DUA

16.7K 835 10
                                    

"Malam ini, kita menatap langit malam yang pekat. Namun terasa indah bukan karena kerlap kerlip bintang. Bukan pula karena keindahan purnama yang melegenda. Kegelapan malam ini indah karena kamu berada disampingku"

Arlina menatap pria disebelahnya dengan senyum mengembang bahagia. Wajahnya merona senang. Tatapan matanya berbinar melihat pria yang duduk setia menemaninya. Disampingnya. Disisinya.

Dipeluknya erat lengan berotot pria tersebut. Arlina menyenderkan kepalanya pada lengan itu. Kehangatan pria itu mulai menjalarinya. Dinginnya udara malam tak sanggup lagi ia rasakan.

Arlina bahagia. Kebahagiaannya sederhana, bisa bersama pria itu selamanya. Meski ia tak tau siapa sosok didalam mimpinya itu.

Gadis itu terbangun dengan senyum bahagia yang terukir diwajah cantiknya. Paginya selalu terasa cerah setelah bermimpi tentang sosok itu. Aneh memang. Ia tak tau siapa pria itu. Bahkan dimana pria itu pun ia tak tau. Namun ia mulai mencintai pria di mimpinya tanpa tau apa-apa. Tanpa tau nyata atau sekedar ilusi. Arlina jatuh cinta pada pria dimimpinya.

Gadis itu segera bangkit dan mencuci wajah serta menggosok giginya. Lalu Arlin mengganti baju tidurnya dengan celana training dan jaket. Hari Minggu adalah jadwal joggingnya bersama Rania. Mereka sudah janjian di taman kompleks perumahan.

"Rania" sapa Arlin riang.

Rania hanya menoleh sekilas dan melahap nasi kuningnya lagi.

"Makan Lin" tawar Rania.

"Ran, kita bakar lemak aja belum. Kamu udah nambah-nambahin lemak" timpal Arlin.

"Lin, lemak ditubuh aku udah seimbang. Nanti kalau mereka terbakar dan persentase lemak ditubuh aku berkurang 0.0000001%, aku bisa kehilangan keseksianku yang hakiki" balas Rania dengan candaan.

Pada akhirnya, Arlin tergoda melihat lahapnya Rania makan. Wanita itu ikut memesan seporsi nasi kuning.

"Semalam aku mimpi cowok itu lagi" ucap Arlin dengan bahagia dan menggebu-gebu.

"Hati-hati loh sering mimpi cowok gitu. Kan mimpi ada 3 tuh. Dari Allah, dari nafsu sendiri atau dari setan. Jangan-jangan dimimpi kamu itu setan yang sedang menyamar. Tobat gih sana. Kamu kebanyakan dosa kali makanya ditempeli setan" Ucap Rania sambil menatap khawatir temannya ini.

"Ya nggaklah. Masa setan bisa nyamar" sangkal Arlin.

"Ya bisalah. Apa sih yang nggak bisa di zaman secanggih ini" Rania menyeruput es teh yang dipesannya.

"Lebai. Aku yakin seyakin yakinnya ini tuh bukan mimpi dari setan karena aku udah berdoa berkali-kali agar ditunjukan siapa jodohku" ucap Arlin yakin.

"Kalau gitu dari nafsu kamu kali. Nafsu udah kepengen nikah" timpal Rania lagi.

"Bukan, Ran. Aku yakin mimpi aku ini dari Allah. Aku udah berdoa berkali-kali. Sebelum tidur juga aku udah berdoa" kembali dijawab dengan penuh keyakinan oleh Arlina.

"Serah deh" ucap Rania akhirnya karena malas berdebat. Lama-lama berdebat ia takutnya malah terlihat menentang agama pula.

Handphone Rania bergetar. Satu panggilan masuk dari teman jauhnya. Wajah tampan itu terpampang dilayar handphone Rania.

Arlin yang berniat mengintip namun sayang sekali karena pagi ini ia lupa menggunakan kacamatanya. Arlin tidak sanggup melihat wajah tampan itu dengan jelas.

"Hi, Man. What's up?" Sapa Rania dengan bahagia saat menjawab panggilan itu. Panggilan dari Devan.

"Good Morning, princess. Nothing. I just want to say 'Good Morning'"

Rania tertawa mendengar betapa tidak pentingnya hal yang disampaikan Devan.

"And good morning too for you. Kamu mimpi indah nggak?" Tanya Rania lagi.

"Iya. Aku mimpiin kamu" jawab Devan dengan bahasa Indonesia yang baik namun logat yang asing bagi Rania.

"Owh...so sweet. Dasar penggombal" timpal Rania.

"Hei princess. Seorang pangeran sepertiku tidak pernah berbohong" jawab Devan yang tidak terima dibilang 'penggombal'

"Iya, kamu memang bukan pembohong tapi pendusta" balas Rania dengan tawanya.

Rania suka pembicaraan ringan dengan perdebatan ringan seperti ini. Bersama Devan.

"Have a nice day, princess. Aku ingin tidur lagi setelah sholat subuh karena disini masih sangat pagi" ucap Devan.

"Have a nice dream, Man" ucap Rania sebelum memutus pembicaraan mereka.

Arlin menatap Rania dengan intens dan tatapan curiga.

"Kok kalian intens gitu sih percakapannya" ucap Arlin.

Rania mengernyitkan keningnya "Apa? Kami hanya berteman. Murni berteman"

"Hufh....aku juga mau punya teman pria semanis itu. Ada lagi nggak pria asing yang manis kayak dia?" Ucap Arlin sambil memasang binar mata yang penuh harapan pada Rania.

"Aku punya banyak sih teman dari beda negara. Tapi kayaknya dia yang terbaik deh. Aku kasih kontak dia aja ya ke kamu. Tapi nanti aku tanya dulu ke dia. Dia mau nggak. Kalau dia mau, langsung aku kirim kontaknya ke kamu" Ucap Rania sambil mulai mengotak-atik handphonenya.

"Bahasa Indonesianya kok kayaknya lancar?" Tanya Arlin penasaran.

"Dia pernah cerita. Dia darah campuran. Mamanya orang Indonesia. Ayahnya Pakistan. Mamanya selalu mengajaknya berbicara bahasa Indonesia" Rania menjelaskan hal yang diketahuinya terkait pertanyaan Arlin.

'Devan, temanku ingin berteman dengan kamu. Boleh? She is good girl and sweet and beautiful. Kamu pasti suka berteman dengannya'

_Rania_

Tak perlu menunggu waktu lama untuk Rania mendapatkan balasan dari Devan.

'Kalau kamu bilang begitu. Baiklah. Aku percaya padamu, princess'

_Devan_

"Udah aku kirim kontaknya ke WhatsApp kamu. Namanya Devan. Devan Hail" ucap Rania sambil mengocek kembali handphonenya.

"Devan Hail" ucap Arlin sambil mengingat-ingat nama teman barunya.

PERFECT MISTAKE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang