Bagian 24 - Tanda-Tanda

753 145 2
                                    

Kamis, 24 Juli 2020.

Tujuh hari sebelum eksekusi.

Seorang perempuan muda berdiri di depan jendela kamar yang terlihat gelap. Padahal siang itu terlihat sangat terang di luar kamarnya. Tangannya memegang sebuah ponsel pintar berlayar sentuh keluaran terbaru. Setelah mengetuk layar itu berkali-kali, ia dekatkan benda pipih itu di salah satu telinganya. Perempuan itu menunggu sebuah suara yang keluar dari ponsel pintar.

"Halo, siapa ini?"

Akhirnya perempuan itu tersenyum mendapat suara yang diinginkannya. "Aku Erni, temanmu yang kau ajak bersepeda waktu itu."

"Oh, si Erni. Kamu yang mengundang aku ke rumah tua itu kan?"

"Benar, ini aku." Erni terkekeh. "Boleh aku tanya sesuatu tentang salah satu temanmu?"

"Teman yang mana?"

"Laki-laki yang kau bilang pernah menyelamatkan kamu dari penculikan itu."

"Memang ada apa?" Suara itu terdengar kaku.

"Bukan apa-apa. Kalau begitu bisa ceritakan padamu tentang dia? Ah, jangan khawatir. Aku hanya ingin tahu bagaimana dia bisa kenal dan dekat denganmu."

----00----

Satyo berdiri di sebuah pohon besar di tepi jalan yang menikung, bersebelahan langsung dengan pasar lama Sukamara. Matanya seakan-akan merasa pedih melihat betapa buruknya batang pohon di depannya. Pohon itu kerap dibanting keras oleh sekian banyak kendaraan. Selain lubang besar yang berlubang di tengah, sebagian sisi lain terlihat lecet dan mengelupas. Ditambah lagi warnanya yang kusam dan tampak bekas warna semerah darah. Namun pemuda itu merasa kagum pada pohon itu, sudah berkali-kali terluka namun masih berjuang bertahan hidup dalam kondisi yang sebenarnya... memprihatinkan. Bahkan dedaunan pun masih terlihat segar dan hijau

Sama seperti pohon yang tidak diketahui jenisnya, pemuda itu juga pernah merasakan keadaan itu. Tubuh mungil berlumuran darah segar, begitu pun luka yang robek lumayan lebar di sebagian tubuhnya, terutama kepala, kedua tangan dan kaki, dan punggungnya. Sementara sisa tubuhnya baik-baik saja berkat perlindungan seorang ibu dari teman masa kecilnya yang sangat ingin dicarinya saat ini. Entah mengapa ia begitu mudah untuk memutuskan siapa yang telah menyelamatkannya saat itu. Padahal dirinya sendiri masih ragu akan kebenaran itu.

Kecuali, sesuatu yang sempat didengarnya pada masa itu bukanlah mimpi.

Kau keterlaluan, Ari. Semua ini gara-gara kau!

Sudah puas kau bunuh ibuku? Apa ini balas budi yang kau lakukan untukku?

Padahal aku sudah melindungi kau dari mereka, teman-teman yang selalu mengejek dan jahil padamu.

Kita sangat berbeda, Ari. Kau orang kaya, dan aku orang miskin.

Tapi kita sama-sama menjadi bahan olok-olok teman kita sendiri.

Kita pun sering diperlakukan semau mereka. Semua itu karena mereka iri pada kita.

Kau anak cerdas, dan aku seniman berbakat. Mungkin dengan cara mereka kita akan menjadi buruk di mata semua orang.

Kau pasti ingat, kan? Kita sudah berjanji untuk saling melindungi, apapun yang paling berharga.

Tetapi, kau tidak sanggup melindungi ibuku, orang paling berharga dalam hidupku.

Aku seharusnya membalas perbuatanmu, menarik sebuah pisau tajam untuk membunuh ibumu sekalian, agar kita sepadan.

Sayangnya ayah dan ibumu tidak kunjung datang menemui kau di ruang ini.

Didi(k) Ada Apa Denganmu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang