Epilog

1.8K 152 14
                                    

Tiga tahun berikutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga tahun berikutnya.

Bagi sebagian orang, penjara adalah ruang yang sangat menyenangkan. Seperti dua orang penjaga berikut ini. Mereka terus tertawa terbahak-bahak menonton video lucu yang ditayangkan di smartphone berlayar lebar. Padahal tempat itu sangat kosong dan sunyi. Banyak pintu besi yang memanjang di koridor. Seisi ruang tampak gelap dan hanya diterangi sebuah lampu menyala di atas mereka. Dua orang ini mengabaikan kesan menyeramkan pada penjara itu.

Setelah mereka berdua berhenti tertawa, mereka mulai membaca berita yang sudah kedaluwarsa. Mereka benar-benar aneh.

"Joni, kau tahu orang bernama Wijaya ini?" kata salah seorang penjaga yang antusias membaca berita itu, "Dia sudah membunuh banyak orang yang menurutnya dikutuk mati oleh leluhurnya."

Seorang penjaga yang lain turut membaca, "Dia sudah gila, Dedi. Kok bisa, seorang dukun yang diberi tugas dari buyut-buyut untuk membunuh beberapa orang yang dianggap telah mendapat kutukan? Memang ada yang seperti itu?"

"Macam legenda atau mitos. Aku bingung harus percaya atau tidak,"

"Sekarang orang itu masih hidup tidak? Dia kan dihukum mati."

Mendadak Joni menyadari sesuatu. "Oh iya, dia 'kan sebenarnya sudah di-eksekusi. Tapi anehnya orang itu tidak mati-mati sampai sekarang."

"Hah?" Dedi terbelalak, "Kok bisa?"

"Sebelumnya dia sudah berkali-kali ditembak, disetrum listrik, ditenggelamkan di kolam, dihukum gantung, bahkan sempat dipancung kepalanya. Namun sampai tiga tahun ini dia masih hidup."

Dedi menatap ngeri, "Hii..., awake wong kuwi teko opo pisan?"

"Aku juga tidak tahu. Beberapa dokter bahkan sempat datang kesini buat meneliti tubuhnya si Wijaya. sampai sekarang belum ada hasil laporan itu."

"Eh, aku baru ingat," Dedi menepuk dahinya sendiri, "Bukankah Wijaya si manusia super itu masih dipenjara disini?"

Joni menelan ludah, "Jangan-jangan, dia sedang mendengarkan kita. Anjir!"

"Aduh, mengapa kita harus sembunyikan dia disini? Kalau dia tidak bisa mati, mengapa tidak dibuang di lautan saja?"

Barulah keduanya panik saking takutnya pada orang bernama Wijaya, yang ternyata sedang berada di salah satu sel penjara yang letaknya paling pojok dan jauh dari tempat jaga. Wijaya yang hanya mengenakan celana pendek dan kaos yang robek terlihat sedang duduk termenung. Sel miliknya tampak kosong dan hanya beralaskan tikar, tidak ada perabotan lain. Hanya sebuah ventilasi kecil yang menerangi ruang itu.

Ada perubahan yang menonjol pada fisiknya. Rambut kusut dan gondrong, jenggot yang menutupi lingkaran wajahnya, berbadan kurus, dan seisi tubuhnya penuh dengan luka dan memar. Sebagian bekas luka tembak di seluruh tubuhnya terlihat dengan jelas. Begitu pula dengan bekas jahitan di leher akibat luka sayat yang lebar. Kedua tangan dan wajahnya memar sampai bekas pun tidak kunjung hilang.

Bayangkan seberapa parah tubuh Wijaya yang remuk akibat disiksa berbagai benda tajam, namun orang itu masih bertahan hidup sampai sekarang.

Tiba-tiba saja salah satu petugas yang diketahui bernama Joni membuka kunci jeruji besi dan memasuki sel, "Ini... ada barang kiriman... dari ponakan-mu," ucapnya gemetar.

Wijaya hanya terdiam memandang sebuah kardus yang dibawa Joni. Sebenarnya ia sangat mengharapkan makanan dan air. Sudah seminggu terakhir ia tidak diberi asupan energi. Menurut petugas yang lain, dirinya memang sengaja tidak diberi makan agar mempercepat kematiannya.

Karena Wijaya tidak menanggapi apapun, Joni langsung menaruhnya di dekat Wijaya lalu keluar dari kurungan dan kembali mengunci ruang itu. Setelah itu Joni langsung pergi secepat mungkin.

Wijaya sebenarnya tidak memiliki keponakan seperti yang dikatakan Joni. Dia memang sudah tidak punya siapa-siapa. Namun ia memutuskan mengambil kardus tersebut dan membuka isinya. Ternyata ada sebuah keris kuno yang terakhir kali sempat dipakainya untuk membunuh seseorang di hutan. Padahal seharusnya barang itu sudah disita oleh kepolisian.

Adapun beberapa buku dan sebuah pulpen di dalam dus. Kemudian ia buka salah satu buku catatan dan membacanya sekilas. Bibir rapuhnya mulai membuat senyuman kecil yang menyedihkan. Setelah ia mengambil pulpen, ia mulai menulis pada buku itu. Meskipun sepanjang dua tahun ia disiksa dengan berbagai cara, namun tangannya masih sanggup menulis dengan luwes dengan tulisan tangan yang rapi.

====================

Waktu : Kamis, 30 Juli 2020

Target (Awal) ; Didik Bramantyo (19)

Kelompok Target: Ajeng

Kesayangan Target : Manusia

Nama kesayangan : Ruli Ahsan (19)

Penabrak Target : Cokro (45)

Kelompok Penabrak : Tari

Media : Mobil

Status : Perubahan

Keterangan : Target Awal tidak mati, dan kesayangan masih hidup. Namun penabrak telah mati dengan alasan berbeda. Sebagai ganti, Priyanto (39) dianggap mengorbankan dirinya untuk Target.

Kesempatan tambahan = Kamis, 30 November 2023

Kemajuan Total : 98,9%

.....

Ditulis pada Kamis, 30 Maret 2023

====================

Wijaya sama sekali tidak menyerah untuk menyelesaikan tugasnya. Meskipun dalam kondisi terpuruk di dalam tempat terburuk sekalipun, ia masih punya tanggung jawab untuk segera mengakhiri hidup tiga orang yang dikutuk mati, sesuai titah dari leluhur Tari. Orang yang tersisa adalah Manti, Erni Kartika, dan Didik Bramantyo.

Entah bagaimana Wijaya mengetahui bahwa dirinya tidak akan bisa meregang nyawanya sendiri, sebelum ketiga orang tersebut mati lebih dulu.

Aku akan selesaikan tugas ini, bagaimanapun caranya! batinnya pada akhirnya.

----00----


~ TAMAT - BUKU 1 ~

Lanjut ke BUKU 2 : Didi(k) Everything is Regretful

Didi(k) Ada Apa Denganmu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang