Bagian 29 - Tibalah Saatnya

731 146 0
                                    

Ari mulai membuka matanya perlahan, merasakan hembusan nafas dari seseorang di sampingnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ari mulai membuka matanya perlahan, merasakan hembusan nafas dari seseorang di sampingnya.

Di depannya terlihat seorang gadis yang pernah takut padanya sewaktu mereka sama-sama diculik beberapa tahun lalu. Dan sekarang giliran gadis itu yang sedang menyelamatkannya. Pemuda itu bisa melihat tangannya sendiri yang diikat kain yang basah oleh darahnya, setidaknya darahnya sudah tidak keluar lagi. Kepalanya masih terasa pusing, mungkin karena efek dari benturan keras hingga dahinya berdarah. Ia merasakan sesuatu yang terikat di perutnya, namun sejauh ini ia hanya merasa nyeri. Adapun senja yang indah di balik kedua kakinya, menandakan sudah lama sekali ia pingsan. Mustahil ia masih hidup dengan pendarahan seperti ini, kalau tidak sempat ditolong seseorang seperti gadis itu. Dan entah sudah beberapa lama ia tergeletak di tempat itu.

Kemudian tatapan matanya beralih pada wajah gadis yang tertidur seolah sedang menemaninya. Wajah tersebut sangat familiar, dan pastinya indah. Salah satu tangannya mencoba memegang wajah gadis itu, pelan-pelan. Refleks tangan dari gadis di sisinya juga menangkap tangannya lalu menempel pada pipi orang itu. Rasanya dingin tetapi ternyata halus.

"Syukurlah kamu sudah sadar, Ari," bisik gadis itu, masih memejamkan matanya.

Ari tampak terkejut dengan suara itu. "Caca, kamu..."

Caca langsung membuka matanya dan tersenyum menatap sosok pemuda yang sangat diinginkan olehnya. Tangannya yang tersisa memegang sebuah luka pada dahi sosok itu.

Ari sangat menikmati sentuhan itu. Sudah lama ia tidak merasakan sentuhan orang lain di kepalanya. Ia membiarkan gadis itu melakukan apapun yang diinginkan.

"Aku merindukan kamu," bisik Caca kembali. Kali ini bisikan itu lebih lembut dan sangat menyentuh.

"Mischa, terima kasih...,"

Hening sejenak. Gadis itu menghentikan gerakannya, barangkali baru menyadari pemuda itu mengatakan sesuatu, sekaligus menyadari tindakannya yang tidak disengaja itu.

Ari tidak melanjutkan ucapannya tadi. Namun wajahnya justru mulai mendekati gadis di hadapannya, perlahan sekali.

Sudah lama sekali Caca menginginkan momen yang satu ini. Berada di hutan yang sunyi, diselimuti senja yang indah, bersama seorang lelaki, berdua. Dia ingin sekali menghabiskan waktu singkat ini bersama malaikat penyelamat hidupnya.

Aku mencintaimu, Ari, bisik dia lirih.

"Ekhem..." Seseorang mendadak berdehem keras hingga mengejutkan mereka berdua.

Spontan saja Ari dan Caca memberi jarak. Padahal kedua dahi mereka saling bersentuhan. Gadis itu perlahan bangkit setelah lama berbaring dan melihat seorang pria paruh baya yang tidak dikenalnya. Sementara Ari hanya mendongak kepalanya ke arah pria itu.

"Oh, paman Wijaya rupanya?" sahut Ari pelan.

"Wijaya?" tanya Caca bingung.

Pria yang bernama Wijaya hanya duduk silang di hadapan sepasang remaja yang hampir melewati batas. "Kalian belum menikah sekarang. Tahan dulu ya?"

Didi(k) Ada Apa Denganmu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang