Kini mereka berempat duduk santai di lantai beralaskan tikar di teras samping rumah Ruli. Tiga buku yang tampak lusuh terpampang di hadapan mereka.
Wijaya mengambil buku pertama. Isinya memuat silsilah keluarga Subagyo dan keturunannya hingga generasi terakhir. Tak luput ada studi kasus mengenai kutukan dari kedua pihak tersebut serta kronologis kematian mereka.
"Saya sudah tahu catatan itu. Buku itu isinya persis seperti yang saya punya. Kami bertiga sudah membacanya," sahut Didi tiba-tiba.
"Iya. ayahmu sendiri mendapat sebagian isi buku itu. Tapi punya aku jauh lebih lengkap," kata Wijaya datar.
"Benarkah? Tapi bagaimana bisa?"
Wijaya terkekeh. "Kebetulan seorang temanku berbaik hati memberi aku buku semacam itu. Tentu saja sebagian diantaranya juga diberikan pada orang lain seperti ayahmu." Ia mulai membuka buku tersebut. "Baiklah, aku bacakan intinya saja."
Didi, Ruli, maupun Priyanto menyimak penjelasan dari Wijaya. Sejak kematian Ajeng dan cucunya, Bramantiyo, serta seorang cucu lain penunggang kuda—dipastikan berasal dari keturunan Tari—yang menabrak mereka berdua, kejadian serupa kembali terjadi di tempat yang sama, pun berkali-kali. Dari sekian peristiwa, setiap orang yang menunggang kuda selalu merupakan keturunan Tari. Sedangkan orang yang ditabrak dari keturunan Ajeng. Satu ayah, dua ibu yang berbeda. Kutukan itu hanya diterima oleh keturunan dari buyut lelaki yang sama, Subagyo.
Orang yang memiliki pasangan hidup dengan salah satu keturunan Subagyo juga ikut dikutuk. Seperti yang terjadi pada calon tunangan Wijaya dulu. Setelah dinikahi seorang pria yang diketahui keturunan Subagyo, otomatis wanita itu juga dikutuk seperti pasangannya. Dan akhirnya keduanya mati dengan tragis di depan pasar Sukamara. Hal serupa juga berlaku pada ibu dan ayah Didi, atau orang bernama Cokro dan Erni yang hidup bersama Manti.
"Setidaknya itulah yang hanya bisa dijelaskan di buku ini. Sekarang aku buka buku yang kedua," kata Wijaya.
Mereka bertiga tidak mengeluh saat ini. Wijaya membuka buku lainnya. Isinya lebih banyak memuat kronologis terjadinya sebuah kutukan setiap tiga tahun sekali.
Semua catatan kematian orang-orang yang dikutuk mati terjadi pada hari Kamis tanggal 30. Walaupun hari dan tanggal tersebut muncul pada bulan yang berbeda-beda. Kadang kala ada suatu tahun dimana pada bulan tertentu memiliki tanggal dan hari yang sama. Seperti tahun ini, baik bulan Januari, April, dan Juli, tanggal tiga puluh sama-sama jatuh pada hari Kamis. Namun peluang terbesar berlangsung pada bulan akhir, maka untuk tahun ini kutukan bakal terjadi pada bulan Juli.
Selain itu, waktu kematian setiap orang yang dikutuk telah diurutkan berdasarkan usia, tanggal kelahiran, atau tingkat kesehatan seseorang. Seperti keluarga Didi, sebenarnya umur ayahnya lebih tua dari ibunya. Namun dari segi kesehatan ayahnya lebih buruk daripada ibunya sendiri. Akhirnya ibunya mati lebih dulu. Terkadang ada beberapa orang terdahulu yang kematiannya tidak sesuai syarat karena perubahan yang sedikit melenceng dari faktor tersebut. Seperti karena meminum racun atau dibunuh orang lain sebelum waktunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Didi(k) Ada Apa Denganmu?
Horror[Pemenang Wattys2020 - Horror] Nyawa seorang pemuda desa sedang terancam. Kehilangan kedua orang tuanya membuktikan kebenarannya. Bermula dari mitos sebuah keris peninggalan sosok paling perkasa tempo dulu, yang memicu aksi saling membunuh oleh para...