Bagian 32 - Inilah Akhirnya

1.4K 142 0
                                    

"Aku tidak sengaja membunuh orang bernama Priyanto

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku tidak sengaja membunuh orang bernama Priyanto. Tapi Wijaya malah tambah menyiksa orang itu sampai mati," kata Ari bersuara pelan.

Namun, Ruli menjadi marah dan langsung membanting tubuhnya di dinding. "Apa katamu?"

"Tunggu, jadi kau kenal dengan Wijaya?"

Duk! Sebuah pukulan keras dari Ruli mengenai wajahnya.

"Dia paman aku, bodoh!" bentak Ruli. "Dia tidak mungkin seperti itu."

"Tapi aku melihatnya sendiri—"

Duk! Pukulan berikutnya kembali mengenai wajahnya.

"Sekali kau mengatakan hal yang sama, aku bawa kau ke kantor polisi!" Ruli mengancam.

Tanpa diduga Ari berhasil mendorong Ruli dengan cukup kuat hingga terlepas, "Silahkan saja kau seret aku ke kantor polisi!" bentak dia, "Aku sudah melihat sendiri kejadian itu. Dan berkali-kali aku berusaha mengakui bahwa aku juga membunuh orang itu. Tapi pamanmu terus saja menyalahkan dirinya sendiri. Polisi pun tidak mau mendengar aku sama sekali."

"Aku tidak percaya kata-katamu!" Ruli semakin marah, "Benda apa yang kau pakai untuk membunuh orang itu?"

"Sebuah pisau pendek. Tapi benda itu sudah dibuang Wijaya. Polisi sempat mencarinya tapi tidak ditemukan. Hanya ada sebuah keris yang dipakai Wijaya untuk menghabisi nyawa orang itu."

"Sekarang kau malah beri keterangan palsu. Aku masih tidak percaya!" Ruli kembali mendorong dan mencengkram leher Ari kuat-kuat. "Kalau kau tidak bisa bebaskan pamanku, aku sendiri akan membunuh dirimu!"

Ari berusaha menahan rasa sakit di lehernya. Mulutnya megap-megap mengambil nafas. Namun ia tidak sanggup melawan orang di hadapannya.

Sementara Ruli terus mencekik lehernya dan mendorongnya ke dinding. Ia tahu ini perbuatan bodoh. Seandainya Ari mati karena perbuatannya, ia bisa terkurung di penjara bersama paman.

"Wijaya... bukan... pamanmu, kan?" kata Ari hampir kehabisan napas.

Tiba-tiba cekikan di lehernya memudar. Ruli menyadari sesuatu. "Apa?"

"Wijaya tidak punya siapa-siapa. Kamu hanya dititipkan kepadanya. Itu pesan terakhir dari orang tuamu sebelum mereka mati." Ari berusaha menghirup udara melalui mulutnya.

Kedua tangan Ruli langsung terjatuh lemas begitu mendengar perkataan itu. "Brengsek!" umpatnya, "Bagaimana kau tahu hal itu?"

"Aku baru ingat. Wijaya menceritakannya sendiri padaku." Ari berusaha mengatur napas. Suaranya serak sekali. "Wijaya adalah orang terakhir yang bertugas sebagai keturunan Penghasut. Ia memang ditugaskan untuk melenyapkan seluruh keturunan Subagyo, seperti kutukan yang legenda dahulu kala. Orang seperti Wijaya diberikan sebuah keris seperti keturunan penghasut lainnya. Benda pusaka itu akan memberi kekuatan agar mengundang setiap keturunan Subagyo agar mati di satu tempat, di desa ini khususnya."

Didi(k) Ada Apa Denganmu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang