarnya ia berharap bisa mengetahui isi buku yang dibaca paman. Sejak awal ia tidak diperbolehkan mengetahui apapun dari buku itu, apalagi menyentuhnya. Sekali dia ketahuan mencuri buku itu, paman langsung memarahi dirinya tanpa ampun.

Sementara sang paman sudah tahu apa yang ditatap dari kerabatnya. "Aku tahu kau mau membaca buku ini. Tapi kalau sudah saatnya, aku akan memberikan ini padamu." Ia taruh buku itu di meja. "Eh, mau kemana? Bisa duduk sini sebentar?"

Ruli berhenti berjalan. Sebenarnya ia hendak ke dalam kamar, mengabaikan paman yang terus menatapnya. Namun sejak pria itu memanggil, ia terpaksa berbalik. "Iya ada apa?"

"Jangan cemberut macam itu. Duduk sini sebentar." pinta paman.

Ruli menurut lalu duduk di samping paman. Kedua matanya kembali tertuju pada buku tua di meja.

"Kau habis datang ke rumah temanmu yang itu ya?" tanya paman kembali.

Maksudnya Didi? Ruli mengangguk.

"Dia sekarang tinggal sama siapa?"

"Sendiri."

"Tidak ada orang lain yang tinggal sama dia?"

Ruli menggeleng pelan.

"Mengapa kau tidak sekalian tinggal disana? Mungkin temanmu butuh ditemani seseorang."

Dia sendiri tidak mau ditemani siapapun. Lagi pula, mengapa harus aku? "Sejauh ini dia masih ingin hidup sendiri."

"Menurutku tidak," komentar paman. "Dia mungkin kerepotan mengurus rumahnya sendiri. Lalu, apa dia sudah dapat pekerjaan?"

"Aku tidak tahu," jawab Ruli.

"Kebetulan kau juga sudah tidak bekerja sejak setengah tahun. Ajak saja dia ikut denganmu."

Ruli terdiam. Setengah tahun yang lalu, toko beras yang menjadi tempat kerjanya ditutup karena sang pemilik toko telah meninggal dunia. Namun seminggu terakhir ia sudah diterima bekerja di supermarket tak jauh dari pasar baru tempat kerjanya dulu. Ia baru akan mulai bekerja dua hari kedepan.

"Kalau bisa ajak dia main kesini juga. Bagaimana?" celetuk paman lagi.

Ruli mulai menyipit kedua matanya. "Om kelihatannya sangat penasaran dengan teman aku sendiri."

"Iya, wajar 'kan? Kamu sudah kenal dia bertahun-tahun tapi tidak pernah datang kesini. Sekali-kali lah ajak dia kemari. Padahal kau sendiri sudah datang ke rumahnya."

Ruli merasa ucapan paman benar juga. Didi pasti tidak akan menolak untuk datang ke rumahnya.

----00----

Langit perlahan mulai redup. Saat itu Didi sudah tertidur setelah membaca sepertiga bagian dari buku yang sudah ia baca sejak pagi.

Tok... tok... tok...

Tiba-tiba terdengar suara yang membuat kedua matanya membuka perlahan. Beberapa saat kemudian suara ketukan itu kembali terdengar. Ada jeda sesaat, lalu muncul lagi. Karena tak kunjung berhenti, Didi langsung membangunkan diri dan bergegas menuju pintu depan.

Ketika Didi berhasil melakukan itu, mendadak bulu kuduk di seluruh tubuhnya berdiri cepat. Angin dingin menembus kulitnya yang kusam. Padahal sore itu sangat terik oleh panasnya matahari. Matanya sama sekali tidak berkedip. Suara ketukan pintu tadi telah berhenti.

Didi(k) Ada Apa Denganmu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang