Bagian 3 - Dia di Sana?

2.6K 314 5
                                    

Berbeda dengan Didi yang dulu dikenal berhati bersih dan penyabar di mata Ari sejak sekolah dasar, kini orang itu sangat tertutup dan sering menyendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berbeda dengan Didi yang dulu dikenal berhati bersih dan penyabar di mata Ari sejak sekolah dasar, kini orang itu sangat tertutup dan sering menyendiri. Ari kerap melihat bagaimana beberapa teman sekelas sering mengganggunya, hanya berharap Didi mau berucap satu kata saja. Tetapi tetap saja, pemuda itu sedingin kutub Bumi, lengkap dengan tatapan cuek khasnya.

Bagi orang seperti Didi, hanya orang tertentu yang dapat mengajak dirinya bicara. Keluarganya—tidak ada siapapun yang tahu siapa saja mereka, termasuk Ari—tentu saja iya. Tetapi di sekolah hanya kepala sekolah, guru, dan beberapa penjaga sekolah. Didi tampak seolah tidak menyukai semua teman-temannya, karena hampir semuanya lebih suka berbuat jahil padanya. Terkadang ada yang mengejek bahkan merendahkannya.

Baik Ari maupun Didi, keduanya sama-sama mengalami masa lalu yang buruk di sekolah dasar. Dulu tak jarang mereka mendapat perlakuan kurang menyenangkan di hadapan teman-temannya. Ari yang selalu kehilangan barang karena tangan jahil temannya, dan Didi yang selalu diperintah bagaikan seorang budak. Pun itu hanya terjadi ketika orang yang lebih dewasa berada di luar jangkauan keduanya.

Lima tahun lalu, di sekolah dasar...

Pernah suatu ketika, Ari dan Didi berada di koridor sekolah yang sepi. Keduanya merasa hanyut dalam keheningan setelah menatap hujan deras hingga ketegangan mereka pada teman-temannya luluh. Seragam merah putih mereka terlihat kotor. Wajah keduanya kusam dan berpeluh. Bedanya, Didi memakai sandal sementara Ari bersepatu, pun satu sisinya hampir jebol karena ulah temannya beberapa jam lalu.

"Didi, kau ini kelihatan santai saja, padahal hampir setiap hari banyak teman-teman yang berbuat jahat padamu." Ari bersandar di dinding dekat pintu.

Didi turut berdiri di samping Ari. "Aku sudah bosan sama mereka, benar-benar tidak menyukai orang seperti kita."

"Kira-kira apa salah kita berdua ya?" tanya Ari kemudian.

Sejenak hanya terdengar suara hujan.

Didi bergumam sesaat, "Entah. Mungkin kau sering jadi juara kelas, sering dibelikan barang bagus, dan dimanjakan ayahmu setiap saat."

"Atau, kau sering menang lomba dan mendapat banyak uang bantuan, sumbangan, dan lain-lain," balas Ari.

"Lalu mereka semua iri sama kita. Karena kita menjadi anak kesayangan semua guru di sekolah."

"Dan akhirnya cari gara-gara dan menyalahkan kita berdua. Bagus, itu skenario yang gila." Ari tersenyum miring.

Secara tidak sadar mereka berdua tersenyum, memikirkan nasib masing-masing. Cukup lama.

Sampai Ari memecah keheningan itu, menatap Didi. "Kalau kita sudah besar, apa kita akan terus dibenci teman-teman?"

"Mungkin. Tergantung. Kalau ternyata masih begitu juga, mending aku tidak sekolah saja," jawab Didi enteng, balas menatap.

Didi(k) Ada Apa Denganmu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang