TUJUH

11.4K 782 21
                                    

Arlina menunggu balasan dari Devan karena centang biru itu sudah terlihat dari beberapa jam yang lalu. Arlina mulai menyadari jam berapa Devan mulai online di aplikasi wa nya. Sore menjelang malam, karena saat itu Devan sudah selesai bekerja. Arlina mengirim kembali apa yang ada dihatinya.

"You are my destiny. Kamu itu takdirku. Aku menyukaimu jauh sebelum pertemuan kita"

_Arlina_


Disisi lain, dibelahan benua lain, dinegara lain, Devan mengernyit membaca pesan itu. Devan menyadari Arlin mulai bersikap aneh setelah videocall dengannya.

"It's crazy" desis Devan.

Memangnya siapa yang tidak akan menganggap hal ini gila? Orang asing yang baru dikenal beberapa minggu, lalu menerormu dengan kalimat 'Kamu itu takdirku' atau 'kamu hanya milikku' atau lagi 'aku jatuh cinta padamu jauh sebelum kita bertemu'. Kata-kata seperti ini hanya akan indah didalam novel atau perdramaan. Ah,satu lagi, kata-kata itu hanya akan terdengar indah jika diucapkan oleh orang yang kamu cintai, karena cinta itu buta, karena cinta kadang-kadang tak ada logika. Tapi kalau diucapkan oleh orang asing yang sangat terobsesi, kata-kata itu menjadi teror yang mengerikan.

'Bagaimana mungkin kamu bisa percaya bahwa aku adalah takdirmu? How can you believe it? That's nonsense!'

_Devan_


Pada akhirnya Devan penasaran dari mana keyakinan tak berlandas dan tak berdasar itu datang.

Arlin yang mendapatkan balasan dari Devan menghela nafas lega. Gadis itu segera menjelaskan dasar keyakinannya.

'Mamaku bermimpi bahwa pria yang akan menjadi jodohku adalah pria yang beralis tebal dan wajah kearab-araban. Sementara aku sering bermimpi bersama seorang pria dengan ciri-ciri yang sama seperti mamaku mimpikan dan pria di mimpi kami berdua itu kamu, Devan Hail. Setelah melihat wajahmu. Aku yakin itu. Aku telah berdoa, aku selalu berdoa disetiap sujudku dan aku yakin kamu adalah jawaban dari doa-doa ku. Sebelum Rania memberikan kontakmu, aku memang mencari seseorang bernama Devan. Akupun tidak tau kenapa, tapi hati aku mencari seseorang bernama Devan dan bisa bermain catur. Lalu Rania memberiku kontakmu. Devan Hail dengan kemampuan bermain catur. Aku merasa ini takdir. Kamu takdirku, Devan'

_Arlina_


Devan langsung merinding membaca pesan dari Arlin. Lelaki itu tidak ingin mengambil resiko, ia lebih memilih memblok akun wa Arlin.

Arlin yang melihat tiba-tiba foto profil Devan menghilang langsung panik. Ia mencoba ngirim pesan ke Devan, namun tidak bisa, hanya centang satu yang tak kian berubah menjadi centang dua dan tidak akan berubah warna menjadi biru karena kecurigaan Arlin benar adanya.

Arlin yang panik langsung menelpon Rania.

"Hallo" jawab Rania sambil dengan sebelah tangannya memegang handphonenya agar tetap menempel ditelinganya. Sementara sebelahnya lagi masih tetap menari-nari diatas keyboard komputer kerjanya. Laporan kali ini harus selesai agar tidak ada kata lembur. Awas saja jika Arvin masih menyuruhnya lembur setelah revisinya yang ke 9. Rania sudah melotot sejak berjam-jam yang lalu agar tidak ada kesalahan ketik, angka dan hitung untuk Arvin Aksavaro yang perfeksionis.

"Ran! Devan ngeblok aku. Devan ngeblok wa aku, Ran" ucap Arlin panik namun sambil merengek.

"Hah? Kok bisa? Kamu buat salah kali sama dia" ucap Rania. Rania tau betul sifat Devan meskipun baru beberapa bulan mengenal pria itu dari jarak jauh. Devan adalah pria baik-baik dan juga sopan meskipun ia bermulut manis. Devan selalu memperlakukan wanita dengan baik, ramah, sopan dan manis. Teman-teman pria Devan yang Rania tau juga berkata Devan itu memiliki kepribadian yang baik.

"Nggak ada kok. Aku nggak salah apa-apa. Tolong dong Ran suruh Devan buka blokirannya ke aku" rengek Arlin.

"Kok bisa sih sampai diblok? Nanti deh aku omongin dulu sama Devan" ucap Rania namun tatapan wanita itu masih fokus pada komputernya.

"Siapa diblok?"

Rania terkejut ketika sosok Arvin sudah berdiri dibelakangnya. Suara Arvin tepat berada ditelinga kanannya. Ternyata Arvin sudah membungkuk agar posisinya sejajar dengan ketinggian Rania yang saat ini sedang duduk. Rania menoleh kesebelah kanannya, tepat dimana Arvin masih menancapkan tatapan tajamnya pada komputer Rania. Rania menatap setiap lekuk wajah Arvin, tak lama kemudian Arvin mengalihkan tatapannya dari komputer kerja Rania.

Tatapan mereka saling mengunci pada manik mata satu sama lain.Jarak pandang mereka terlalu dekat. Detak jantung mereka berpacu, berdegub kencang sampai tak menyadari degup yang lain selain milik mereka sendiri. Tatapan tajam Arvin menghujam namun tak menorehkan sakit melainkan debar yang selama ini asing bagi Rania.

"Siapa yang diblok?" ulang Arvin membuat Rania sadar.

"Hah?" tanya Rania yang masih setengah linglung, ia merasa tersihir oleh Arvin Aksavaro.

"Pak.." ucap Rania masih setengah sadar.

"Kenapa?" tanya Arvin dengan kalemnya.

"Jantung saya rasanya mau copot. Bapak kerjaannya ngagetin saya mulu, jantung saya jadi berdebar-debar ini. Tanggung jawab ya kalau saya sampai jantungan, terkena serangan jantung. Biayakan sampai tuntas kalau gara-gara bapak saya harus tranplantasi jantung" omel Rania sambil memegangi dadanya.

Arvin tertawa mendengar keluh kesah Rania.

"Kamu yakin kamu terkena serangan jantung? Saya kira kamu terkena serangan pesona saya" ucap Arvin dengan percaya diri.

Rania langsung melotot tajam menatap Arvin sambil cemberut.

"Coba dipikir lagi, jangan-jangan jantung kamu berdebar karena saya" Arvin masih melanjutkan pembicaraan yang menurut Rania tidak penting.

"Ya iyalah jantung saya berdebar karena bapak. Bapak udah kayak setan aja, muncul suka tiba-tiba tanpa aba-aba. Gimana saya nggak jantungan" ucap Rania kesal.

"Kamu belum pernah jatuh cintakan? Siapa tau ternyata jantung kamu berdebar karena jatuh cinta pada saya" bisik Arvin ditelinga Rania. Lalu pria itu berjalan dengan senyum dikulum menuju ruangannya.

Rania melihat jam didinding yang menunjukan pukul 17.30. Ia bergegas pulang setelah memindahkan file kerjaannya. Ia akan mengirimkan lewat email saja. Dalam pikiran Rania, ia harus segera pergi dari ruangan ini karena sepertinya Arvin sedang kesurupan karena kata mamanya dulu waktu Rania kecil, setan berkeliaran ketika menjelang magrib.

"Arvin gila!" rutuk Rania sambil bergegas meninggalkan kantornya. Pasalnya sekarang, ucapan Arvin bergema diotaknya gara-gara pria itu membisikannya tepat ditelinga kanan Rania dan tidak bisa lagi keluar melalui telinga kiri karena kata-kata Arvin sudah terlanjur terserap di otak cerdas Rania Andrelia.

PERFECT MISTAKE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang